Temuan Tragedi Stadion Kanjuruhan Disampaikan oleh Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil

- 10 Oktober 2022, 15:21 WIB
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022.
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022. /ARI BOWO SUCIPTO

ZONA PRIANGAN - Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil merilis 12 temuan awal soal kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022, yang menewaskan 131 orang.

"Kami memiliki temuan awal bahwa insiden kekerasan di Stadion Kanjuruhan adalah dugaan kejahatan sistematis yang tidak hanya mempengaruhi pemain lapangan," kata Jauhar, anggota Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil, dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya pada malam minggu. 

Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil meliputi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Baca Juga: Erick Thohir dan Presiden FIFA Gianni Infantino Berteman Baik, Jauh sebelum Tragedi Stadion Kanjuruhan

Menurut Jauhar, yang juga pengacara publik LBH Surabaya, tragedi Kanjuruhan diselidiki oleh Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil selama tujuh hari setelah pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dan Persebaya Surabaya.

Dalam penyidikan, pihaknya menemui beberapa saksi, korban dan kerabatnya yang mengalami kondisi seperti gegar otak, memar di wajah dan tubuh, ruam merah di wajah dan trauma berat akibat kekerasan yang terjadi.

Berdasarkan hasil investigasi, lanjut Jauhar, tim sampai pada kesimpulan awal bahwa insiden kekerasan di Stadion Kanjuruhan diduga merupakan kejahatan sistematis yang tidak hanya menimpa para pemain di lapangan.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan: Duka di Stadion Kanjuruhan Harus Menjadi Duka Terakhir di Dunia Persepakbolaan Tanah Air

Selain itu, kelompok pengumpul intelijen juga menduga bahwa kematian tersebut disebabkan oleh efek gas air mata yang digunakan oleh polisi. Berikut ini 12 temuan Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil atas Tragedi Kanjuruhan adalah sebagai berikut:

1. Terjadi mobilisasi besar-besaran pasukan yang membawa gas air mata di pertengahan babak kedua, meskipun diketahui bahwa tidak ada ancaman atau kemungkinan pelanggaran keamanan pada saat itu.

2. Saat pertandingan antara Arema FC dan Persebaya berakhir, terlihat ada beberapa pendukung di lapangan. Menurut saksi yang hadir, hal ini terjadi karena para fans hanya ingin menyemangati dan memberikan dukungan moral kepada seluruh pemain. Namun, ini ditanggapi secara berlebihan dengan mengirimkan pasukan keamanan, setelah itu kekerasan pun terjadi.

Baca Juga: Pemain Bayern Munich Alphonso Davies Mengalami Memar pada Tulang Tengkorak saat Bermain Imbang dengan Dortmund

3. Sebelum ditembakkannya gas air mata, pihak berwenang tidak mencoba menggunakan bentuk kekuatan lain, seperti kekuatan pencegah, perintah lisan atau peringatan vokal dengan tangan kosong. Padahal, berdasarkan Perkap Nomor 1 (2009) tentang penggunaan kekuatan, polisi harus melalui langkah-langkah tertentu sebelum menembakkan gas air mata.

4. Kekerasan yang dialami pendukung tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga oleh prajurit TNI dalam berbagai bentuk seperti menyeret, memukul dan menendang.

5. Berdasarkan keterangan para pendukung, gas air mata ditembakkan tidak hanya di lapangan, tetapi juga di tribun selatan, timur dan utara, yang menyebabkan kepanikan luar biasa di antara para pendukung di tribun.

Baca Juga: Ronaldo Membukukan Gol yang ke-700 di Sepanjang Karirnya Saat Manchester United Menang atas Everton

6. Saat ingin keluar dari stadion dengan pilihan jalan keluar yang sempit, beberapa pintu terkunci. Hal ini diperparah dengan penembakan massal gas air mata oleh polisi di ruang yang sangat terbatas dan memiliki efek yang sangat mematikan, sehingga mengakibatkan korban mengalami kesulitan bernafas dan meninggal dunia.

7. Para pendukung yang keluar setelah mengalami rentetan kekerasan terdesak, mereka mendapat sedikit bantuan langsung dari polisi, para korban berusaha keluar dengan caranya sendiri.

8. Insiden kekerasan terjadi tidak hanya di dalam stadion, tetapi juga di luar stadion. Polisi juga mungkin terlibat dalam menembakkan gas air mata ke arah suporter di luar stadion.

Baca Juga: Verstappen Menyegel Gelar Juara Dunia Formula One untuk Kedua Kalinya Secara Beruntun di Grand Prix Jepang

9. Setelah peristiwa itu menjadi jelas bahwa beberapa pihak melakukan ancaman baik melalui alat komunikasi maupun secara langsung. Ia menduga hal itu dilakukan untuk menanamkan rasa takut pada saksi dan korban agar tidak bersaksi.

10. Hingga saat ini, belum ada informasi rinci dari pemerintah mengenai jumlah korban tewas dan luka-luka, termasuk informasi perkembangan kasus yang sedang ditangani polisi.

11. Tim sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM dan LPSK dan kemudian menyampaikan beberapa laporan. Namun, kelompok tersebut tidak melihat kerja nyata tim pencari fakta bersama yang independen untuk bertemu dengan banyak saksi dan korban.

Baca Juga: Novak Djokovic Meraih Gelar ke-90 Selama Karirnya Lewat Kemenangannya di Astana Terbuka

12. Penggunaan deskripsi penemuan minuman beralkohol dan istilah "kerusuhan" adalah menyesatkan. Dalam hal ini, penggunaan istilah huru hara dianggap salah, bahkan merupakan serangan sistematis atau pembunuhan terhadap warga sipil.

Berdasarkan temuan sebelumnya di atas, tim menilai bahwa tindakan kekerasan yang disengaja dan sistematis dilakukan oleh aparat keamanan, tidak hanya oleh aktor di lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.***

Editor: Toni Irawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah