Kisah Perempuan jadi Penggali Kubur Sejak Remaja

- 29 Desember 2022, 13:00 WIB
Sutiah mempunyai profesi sebagai penggali kubur sejak remaja warga Blok Pajaten,  RT 03/04, Desa Sukaraja Kulon, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka.
Sutiah mempunyai profesi sebagai penggali kubur sejak remaja warga Blok Pajaten, RT 03/04, Desa Sukaraja Kulon, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. /Zonapriangan.com/Rachmat Iskandar ZP

ZONA PRIANGAN - Sutiah (55) warga Blok Pajaten, RT 03/04, Desa Sukaraja Kulon, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka memiliki profesi yang tak lajim dilakukan seorang perempuan dimanapun, dia menjadi penggali kuburan orang meninggal sejak 29 tahun lalu serta penggali sumur sejak usianya masih remaja.

Ditemui di rumahnya Sutiah yang dikenal masyarakat setempat dengan panggilan Ma Beti tengah menjemur kayu bakar, kebetulan tidak ada pekerjaan baik menggali sumur ataupun orang yang meninggal.

Di bagian lengan kanan serta sikutnya ditempeli koyo yang katanya tengah menderita rematik. Koyo adalah satu-satunya obat yang biasa digunakannya kala rematiknya terasa. Dia tidak bersedia minum obat dengan alasan khawatir terjadi pengeroposan tulang.

Baca Juga: Jelang Libur Nataru Tol Cipali Ramai Lancar

Ditanya soal profesinya sebagai penggali kubur dan penggali sumur, Sutiah ditemani anaknya Juju (29), mengaku sudah tidak ingat beraba banyak liang lahat yang dibuatnya serta berapa sumur yang dia buat. Profesi tersebut dia lakukan sejak masih remaja karena tuntutan hidup serta harus mengurus ayahnya yang sakit.

Dulu sebelum usianya menginjak 15 tahunan dia sering diajak orang tuanya untuk bekerja di jepor genteng (pabrik genteng) sebagai operator mesin pres genteng, sedangkan ayaknya bekerja sebagai pengangkut empleng (cetakan tanah yang sudah dibuat persegi untuk bahan genteng). Dia mulai bekeja di Pabrik Genteng Padil, kemudian ke Abadi dan di Sakun Eva. Pekerjaanya terkadang juga sebagai kuli mengaduk tanah liat untuk bahan genteng atau disebut ngaluluh.

“Mimiti diajak gawe ku bapa ka jebor. (pertama kali diajak bekerja oleh bapak ke jebor),” ungkap Ma Beti, katanya memiliki tenaga yang kuat menjadi anugrah baginya. Tenaga yang tanpa doping dan porsi makan yang tetap wajar, apalagi jaman dulu hanya makan nasi jagung ditambah sayur emes yang hanya di godog dengan garam.

Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Bank Sampah Berseka Plus Cileunyi Gelar Bazar Produk

Saat itu ibunya telah meninggal sehingga yang harus bekerja adalah bapaknya yang juga sudah sakit-sakitan, sementara kaka dan adiknya harus diurus. Di hari pertama dia diajak bekerja, ayahnya mengatakan bahwa pekerjaan yang harus dilakukan Sutiah adalah pekerjaan laki-laki.

Halaman:

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x