Tragis! Petani di Majalengka Menjerit, Harga Sayuran Turun Drastis

2 September 2020, 16:01 WIB
Nasib cabe keriting di Blok Legok, Desa Sanghyang Majalengka yang dibiarkan tidak dipanen, karena harganya anjlok tak menutupi biaya senadainya dipanen.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON /

 

ZONA PRIANGAN - Petani sayuran di Desa Sanghyang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka mengeluhkan harga beragam sayuran yang turun drastis, anjlok sejak sebelum perayaan HUT RI, 17 Agustus lalu, yang mengakibatkan kerugian besar.

Sebagian petani membebaskan tanaman sayurannya untuk dipetik warga berapapun banyaknya, dengan alasan jika dipanen dan jual harga malah semakin rugi. Tragis memang!

Heroyati, seorang petani warga Sanghyang bahkan memposting kebun sayurnya di Facebook dan menawarkan kepada teman-temannya untuk mengambil sayurannya di kebun miliknya di kawasan Blok Sawiyah, Desa Sanghyang yang jika dipanen diperkirakan memperoleh sekitar 2 ton.

Baca Juga: Dampak Pandemi Covid-19, Produksi Pabrik Tekstil Turun 40%, Puluhan Ribu Buruh Dirumahkan

“Nu peryogi pecay merapat..., lokasi puncak Sawiyah, silahkan potong sendiri bawa sepuasnya.., gratis, tiis stok 2 ton lebih,” demikian postingan Heroyati.

Alasannya harga pecay saat ini hanya Rp 200 per kg, kalau dipanen ongkos panen dengan harga jual tidak akan tertutupi. Dia menyebutkan kebunnya segera akan di ganti dengan tanaman bawang daun.

Para petani di wilayah tersebut mengatakan hampir semua jenis sayuran ambruk, tidak hanya pecay namun juga cabe keriting yang hanya Rp 5.000 per kg, kol Rp 700 per kg, tomat Rp 1.500 per kg, dan beberapa jenis sayuran lainnya.

Baca Juga: Banyak yang Mengaku Lupa, Menwa dan TNI AL Bagikan Seribu Masker

Hanya saja mulai Selasa kemarin ada beberapa komoditi yang mulai beranjak naik sehingga berupaya untuk dipanen. Namun bagi komoditas yang harganya masih anjlok dibiarkan tak dipanen.

Eem (70) petani asal Blok Legok, Desa Sanghyang adalah salah seorang petani yang membiarkan cabe keritingnya di Blok Maranggi tidak dipanen, alasannya harganya Rp 5.000 per kg. Jika dipanen dengan mempekerjakan orang upahnya Rp 50.000, belum termasuk makan, makanan ringan dan kopi, sementara hasil pekerjaanya paling hanya memperoleh sekitar 25 kg-30 kg saja.

Itu belum termasuk ongkos dari kebun ke jalan yang harus diangkut dengan kendaraan serta membawanya ke pasar. “Dari kebun yang jauh ke jalan diangkut dengan motor ke jalan, dua karung upahnya Rp 25.000, setelah itu baru diangkut mobil bak ke rumah, di rumah dikemas lagi untuk dibawa ke pasar. Jadi ongkos saja sudah besar,” ungkap Eem.

Baca Juga: Deretan Bintang Lapangan Hijau Terkonfirmasi Covid-19

Padahal menurut Eem harga obat-obatan untuk tanaman cabe sangat mahal, obat tepung saja sudah mencapai Rp 150.000 per kg, itu belum termasuk pembasmi hama yang disebutnya obat racun dan pupuk kandang serta pupuk kimia urea dan za.

Karena harga murah, Eem mempersilahkan tamu yang melintas ke wilayahnya untuk memetik cabe di kebunnya yang di tumpangsari dengan kacang polong.

“Sateuacan 17 Agustus mah komo sadaya mirah pisan, ayeuna mah tos angkeut-angkeut deui, kamari abdi ge ngical kacang tos Rp 6.000 sakilona. Tadina mah waktos tujuhlasan mah komo teu pajeng pisan aralimeun meser teh (Apalagi sebelum 17 Agustus semua harga sayuran susah sekali, sekarang sudah mulai beranjak naik. Kemarin saya menjual kacang polong sudah mencapai Rp 6.000 per kg, padahal sebelum 17 Agustus tidak laku sama sekali, semua bandar enggan membeli),” ungkap Eem.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Kota Bandung Hari Ini, Rabu 2 September 2020

Hal yang sama disampaikan Wawat petani lainnya yang tengah memanen cengek embe (cabe rawit besar). Harga cengek embe kini kembali naik walaupun tidak signifikan, harganya kini Rp 8.000 per kg.

Untuk cabe rawit biasa menurut Wawat harganya lebih rendah hanya Rp 6.000 per kg, sedangkan harga kol jauh lebih rendah hanya Rp 800 hingga Rp 1.000 per kg, harga tomat yang sempat anjlok hingga Rp 300 per kg pada pertengahan bulan lalu kini kembali naik menjadi Rp 1.500.

Dengan naiknya harga tomat sebagian petani berupaya memanennya kembali, seperti yang dilakukan Sana yang sebelumnya membiarkan tanamannya tak dipanen ataupun dipelihara dengan disiram. Penyiraman hanya mengandalkan embun yang datang setiap pagi.

Baca Juga: Tinggalkan Arsenal, Henrikh Mkhitaryan Berlabuh di Roma dengan Kontrak Permanen

Nana petani cabe yang juga bandar cabe dan memiliki kios di beberapa pasar mengungkapkan, anjloknya harga cabe kali ini cukup lama. Diapun kini tidak pernah mengirim langsung cabe ke Pasar Induk Kramatjati seperti biasanya, namun dititipkan melalu jasa titipan yang biasa ke Jakarta.

“Dari Sanghyang kana truk yang ke Kramat Jati, jadi kalau mengirim barang ke pelanggan di sana dititipkan melalui truk lain, tinggal nanti menghubingi langgan disana mengabarkan jumlah kiriman. Jasa angkutan sekali kirim Rp 500 per kg. Cara seperti ini lebih hemat,” katanya.

Menurutnya, harga cabe cari petani Rp 5.000 kemudian dia jual di Kramatjati seharga Rp 6.500 per kg, dengan begitu Nana masih memiliki laba sebesar Rp 1.000 per kg.***

Editor: Didih Hudaya ZP

Tags

Terkini

Terpopuler