Tahlilan dan Wiridan Mengandung Budaya Demokrasi

- 29 Januari 2021, 07:31 WIB
FOTO ilustrasi kegiatan pengajian.
FOTO ilustrasi kegiatan pengajian. /Dok. zonapriangan.com/

ZONA PRIANGAN - Agama bisa mendukung budaya demokrasi seperti halnya lewat kegiatan tahlilan, wiridan, berkumpul di pengajian.

Dalam acara tahlilan orang biasanya membicarakan juga beragam hal yang terjadi di lingkungannya.

Semisal persoalan kegiatan gotong-royong untuk membetulkan selokan yang mampet, membangun jalan lingkungan, dan sebagainya.

Hal tersebut disampaikan Saidiman Ahmad, Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University (ANU).

Baca Juga: Ada Tujuh Perkara yang Bisa Menerangi Kegelapan Alam Kubur, Umat Muslim Perlu Tahu

Saidiman memberi materi pada Training dan Couching Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) dengan tema Training & Story Grant Jurnalisme Keberagaman.

“Praktik keagamaan di Barat ada, dan itu mengusung prinsip demokrasi karena di sana tidak hanya bicara agama tapi juga bicara beragam hal,” ungkap Saidiman.

Saidiman menyebutkan, aspek paling fundamental dari kebebasan adalah penegakan hukum.

Baca Juga: Perusahaan Unik, Absensi Karyawan Berupa Salat Dhuha, Hafal Alquran 1 Juz Dapat Hadiah Umrah

Aturan dibuat untuk kebebasan, hukum dibuat untuk memastikan setiap individu bisa berbuat.

Saidiman membagi kebebasan menjadi dua hal yakni kebebasan positif dan kebebasan negatif.

Menurut Saidiman, kebebasan adalah pandangan bahwa tiap individu memiliki hak untuk hidup sebagaimana yang dia inginkan sejauh tidak mengganggu hak orang lain.

Baca Juga: Gara-gara Ini, Setan Akan Menjadi Sahabat Kaum Muslim yang Gemar Berzikir

Kebebasan positif merujuk pada suatu keadaan di mana manusia bebas untuk menata hidup, bebas untuk berpartisipasi untuk mengontrol hidup.

Apabila kebebasan adalah sebentuk pengejawantahan diri melalui pencapaian tujuan-tujuan atau cita-cita maupun keinginan diri, maka ada dua kemungkinan perwujudannya.

Pertama, keinginan dan tujuan-tujuan itu tercapai atau dipenuhi. Kedua, keinginan itu dihilangkan.

Baca Juga: Sanggup Mengucapkan Bacaan Ini Sebanyak 300 Kali, Terhapus Semua Dosa Baik Kecil Maupun Besar

Kebebasan negatif menurut Saidiman, dikatakan bebas jika sejauh mana tak ada orang atau sekelompok orang yang ikut campur dalam apa yang dilakukan pihak lain.

Kebebasan politik dalam pengertian ini berarti suatu wilayah di mana seseorang dapat bertindak tanpa dihalang-halangi oleh orang lain.

Saidiman juga mengatakan adanya intoleransi karena perbedaan paham keagamaan.

Baca Juga: Ingin Terkenal Lewat Video YouTube, Anak 11 Tahun Justru Tergilas Roda Kereta Api

Dia mencontohkan hasil survai yang dilakukannya di tahun 2019 menyangkut pemipimpin negara jika presiden berasal dari agama lain.

Sebanyak 59 persen menyatakan keberatan dipimpin nonmuslim.

Jumlah ini katanya naik dibanding hasil survei tiga tahun sebelumnya atau di Tahun 2016 yang hanya 48 persen.

Baca Juga: 5 Azab Menanti Orang yang Tidak Mau Bayar Utang, Nomor 4 Sangat Mengerikan

Data menunjukan semakin tinggi pemipimpin semakin tinggi keengganan masyarakat untuk memilih.

Malah dia menyebutkan semakin religius seseorang semakin menunjukan sikap intoleran.

Yang dimaksud religius Saidiman salah satu indikatornya adalah “rajin ke masjid” menjalankan agama yang hanya rutinitas.

Baca Juga: Ini 10 Dosa yang Bakal Ditanggung Ibu-ibu kalau Salah dalam Berdandan

Untuk mengatasi persoalan ini dibutuhkan narasi tandingan, makanya peran media dibutuhkan untuk mengatasi sikap intoleransi dan menjunjung sikap demokrasi.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x