Tragedi Kanjuruhan: Duka di Stadion Kanjuruhan Harus Menjadi Duka Terakhir di Dunia Persepakbolaan Tanah Air

- 10 Oktober 2022, 13:48 WIB
Suporter dari berbagai klub sepak bola mengikuti doa bersama dan Shalat Gaib di gor saparua Bandung, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022). Doa bersama dan Shalat Gaib yang diikuti dari berbagai unsur suporter klub di Liga 1 tersebut ditujukan untuk korban yang meninggal di Stadion Kanjuruhan.
Suporter dari berbagai klub sepak bola mengikuti doa bersama dan Shalat Gaib di gor saparua Bandung, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2022). Doa bersama dan Shalat Gaib yang diikuti dari berbagai unsur suporter klub di Liga 1 tersebut ditujukan untuk korban yang meninggal di Stadion Kanjuruhan. /ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.

ZONA PRIANGAN - Jelang pertandingan derby antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, sore itu diwarnai hujan deras mengguyur Kota Malang hingga Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Sepuluh orang Aremania dari Jalan Bareng, Kota Malang, berangkat menuju Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, jalanan yang basah karena diguyur hujan tak membuat semangat mereka mengendur.

Mereka merupakan merupakan satu keluarga, tiga di antara sepuluh Aremania itu adalah M. Yulianton (40), Devi Ratna Sari (30) dan M. Alfiansyah (11). Di masa mudanya, ayah mereka merupakan fans setia Arema yang rajin hadir ke stadion.

Baca Juga: Pemain Bayern Munich Alphonso Davies Mengalami Memar pada Tulang Tengkorak saat Bermain Imbang dengan Dortmund

Lain halnya bagi Devi dan Alfiansyah, sore itu adalah pengalaman pertamanya datang ke Stadion Kanjuruhan untuk mendukung tim kesayangan mereka yang bertanding pada malam itu. Satu keluarga itu menempati Tribun 14 Stadion Kanjuruhan Malang.

Setiap pertemuan antara Arema dan Persebaya merupakan pertandingan tensi tinggi dan sarat akan gengsi bagi kedua tim, juga bagi para pendukungnya. Pertandingan malam itu dihadiri oleh 42 ribu penonton.

Pada awal pertandingan hingga berakhirnya pertandingan yang diwarnai dengan peluit panjang, tak satu pun yang menyangka akan terjadi tragedi yang menghebohkan dunia persepakbolaan yang tak hanya lokal, tapi hingga dunia internasional.

Baca Juga: Ronaldo Membukukan Gol yang ke-700 di Sepanjang Karirnya Saat Manchester United Menang atas Everton

Wasit Agus Fauzan Arifin menyelesaikan tugasnya dengan baik, tuan rumah harus mengakui keunggulan tim tamu setelah menyerah di tangan pasukan Bajul Ijo dengan skor 2-3. Saat itu, pertandingan hanya ditonton oleh pendukung tuan rumah karena tida ada kuota tiket untuk pendukung tim tamu.

Pendukung tuan rumah yang merasa kecewa atas kekalahan tim kesayangannya itu, mereka melampiaskan rasa kecewanya itu dengan memasuki lapangan. Lapangan pun dengan cepat dipenuhi oleh pendukung tuan rumah dan kericuhan pun mulai terjadi. Kericuhan bukan sesama Aremania, melainkan antara Aremania dengan petugas keamanan di dalam area stadion.

Petugas pun menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan Aremania. Sayangnya, tembakan gas air mata itu tidak hanya diarahkan ke Aremania yang berada di tengah lapangan, Aremania berada di tribun, di mana saat itu masih ada ribuan orang yang memadati tribun, termasuk perempuan dan anak-anak yang tidak sempat menyelamatkan diri.

Baca Juga: Verstappen Menyegel Gelar Juara Dunia Formula One untuk Kedua Kalinya Secara Beruntun di Grand Prix Jepang

FIFA telah melarang penggunaan gas air mata untuk menangani kerusuhan di stadion. Hal itu tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation, Pasal 19 tentang Pitchside stewards hurup b yang melarang penggunaan senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan.

Ribuan Aremania yang berada di tribun berusaha untuk secepatnya keluar dari stadion agar tidak terkena dampak dari tembakan gas air mata. Tembakan gas air mata itu membuat ribuan penonton yang berada di Stadion Kanjuruhan panik.

Anton, Devi dan Alfiansyah yang berada di Tribun 14 juga terdampak terhadap tembakan gas air mata dan ketiganya berusaha keluar stadion melalui pintu keluar guna menyelamatkan diri.

Baca Juga: Novak Djokovic Meraih Gelar ke-90 Selama Karirnya Lewat Kemenangannya di Astana Terbuka

Sayangnya, hanya Alfiansyah yang berhasil meninggalkan Stadion Kanjuruhan dan dalam kondisi selamat. Malang bagi Alfiansyah, tampak kedua orang tuanya dibopong keluar stadion oleh para Aremania dalam keadaan sudah tak bernyawa dan Alfiansyah pun menjadi yatim piatu.

Kondisi penonton di VIP pun mulai terjadi kepanikan. Pada awalnya hanya ada satu hingga dua rombongan yang membopong rekan mereka yang lemas akibat terkena gas air mata. Sejumlah letusan gas air mata terus terdengar di dalam gedung.

Dalam tempo yang sangat singkat, beberapa kali rombongan pendukung memasuki area VIP Stadion Kanjuruhan sambil membopong rekan mereka yang mengalami sesak napas, pingsan, bahkan yang sudah dalam keadaan meninggal.

Baca Juga: Tragedi Stadion Kanjuruhan: Gas Air Mata dan Gerbang Terkunci Menjadi Penyebab Banyak Penonton Terinjak-injak

Suasana di lorong VIP Stadion Kanjuruhan tak ubahnya sebuah rumah sakit yang dipenuhi pasien yang harus segera mendapatkan pertolongan medis. Namun karena jumlah petugas medisnya yang terbatas, membuat mereka kewalahan. Proses evakuasi tak hanya melibatkan tenaga medis, para wartawan pun ikut andil untuk menyelamatkan para korban.

Kericuhan yang terjadi dalam waktu cepat, menimbulkan banyak korban yang berjatuhan. Yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu menjadi tragedi yang memilukan, yang mengaduk-aduk perasaan.

Saat itu terlihat, petugas medis sedang melakukan resusistasi jantung dan paru, tapi upayanya itu tak membuahkan hasil dan nyawa korban pun tak tertolong. Belum lagi teriakan sejumlah Aremania yang meminta bantuan terus terdengar dari sejumlah titik di dalam stadion.

Baca Juga: MotoGP Thailand 2022: Miguel Oliveira Raih Podium Keduanya Musim Ini, Persaingan Juara Dunia Semakin Ketat

Sementara di depan stadion, kondisinya tak jauh beda dengan di dalam stadion. Aremania membantu rekannya berusaha membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Saat itu korban tergeletak di salah satu lorong VIP Stadion Kanjuruhan.

Truk TNI dan Polri hingga sejumlah kendaraan lainnya dikerahkan untuk membawa korban yang mencapai ratusan orang. Proses evakuasi korban dari Stadion Kanjuruhan tidak hanya mengandalkan ambulans saja.

Berdasarkan sejumlah keterangan dari saksi mata yang selamat, pintu yang merupakan satu-satunya akses keluar hanya terbuka dengan ukuran yang sangat kecil. Pintuk masuk 14 dengan desain pintu gerbang berukuran besar dengan dua pintu kecil di tengahnya, seharusnya bisa digeser untuk memudahkan akses masuk dan keluar.

Baca Juga: Argentina Kalahkan Jamaika di Pertandingan Pemanasan Piala Dunia di New Jersey, Messi Menyumbang Dua Gol

Tapi, hanya dua pintu kecil yang terbuka. Sementara pintu besar yang desainnya bisa digeser, malam itu tidak terbuka. Ribuan orang berdesakan dan berusaha meninggalkan stadion melewati pintu kecil itu.

Akibatnya sangat fatal, sebanyak 131 orang meregang nyawa, 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat. Harga yang sangat mahal untuk sebuah pertandingan sepakbola.

Kita harus jujur, salah satu pemicu dari 'pembataian' tersebut karena adanya tembakan gas air mata yang tujuan awalnya untuk mengurai kerumunan massa, tapi malah berujung fatal. Korban yang meninggal disebabkan oleh asfiksia alias kadar oksigen di dalam tubuh berkurang.

Baca Juga: Novak Djokovic Memimpikan Saat Pensiunnya Kelak seperti Perpisahan Emosional Roger Federer

Faktor lainnya termasuk infrastruktur Stadion Kanjuruhan yang tidak layak untuk menggelar pertandingan besar, tidak cukup bayak pintu akses untuk keluar jika terjadi kericuhan di dalam stadion.

Seharunsya kita banyak belajar dari penerapan sistem keselamatan pada pesawat terbang. Skema evakuasi di dunia penerbangan merupakan salah satu yang terbaik. Prosedur penerbangan mewajibkan para pramugari untuk menginformasikan kepada penumpang soal pintu akses keluar jika dalam kondisi darurat.

Tentu saja, hal tersebut harus diimbangi dengan jumlah pintu masuk atau akses keluar yang memadai. Setidaknya untuk pesawat ukuran menengah terdapat empat pintu utama dan empat pintu darurat untuk mengevakuasi 189 penumpang.

Baca Juga: Demi Menyukseskan Piala Dunia 2022, Qatar Menerapkan Wajib Militer kepada Warga Sipil

Hal sederhana tersebut dapat diterapkan di semua stadion di Indonesia ketika menghadapi kondisi darurat.

Saat jumpat pers di Kota Malang pada Kamis, 6 Oktober 2022, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa PT Liga Indonesia Baru selaku penyelenggara tidak melakukan verifikasi terhadap Stadion Kanjuruhan.

Verifikasi terakhir dilakukan pada 2020, sejumlah catatan utamanya terkait keselamatan para penonton. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) juga menyatakan bahwa stadion-stadion di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar FIFA.

Baca Juga: Novak Djokovic Bermasalah dengan Pergelangan Tangannya selama Berlaga di Laver Cup di London

Terkait dengan keselamatan para penonton di stadion, otoritas atau pemangku kepentingan tidak memberikan toleransi yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Sudah waktunya dunia sepak bola Indonesia lebih memperhatikan keselamatan penonton dalam kondisi apa pun, termasuk pada saat terjadi kericuhan. Duka dari Kanjuruhan harus menjadi pelajaran penting seluruh pemangku kepentingan sepak bola di Tanah Air.

Satu nyawa yang hilang akibat pertandingan sepak bola menjadi sesuatu yang berlebihan, sementara tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan itu telah menghilangkan 131 nyawa, dan menjadi tragedi terbesar kedua sepak bola di dunia.

Baca Juga: Pelari Kenya Eliud Kipchoge Memecahkan Rekor Dunia atas Namanya Sendiri di Berlin Marathon

Keselamatan penonton harus menjadi prioritas utama. Sudah waktunya melakukan perbaikan meskipun dinilai sudah terlambat supaya tidak ada lagi korban akibat sepak bola di Tanah Air.***

Editor: Toni Irawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah