ZONA PRIANGAN - Joyce Fernandes adalah seorang pembantu rumah tangga generasi ketiga - sampai seorang majikan memergokinya sedang membaca buku.
Kini, sebagai seorang rapper, penulis dan pembawa acara TV, seperti dilansir New York Times, Selasa, sang babu mengangkat isu percakapan yang "tidak nyaman", yakni tentang ras.
Hal ini adalah ritual yang Joyce Fernandes nantikan di tiap penghujung shift pekerjaan yang dia benci.
Baca Juga: Pangdam IX Udayana dan Shopee Indonesia Bantu Tuntaskan Krisis Air Bersih di NTT
Baca Juga: Selama Pandemi Covid-19, Slank Tak Mau Ketinggalan Ciptakan Vaksin
Setelah selesai merapikan semua kamar di salah satu apartemen di São Paulo, Fernandes berlama-lama membersihkan debu rak buku.
Di ruang keluarga itu dia sering keasyikan membaca sampai lupa waktu.
Dia khawatir akan ditegur saat pemilik apartemen melihatnya pada suatu hari di tahun 2008.
Baca Juga: Band Elkasih Memunculkan Masalah, Kabar Kurang Mengenakan Menimpa Vokalisnya
Saatitu dia membaca buku berjudul "Olga: Revolutionary and Martyr," biografi seorang militan komunis Jerman yang menghabiskan bertahun-tahun di Brasil sebelum dieksekusi oleh Nazi Jerman.
Alih-alih teguran, momen itu justru memacu transisi karir yang luar biasa untuk Fernandes.
Semula menjadi babu, kini Fernandes menjadi sosok kulit hitam terkenal asal Brasil, yang giat menyuarakan masalah rasisme dan ketidaksetaraan.
Baca Juga: Saat Telanjang, Cewek Ini Tidak Membutuhkan Baju, Cukup Menutup Tubuh dengan Rambut Panjangnya
Majikan Fernandes setelah mendengar pembantunya suka sejarah, dia pun mendorongnya untuk mendaftarkan diri di perguruan tinggi.
Fernandes pun melakukannya. Dia memperoleh gelar sarjana sejarah pada tahun 2012.
Sejak saat itu mendapatkan banyak pengikut sebagai publik figur Instagram dan seorang rapper, serta menulis buku tentang kehidupan seorang pembantu Brasil, dan menjadi pembawa acara televisi.
Baca Juga: Perempuan Ini Sedih, Kulit di Ibu Jarinya Selalu Ditumbuhi Bulu Kemaluan
Karirnya yang bervariasi dan profilnya yang sedang naik daun terkadang terasa seperti fatamorgana, kata Fernandes saat mengingat bagaimana sebagian besar perusahaan awalnya menolak aspirasinya.
“Mereka selalu bilang tidak ada gunanya mengenyam pendidikan,” kata Fernandes.
Fernandes memiliki nama panggung Preta Rara, yang artinya perempuan kulit hitam yang unik.
Baca Juga: Menjijikan, Penjualan Masker Aroma Vagina Laku Keras, Harganya Rp3,5 Juta
“Mereka mengatakan saya ditakdirkan untuk melayani, sama seperti ibu dan nenek saya, dan bahwa saya harus bahagia dengan apa yang telah ditakdirkan,” tuturnya.
Namun, takdir berkata lain. Di usianya yang ke-35 tahun, Fernandes kini menjadi tokoh ternama yang berjuang melawan rasisme dan diskriminasi.
Salah satu aksinya adalah pada bulan Juni 2016 ketika dia mengirim beberapa anekdot di Facebook.
Baca Juga: Terungkap, Alien Tidak Mau Tinggal di Bumi Karena Takut dengan Rumput Hijau
Unggahan itu dimaksudkan untuk membagikan beberapa kenangan menyakitkan dengan teman-teman, tetapi malah memicu banyak tanggapan.
Saat itu, ribuan mantan pembantu rumah tangga membagikan kiriman mereka sendiri menggunakan tagar #I’mAMaid.
Beberapa dari mereka menceritakan pelecehan seksual di tempat kerja.
Baca Juga: Emha Ainun Nadjib Kritik Jokowi, Ruhut Sitompul: Ngebacot Jangan Pakai Dengkul
Cerita kekerasan tersebut memaksa Fernandes untuk memasukan perjuangan mereka dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 2019 lalu.
Buku ini menghasilkan banyak liputan media dan undangan untuk tampil di acara televisi dan podcast.
Menurut laporan pemerintah tahun 2019, mayoritas dari enam juta pekerja rumah tangga Brasil adalah wanita kulit hitam berpendidikan rendah.
Baca Juga: Dua Desa di Kaki Gunung Ciremai Sempat Mencekam, Tiap Pagi Warga Temukan Ceceran Darah
Baca Juga: 5 Azab Menanti Orang yang Tidak Mau Bayar Utang, Nomor 4 Sangat Mengerikan
Pekerja rumah tangga rata-rata bekerja 50 jam per minggu, dan gaji rata-rata mereka 92 persen di bawah upah minimum.
Benedita da Silva, salah satu dari sedikit anggota parlemen wanita kulit hitam Brasil, juga bekerja sebagai pembantu di awal kariernya.
Dia memuji Fernandes dengan pencampuran seni dan aktivisme yang sangat brilian untuk meningkatkan kesadaran tentang pelanggaran ketenagakerjaan dan rasisme.(SF)***