Negara ini sedang berjuang melawan krisis keuangan terburuk dalam satu generasi ketika para pemimpinnya mencoba untuk menegosiasikan bailout dengan Dana Moneter Internasional.
Krisis ekonomi telah menyebabkan kekurangan barang-barang penting yang parah, membuat orang berjuang untuk membeli barang-barang termasuk makanan dan bahan bakar.
Dan inflasi telah mencapai rekor tertinggi 54 persen sementara harga makanan melonjak hingga 80 persen, menurut Al Jazeera.
Pada bulan April, Sri Lanka mengumumkan menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri karena kekurangan mata uang asing.
Total utang luar negerinya berjumlah $51 miliar, $28 miliar di antaranya harus dilunasi pada akhir 2027.
Gejolak politik telah menyebabkan berbulan-bulan protes dengan orang-orang yang menyerukan agar Presiden mengundurkan diri.
Duta Besar AS untuk Sri Lanka Julie Chung meminta orang-orang untuk memprotes secara damai dan menyerukan kepada militer dan polisi untuk memberikan ruang dan keamanan bagi para pengunjuk rasa yang damai untuk melakukannya.
"Kekacauan & kekuatan tidak akan memperbaiki ekonomi atau membawa stabilitas politik yang dibutuhkan Sri Lanka saat ini," kata Chung dalam sebuah tweet.