ZONA PRIANGAN - Taktik 'bendera palsu' lagi marak digaungkan di wilayah yang sedang bergolak, Ukraina.
Sebelumnya Amerika Serikat (AS) menuduh Rusia menjalankan strategi 'bendera palsu' agar bisa mendapat alasan melakukan invasi ke Ukraina.
Kali ini pihak Republik Rakyat Donetsk mengendus justru Ukraina melakukan taktik 'bendera palsu' agar bisa menyerbu ke wilayah Donbass.
Baca Juga: Ukraina Menuduh Moskow Dukung Pemberontak di Donbass dengan Dalih Melindungi Warga Rusia
Juru bicara pasukan Republik Rakyat Donetsk, Eduard Basurin mengatakan, pasukan Ukraina melakukan taktik 'bendera palsu' di dua wilayah timur yang memisahkan diri.
Kepada rt.com, Eduard Basurin mengklaim bahwa pasukan komando di bawah kendali Kiev berencana untuk mengenakan seragam pasukan khusus Rusia serta para pejuang lokal.
Menurut Eduard Basurin, Ukraina sedang mempersiapkan enam unit yang dilatih Inggris dengan tugas menyusup ke wilayah yang dikuasai pemberontak.
Baca Juga: Ini 8 Nama Hantu Versi Indonesia, Nomor 3 Hobi Menculik Anak yang Suka Nangis
Wilayah yang dimaksud yakni, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk. Dua wilayah itu menyatakan diri berpisah dengan Ukraina.
Dari sana, kata dia, pasukan komando akan melakukan pengalihan dan serangan teroris terhadap pembangkit listrik, pasokan gas dan air, serta pabrik kimia.
Kiev ingin mengungkap "pembelot" pemberontak palsu yang akan mengklaim dalam rekaman bahwa calon serangan itu diatur oleh Rusia.
"Seolah-olah semua provokasi dilakukan oleh kami," kata Basurin kepada RT, mengutip apa yang dia katakan sebagai laporan intelijen.
"Tujuan akhir dari dugaan rencana tersebut adalah untuk menjebak Rusia dan memancingnya secara langsung ke dalam konflik," tambahnya.
Pada hari Kamis, Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, menuduh Kiev mengobarkan ketegangan sebagai kedok provokasi militer.
Baca Juga: Petugas Penjara Nueva Esperanza Tangkap Kucing Putih yang Lucu, Ini Alasannya
Ukraina belum menanggapi tuduhan tersebut, tetapi di masa lalu Kiev telah berulang kali membantah melakukan agresi tanpa alasan terhadap pemberontak, yang dianggapnya sebagai kelompok teroris.
Perang di Ukraina meletus pada tahun 2014 ketika beberapa bagian yang didominasi berbahasa Rusia di timur negara itu menyatakan kemerdekaan setelah perebutan kekuasaan dengan kekerasan di Kiev oleh pasukan pro-Barat.
Pertempuran besar berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata pada akhir 2014 dan awal 2015, tetapi konflik tingkat rendah, yang sering digambarkan sebagai konflik "beku" terus berlanjut.***