Perjanjian Linggarjati, Belanda Ngotot Ingin Menguasai Bangunan Bekas Gubuk Janda Jasitem

31 Juli 2020, 08:40 WIB
GEDUNG Perjanjian Linggarjati masih berdiri kokoh dan menarik kunjungan wisatawan.*/PARAMA GHALY /

ZONA PRIANGAN - Kuningan banyak memiliki objek wisata, terutama potensi alamnya yang indah hampir menyebar ke seluruh pelosok desa.

Banyak tempat menarik di Kuningan, berupa kolam pemandian, curug (air terjun) hingga alam pegunungan.

Istilahnya, Kuningan cocok untuk tempat berlibur, melepas penat dan istirahat bersantai-santai.

Baca Juga: Cerita Munjul Bangke dan Misteri Cikurubuk Sekitar Waduk Darma Kuningan

Namun ada satu objek wisata di Kuningan, kurang dilirik wisata umum, kecuali rombongan pelajar, yakni Gedung Perjanjian Linggarjati.

Padahal tempat tersebut memiliki sejarah yang berharga bagi perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan.

Gedung Perjanjian Linggarjati yang berlokasi di Desa Linggajati Kabupaten Kuningan itu, sering terungkap di pelajaran sejarah anak sekolah.

Baca Juga: Hati-hati Memasuki Kawasan Cadas Pangeran, Sering Terjadi Peristiwa Aneh Menimpa Pengendara

Diceritakan di gedung tersebut, delegasi Indonesia mendesak Belanda untuk mengakui Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Perundingannya sendiri berlangsung alot.

Delegasi Belanda yang beranggotakan Prof.DR.Ir. Schermerhorn (Ketua), Mr. Val Poll, Dr. F. De Boer, dan Dr. Van Mook secara politik masih enggan mengakui kemerdekaan Indonesia.

Namun, delegasi Indonesia yang beranggotakan Sutan Sjahrir (Ketua), Mr. Soesamto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Mohammad Roem tetap ngotot memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia.

Baca Juga: Tips Berendam di Kolam Air Panas, Jangan Terlalu Banyak Melakukan Gerakan

Tempat pertemuan antara delegasi Indonesia dan Belanda itu menjadi saksi sejarah, sejak perjuangan fisik hingga politik.

Gedung bersejarah itu sudah beberapa kali pindah kepemilikan dan berganti nama.
Namun siapa sangka, di lokasi itu sebenarnya hanya berdiri sebuah gubuk milik Ibu Jasitem, yang pada tahun 1918 diperistri orang Belanda.

Keturunan Ibu Jasitem mungkin tidak akan menyangka, kalau dalam perkembangannya lokasi itu menjadi sangat bersejarah dan hingga saat ini banyak dikunjungi pelajar yang melakukan studi tour.

Baca Juga: Jangan Mengaku Penggemar Cilok kalau Belum Coba Cilok Berbahan Baku Aci Kawung

Walau cuma berupa bangunan tua, Gedung Perjanjian Linggarjati mampu menarik wisatawan karena kisah sejarahnya.

Pelajar dari luar kota yang melakukan studi tour ke Kuningan sudah dapat dipastikan akan berkunjung ke Gedung Perjanjian Linggarjati.

Tidak heran kalau musim liburan sekolah tiba, gedung tersebut dipadati oleh pelajar yang ingin tahu lebih dekat saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Baca Juga: Satu Keluarga Terpapar Covid-19, Bukan di Desa Cinunuk tapi di Desa Cibiru Wetan

Pelajar yang datang berkunjung tidak hanya dari Wilayah III Cirebon saja.

Tapi banyak juga pelajar yang sekolahnya di Jawa Tengah, Jakarta, Bekasi, dan wilayan Banten yang penasaran ingin melihat langsung fisik Gedung Perjanjian Linggarjati.

Kunjungan ke Gedung Perjanjian Linggarjati juga, kadang sudah dipaketkan dengan kunjungan ke lokasi wisata lainnya.

Baca Juga: Sejarah Baru, Perempuan Pimpin PGRI Kabupaten Cirebon, Yeyet: Tetap Perjuangkan Guru Honorer

Jadi setelah belajar sejarah di Gedung Perjanjian Linggarjati, para pelajar melanjutkan perjalanan ke objek wisata alam Linggarjati Indah yang lokasi berdekatan.

Secara fisik, bangunan Gedung Perjanjian Linggarjati masih terawat. Hanya properti yang ada di dalam gedung sebagian besar sudah berupa replika.

Sedangkan barang-barang yang aslinya, seperti meja, kursi, lemari dan tempat tidur, sebagian besar sudah termakan usia dan rusak.

Baca Juga: Pengajuan Bantuan Belum Direspons, Rumah Seorang Janda Sudah Ambruk Duluan

Barang-barang yang aslinya pun, keberadaannya sempat tersebar di masyarakat.
Kemudian masyarakat secara sadar mengembalikan ke pihak museum, walau kondisinya memang sudah tidak sempurna.

Gedung Perjanjian Linggarjati memiliki banyak kamar tidur. Hal itu tidak terlepas dari sejarah gedung yang sempat menjadi hotel.

Pengunjung bisa menemui sepuluh tempat tidur. Selain itu ada ruang pertemuan Presiden Soekarno dan Lord Killearn, ruang sidang, ruang sekretariat, ruang auditorium, ruang makan, kamar setrika dan gudang.

Baca Juga: Teknik Kontrol Gas dan Pengereman Pengaruhi Keselamatan di Jalan

Pengunjung yang datang secara rombongan tidak perlu khawatir untuk datang ke Gedung Perjanjian Linggarjati.

Di area sekitar gedung sudah tersedia tempat parkir yang memadai. Sarana lain bisa dimanfaatkan, musala, toilet, dan taman yang indah dan cukup luas.

Wisatawan yang sudah menyusuri ruang-ruang bersejarah di gedung tersebut bisa beristirahat di taman dan menikmati udara sejuk Desa Linggajati.

Baca Juga: Terungkap, Misteri Kapal Hantu Penuh Mayat Terdampar di Jepang

Sebagai kilas balik, sejarah Gedung Perjanjian Linggarjati bermula dari gubuk yang dimiliki Ibu Jasitem pada tahun 1918.

Gubuk tersebut kemudian dirombak menjadi semi permanen oleh orang Belanda yang bernama Tersana (Mergen) pada tahun 1921.

Bangunan itu menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal Jacobus (Koos) Van Os pada tahun 1930.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Lantik Perwakilan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XXVII

Lima tahun kemudian bangunan berubah menjadi Hotel Rustoord setelah dikontrak orang Belanda lainnya yang bernama Heiker.

Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942, bangunan tetap dipertahankan sebagai hotel, cuma namanya berganti menjadi Hokay Ryokai.

Demikian pula ketika bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, bangunan itu tetap menjadi hotel dengan nama Hotel Merdeka.

Baca Juga: Warga Jakarta Utara Dapat Hewan Kurban 1 Sapi dan 19 Domba

Penggunaan nama menjadi Gedung Naskah Linggarjati, setelah terjadi peristiwa perundingan pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda pada tahun 1946.

Hanya, kepemilikan gedung tersebut kembali dikuasai Belanda pada tahun 1948-1950. Belanda yang melakukan agresi kedua, menjadikan gedung tersebut sebagai markas milter.

Ketika bangsa Indonesia sudah berdaulat penuh, Gedung Perjanjian Linggarjati sempat menjadi Sekolah Negeri Linggajati.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, PPAU Bantu APD ke RSAU dr. Hoediyono Lanud Suryadarma

Cukup lama juga gedung tersebut dijadikan sarana belajar dan mengajar. Gedung itu menjadi sekolahan selama 25 tahun (1950-1975).

Baru pada tahun 1976, pemerintah Indonesia menyerahkan gedung tersebut kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan museum hingga sekarang.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler