Pandemi Covid-19 Ciptakan Peluang dan Strategi Baru, Guru Besar ITB: Disrupsi Digital Jadi Tantangan Besar

- 3 April 2021, 12:11 WIB
Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Manusia Profesor Aurik Gustomo saat pemaparan. Pandemi Covid-19 Ciptakan Peluang dan Strategi Baru, Guru Besar ITB: Disrupsi Digital Jadi Tantangan Besar.
Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Manusia Profesor Aurik Gustomo saat pemaparan. Pandemi Covid-19 Ciptakan Peluang dan Strategi Baru, Guru Besar ITB: Disrupsi Digital Jadi Tantangan Besar. /Dok. Forum Guru Besar ITB/

ZONA PRIANGAN - Kondisi pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap segala sektor yang ada utamanya kinerja organisasi untuk jangka pendek, hal ini akan memicu munculnya terminologi Turbulence-Uncertainty-Novelty-Ambiguity (TUNA).

Akan tetapi bila organisasi tersebut mampu merespon secara cepat perubahan yang terjadi karena situasi pandemi ini, kemungkinan-kemungkinan akan menemukan peluang-peluang baru semakin terbuka lebar.

Seperti halnya diungkapkan Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Manusia Profesor Aurik Gustomo dalam Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung secara virtual belum lama ini.

Selain tantangan dari lingkungan eksternal, organisasi juga dihadapkan pada fenomena disrupsi digital. Fenomena disrupsi digital ini dipengaruhi oleh perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam 20 tahun terakhir yang terjadi begitu cepat.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta' Sabtu 3 April: Kebusukan Elsa Tercium Bu Rosa dan Pak Surya, Al Geram dan Gempur Adiknya Andin

Baca Juga: Seorang Politisi Minta Maaf, Istrinya Tampil Telanjang Bulat di Layar Zoom

"Tidak saja dalam perangkat kerasnya tetapi juga perangkat lunak. Peluang pengembangan organisasi banyak tercipta dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini," kata Aurik.

Transformasi digital ini, lanjutnya, menuntut sumber daya manusia Indonesia menjadi kreatif dan memiliki kapabilitas sehingga mampu mengaplikasikan ide kreatif menjadi produk inovatif. Selain itu, organisasi juga menghadapi globalisasi yang dicirikan oleh semakin kecilnya faktor penghambat masuknya perusahaan asing ke pasar dalam negeri.

"Kondisi itu ditandai dengan adanya kesepakatan-kesepakatan antar negara, regional, maupun global seperti AFTA, NAFTA, dan sebagainya. Dengan demikian, persaingan tidak lagi hanya terjadi antara perusahaan lokal, namun juga dengan perusahaan-perusahaan multinasional," paparnya.

Sinergi dengan para pihak, jelas Aurik, termasuk dengan pesaing menjadi salah satu strategi kerjasama yang memungkinkan untuk dikembangkan, dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing yang kemudian dikenal dengan istilah co-opetition, sebagai singkatan dari cooperation (kerjasama) dan competition (persaingan).

Baca Juga: Kasus Pertama di Dunia, Seorang Bayi Lahir dengan Memiliki Tiga Alat Kelamin

Baca Juga: Guru Lupa Mengakhiri Panggilan Zoom dengan Siswa, Keluarga Siswa Mendengar Perkataan Kasar dan Rasis

Baca Juga: Hasil Rekonstruksi Sejarawan, Beginilah Penampakan Wajah Firaun yang Paling Akurat

"Tantangan organisasi selanjutnya adalah revolusi generasi dengan masuknya Generasi Z atau Milenial," ujarnya.

Generasi ini, jelas Aurik, dibesarkan dalam lingkungan yang terbiasa dengan digitalisasi. Sementara, organisasi masih didominasi oleh generasi Y dan Z yang memiliki karakter berbeda dengan generasi Z.

"Kondisi tersebut memunculkan iklim yang tidak sehat bagi pertumbuhan organisasi. Generasi Z cenderung mengharapkan lingkungan kerja yang dinamis dan fleksibel dibandingkan dengan generasi sebelumnya (X dan Y)," ungkapnya.

Aspek manusia menjadi ujung tombak menciptakan organisasi yang lincah. Selanjutnya, pada tahap awal, organisasi harus memahami arsitektur organisasi yang mampu menjawab tantangan tersebut. Organisasi yang fokus terhadap marlet menjadi tumpuan untuk bertumbuh (growth strategy).

Menurut Aurik, strategi bertumbuh juga mensyaratkan bentuk organisasi fleksibel dalam mengambil keputusan pada unit-unit kerja yang ada. Desentralisasi, pendelegasian, akuntabilitas dan saling percaya menjadi butir-butir penting dalam mengembangkan strategi bertumbuh.

Baca Juga: Diharamkan Suami Istri Merekam Hubungan Intim, Ini 4 Penjelasannya

Baca Juga: Ternyata Sedekah Punya Manfaat untuk Kesehatan Tubuh

"Pengelolaan organisasi ini selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk penerapan nilai-nilai dan budaya organisasi yang mendorong tumbuhnya kreatifitas dan inovasi dari anggota organisasi (entrepreneurial culture). Setiap orang dalam organisasi didorong mengambil peran dominan sebagai strategic business partner, yang selalu berpikir dan menjalankan inisiatif program yang menciptakan nilai untuk organisasi," jelasnya.

Aurik pun melanjutkan, bahwa pendekatan dalam mengembangkan peran-peran orang dalam organisasi membutuhkan perubahan sudut pandang dari tadinya melihat orang sebagai beban perusahaan, atau sekedar menghasilkan nilai tambah, menjadi seorang insani yang mampu menciptakan nilai. Manajemen Modal Insani (Human Capital Management) merupakan pendekatan yang tepat dalam pengelolaan orang di organisasi.

"Kesemua aspek pengembangan talenta dengan pola pikir bertumbuh ini pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan," katanya.

Praktek-praktek bisnis perusahaan global maupun nasional, kata Aurik, memperlihatkan bahwa penggantian pucuk pimpinan organisasi sangat mempengaruhi terhadap kinerja organisasi.

"Pimpinan organisasi menjadi tumpuan utama dalam menentukan arah gerak organisasi, kemampuan untuk berubah, kemampuan untuk menyediakan sumber daya dan pengembangan kompetensi ke depan, serta menumbuhkan semangat untuk tumbuh yang ditopang oleh kelincahan people dalam organisasi," pungkasnya.

Dalam orasi ilmiah yang dipimpin oleh Forum Guru Besar ITB ini juga menghadirkan orasi Prof Robert Manurung, Guru Besar dalam Bidang Ilmu Perancangan Proses untuk Biokonversi dan Prof Eddy Agus Basuki, Guru Besar Bidang Ilmu Metalurgi Fisika.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah