ZONA PRIANGAN - Warga Desa Hatisar, Dadgiri, Aie Powali-1, dan Desa Hambron, Distrik Chirang Assam, India mengalami krisis ekonomi.
Lebih dari setahun warga sejumlah desa itu, tidak punya pekerjaan karena perbatasan India-Bhutan ditutup terkait pencegahan virus corona.
Selama ini, warga India di perbatasan itu, lebih banyak mencari nafkah di Bhutan. Setelah perbatasan ditutup, mereka menganggur.
Baca Juga: Gegara Menyusui Bayi di Sembarang Tempat, Seorang Ibu Kena Tagihan Denda Rp3,3 Juta
Distrik Chirang di Assam India berbagi perbatasan 70km (43 mil) dengan Bhutan.
Larangan memasuki kerajaan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian bagi ratusan penduduk di Chirang.
“Hidup kami menjadi stagnan. Selama 15 bulan terakhir, kami berjuang untuk mencari sumber pendapatan alternatif,” kata Ram Hambron (32) Kepala Desa Hatisar di Chirang kepada Al Jazeera.
Baca Juga: Kelahiran Bayi Berkepala Tiga di Uttar Pradesh India Mengundang Kehebohan Warga
Banyak warga Desa Hatisar yang bekerja sebagai tukang batu di Bhutan, sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Perbatasan India dan Bhutan yang dulu ramai, sekarang sepi. Toko, restoran dan pondok sepanjang Gelephu-Dadgiri sepi total.
Padahal dulu, di lokasi itu merupakan tempat yang ramai, sebagai pasar yang dikunjungi warga kedua negara.
Baca Juga: Baru Selesai Ritual Pernikahan, Suami Ketahui Istri Selingkuh, Langsung Menembak Teman Prianya
Penduduk Dadgiri yang selama ini bergantung pada negara Bhutan, kini tidak memiliki mata pencaharian.
“Kami semua menunggu pemerintah Bhutan mengizinkan kami memasuki negara ini dan bekerja,” kata Pranali Sutradhar (30), ibu tunggal dari empat anak dari Desa Aie Powali-1, 3 km (1,8 mil) dari Dadgiri.
“Saya tidak punya pekerjaan dan menghabiskan hampir semua tabungan saya. Ke depan sayang bingung harus makan dengan apa," ujar Sutradhar, yang dulu bekerja sebagai buruh di Bhutan.
Baca Juga: Govindan Gopalakrishnan Penganut Hindu yang Mendapat Julukan Manusia Masjid
Rekan sedesanya, Prabhat Sutradhar, yang berprofesi sebagai tukang batu, juga menganggur.
“Saya bekerja di bhutan selama tujuh tahun, hampir setiap hari, sampai pintu gerbang ditutup untuk pekerja,” kata pria berusia 26 tahun itu.
Seperti Pranali dan Prabhat, setidaknya satu anggota dari sekitar 100 atau lebih keluarga di Aie Powali-1 telah bekerja di Bhutan.
Hal yang sama berlaku untuk Desa Hambron, yang memiliki 45 keluarga Adat.
Sebelum pandemi, penduduk desa ini bekerja sebagai buruh bangunan, tukang batu, tukang ledeng, tukang las dan kuli di Bhutan.
Banyak juga yang mencari nafkah dengan menjual buah, sayuran, dan kayu di kerajaan Himalaya.
Baca Juga: Sadio Mane, Bintang Liverpool, Muslim yang Taat dan Tak Sungkan Bersih-bersih Masjid
Beberapa tujuan kerja yang paling umum di Bhutan adalah Gelephu, Thimphu, Tsirang dan Sarvang.***