Peringkat Presiden Jokowi Mencapai Level Terendah dalam Enam Tahun Terakhir karena Kenaikan Harga

- 16 Mei 2022, 13:34 WIB
Presiden Indonesia Joko Widodo mendengarkan Wakil Presiden AS Kamala Harris yang tengah berbicara dalam acara dengan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebagai bagian dari KTT Khusus AS-ASEAN, di Washington, AS, 13 Mei 2022.
Presiden Indonesia Joko Widodo mendengarkan Wakil Presiden AS Kamala Harris yang tengah berbicara dalam acara dengan para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebagai bagian dari KTT Khusus AS-ASEAN, di Washington, AS, 13 Mei 2022. /REUTERS/Elizabeth Frantz
 
 
ZONA PRIANGAN - Peringkat Presiden Indonesia Jokowi telah mencapai titik terendah dalam enam tahun terakhir ini, di tengah ketidakpuasan atas melonjaknya harga minyak goreng dan anggapan kegagalan larangan ekspor sebagai upaya untuk mengatasi kenaikan harga barang, sebuah jajak pendapat baru menunjukkan hal tersebut pada Minggu.
 
Angka-angka yang dirilis oleh lembaga survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi turun menjadi 58,1% pada Mei ini.
 
Angka tersebut merupakan peringkat terendah sejak Desember 2015 ketika persetujuan presiden merosot menjadi 53%.
 
 
Penurunan, yang mengikuti penurunan 12 poin dari Januari hingga April tahun ini, terjadi karena ekonomi terbesar di Asia Tenggara itu telah berjuang untuk menguasai harga minyak goreng domestik, bahan pokok rumah tangga di Indonesia, dan setelah keputusan mengejutkan untuk melarang ekspor minyak sawit pada bulan lalu.
 
Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia dan keputusan kebijakan tersebut mengejutkan pasar global, lapor Reuters.
 
Pada saat itu Presiden Jokowi mengatakan kebutuhan akan makanan yang terjangkau mengalahkan masalah pendapatan, dan larangan tersebut akan dicabut setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
 
 
Dilakukan pada 5-10 Mei, survei Indikator mengatakan penurunan persetujuan Jokowi sebagian besar terkait dengan kenaikan harga minyak goreng dan efek inflasi flow-on, dan kesenjangan antara ekspektasi kebijakan dan kenyataan di lapangan, setelah larangan ekspor gagal untuk menurunkan harga secara signifikan setelah keputusan tersebut dibuat.
 
Jajak pendapat tersebut, yang mensurvei 1.200 orang, menemukan bahwa meski hampir 90% mendukung larangan ekspor, lebih dari 72% mengatakan harga minyak goreng masih kurang terjangkau, atau tidak terjangkau sama sekali.
 
 
Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan larangan ekspor akan tetap berlaku sampai harga minyak goreng curah turun menjadi Rp 14.000 per liter di seluruh negeri.
 
Hingga Kamis lalu, data Kementerian Perdagangan menunjukkan minyak goreng curah dijual dengan harga Rp 16.600 per liter.***
 
 

Editor: Didih Hudaya ZP

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x