ZONA PRIANGAN - Sejumlah pihak menyarankan agar rancangan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan jangan sampai bersifat diskriminatif.
Karenanya sebelum aturan dikeluarkan harus dilakukan kajian Regulatory Impact Assessment (RIA) yang mengakomodasi semua stakeholder, termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan.
Seperti disampaikan oleh ahli teknologi pangan yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dedi Fardiaz.
Menurut Dedi, sebetulnya tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangannya itu sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang kemasan pangan.
"Di sana semua jelas sekali dipaparkan," katanya.
Lebih lanjut Dedi mengatakan, peraturan itu menyebutkan label bebas dari zat kontak pangan itu tidak hanya berlaku untuk kemasan berbahan PC yang mengandung BPA saja, tapi juga produk lainnya seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS) dan kemasan pangan timbal (Pb).
Baca Juga: Terkait Wacana BPOM Akan Labeli Kemasan Pangan Mengandung BPA, Inaplas Menyatakan Keberatannya
"Selain itu juga Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), juga kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat," paparnya.