Terkait Penegakan Prokes, Mendagri Tak Bisa Asal Copot Kepala Daerah, Pakar: Bukan Produk Hukum

- 20 November 2020, 20:35 WIB
Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr. Fahri Bachmid. Terkait Penegakan Prokes, Mendagri Tak Bisa Copot Begitu Saja Kepala Daerah, Pakar: Bukan Produk Hukum.
Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr. Fahri Bachmid. Terkait Penegakan Prokes, Mendagri Tak Bisa Copot Begitu Saja Kepala Daerah, Pakar: Bukan Produk Hukum. /Instagram/@fahribachmid

Jika dilihat dari optik hukum tata negara, lanjutnya, proses pengisian kepala daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi dengan mengedepankan prinsip daulat rakyat maka secara teoritik proses pemberhentian kepala daerah tentunya melalui mekanisme yang melibatkan rakyat yaitu lembaga perwakilan (DPRD).

Sementara, ungkap dia, secara khusus prosedur pemberhentian kepala daerah telah diatur sedemikian rupa dalam UU RI Nomor 23/2014 khususnya ketentuan norma Pasal 79 sampai dengan Pasal 82 terkait Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Baca Juga: Perhelatan Pernikahan Putri Rizieq Shihab Diselidiki Polda Metro Jaya, Dicari Dugaan Unsur Pidana

"Secara teknis yuridis, konstruksi pranata pemakzulan (impeachment) kepala daerah yaitu melalui pintu DPRD setempat dan kemudian diajukan kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD, apakah kepala daerah atau wakil kepela daerah itu dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, atau MA memeriksa dugaan pelanggarannya menurut hukum," paparnya.

Karenanya, Fahri menegaskan bahwa secara konstitusional tindakan pemberhentian kepala daerah hanya dapat dilakukan dengan alasan hukum berdasarkan putusan MA, serta prosedur yang ketat berkaitan dengan proses pemakzulan kepala daerah sebagaimana telah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah.

"Pemberhentian seorang kepala daerah harus "pure" berdasarkan postulat-postulat hukum, dan tidak bisa secara politis, karena itu sangat bertentangan dengan prinsip negara demokrasi konstitusional dan negara hukum yang demokratis," ujarnya.

Baca Juga: Habib Rizieq Shihab Akan Dipanggil Polri, Diperiksa Terkait Pelanggaran Protokol Kesehatan

Fahri melihat UU Nomor 23/2014 cukup jelas mengatur kebutuhan hukum terkait hal yang demikian sehingga tidak perlu difasilitasi dengan instrumen atau beleeid berupa instruksi, sebab nantinya akan berpotensi menimbulkan berbagai prasangka serta tafsir yang berbeda-beda di tengah masyarakat, yang pada ahirnya menguras energi bangsa ini dengan ragam perdebatan yang destruktif.

"Sehingga saya berpendapat bahwa Instruksi Mendagri bukan merupakan suatu instrumen serta fasilitas hukum yang memadai untuk melakukan tindakan pemberhentian kepala daerah, karena materi muatan hukum mengenai pemberhentian kepala daerah adalah materi UU, bukan materi kebijakan teknis yang derajatnya di bawah UU," pungkasnya.***

Halaman:

Editor: Yurri Erfansyah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x