Tidak Pernah ke Kota dan Yakin Tak Terpapar Covid-19, Orangtua Minta SD Cinunuk Gelar Belajar Tatap

1 September 2020, 16:54 WIB
KEGIATAN belajar mengajar di SD Negeri Cinunuk Majalengka.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON /

ZONA PRIANGAN - Dua orang guru di SD Negeri Nunuk, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka menyambut gembira adanya sekolah tatap muka dengan alasan belajar murid lebih fokus.

Belajar tatap muka juga dianggap, menyediakan fasilitas lebih lengkap di sekolah, sehingga pelajaran pun lebih banyak yang tersampaikan.

Selain itu, belajar tatap muka lebih bisa dicerna murid, juga tidak merepotkan.

Baca Juga: Pekerja Swasta Dapat Dana Subsidi, Nasib Guru Honorer Tetap Terabaikan

Di sisi lain, sekolah daring tidak bisa dilakukan karena terkendala sinyal dan tidak semua orang tua murid memiliki HP Android.

Sedangkan saat belajar kelompok murid-murid tak bisa fokus, malah ketika istirahat murid tak bisa diam, sejumlah barang dan tanaman rusak.

Nunuk adalah sebuah desa di Kecamatan Maja, jarak ke Ibu Kota Kecamatan sekitar 12 km, jika ditempuh dengan kendaraan sekitar 2 jam, karena jalannya rusak dan naik turun gunung.

Baca Juga: Luar Biasa, Seekor Domba Terjual dengan Harga Rp 7 Miliar Lebih

“Di Nunuk percaya semua sehat. Karena semua takut bepergian ke kota. Orangtua 90 persen setiap harinya ke sawah dan kebun, murid semua berada di rumah kalaupun ke luar hanya membantu orangtuanya,” ungkap Rahmawati guru kelas IV SD Negeri Nunuk.

Rahmawati dan Siti Aliyah mengungkapkan, begitu ada surat edaran dilakukan tatap muka pihaknya segera memngedarkan surat pernyataan kepada orangtua murid untuk memilih apakah sekolah tatap muka atau belajar kelompok.

Nyatanya semua orangtua murid menginginkan belajar tatap muka karena merekapun percaya tidak ada yang terpapar Covid-19 dan anaknya bisa belajar dengan baik.

Baca Juga: Model Iklan Angelinarossa Kini Identik dengan Ayam

Meski demikian sekolah tetap menyediakan tempat pencuci tangan, alat pengukur suhu dan semua murid juga guru mengenakan masker dan membagi dua kelompok.

Menurut mereka, belajar kelompok sedikit merepotkan pikiran dan tenaga. Masalahnya tempat tinggal murid berjauhan. Jarak ke sekolah ada yang 1 km hingga 4 km.

Jika ditempuh dengan berjalan kaki seperti di Blok Citayeum yang jalannya setapak dan naik turun gunung. Jika ditempuh dengan sepeda motor jarak sekitar 7 km.

Baca Juga: Bawaslu Cium Tiga ASN Berpolitik Praktis, Terancam Turun Jabatan hingga Pemecatan

Sejak adanya instruksi murid harus belajar daring, di SD Nunuk tidak melakukannya namun langsung mengambil inisiatif belajar kelompok menjadi tiga kelompok karena jumlah murid mencapai 27 orang.

Setiap hari Rahmawati mengaku keliling kampung menemui kelompok murid-muridnya, berangkap pukul 06.30 WIB hingga siang hari pukul 11.00 WIB.

Lama kelamaan karena jarak kelompok jauh, energi terkuras, akhirnya dia mengumpulkan murid di garasi rumahnya. Murid asal Citayeum dimohon untuk diantarkan oleh orangtuanya.

Baca Juga: Sempat Merasa Ragu, Lesti DA Akhirnya Mantap Berhijab dan Job Manggung Lancar

Ketika murid belajar di rumahnya, menurut Rahmawati, persoalan lain muncul, bukan hanya tidak fokus belajar, namun ketika istirahat semua anak tidak bisa diam.

Tanaman di depan rumah dicabuti hingga pohon rambutan yang baru beberapa bulan di tanamnya.

“Anak-anak tidak bisa diam, ketika istirahat anak main ucing sumput hingga ke dalam rumah, anak-anak tiduran di kasur, pohon rambutan, singkong digilas sepeda, tanaman bunga yang baru dibeli dengan harga lumayan daunnya di robek-robek, jemuran pisang dilempari bola hingga berjatuhan, haduuh stress pokokna,” ungkap Rahmawati.

Baca Juga: Update Harga Emas, Awal September Langsung Naik Lagi

Hal yang sama dialami Siti Aliyah yang mengajar kelas 1 dengan jumlah murid 32 orang.

Semula dia keliling ke kampung-kampung tempat murid berkumpul. Namun karena jarak yang juga berjauhan di Blok Cirelek, Babakan, Cipeucang, malah ada yang dari Blok Eyang yang tidak bisa ditempuh dengan kendaraan.

Dia pun mengumpulkan muridnya di rumah dengan digilir menjadi tiga kelompok.

Baca Juga: Soal Asupan Nutrisi, Kim Jeffrey Kurniawan Dapat Pantauan dari Elisabeth

Setiap kelompok masing-masing belajar satu jam setengah, mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 11.30 WIB.

Murid-murid setiap hari membawa nasi atau makanan ringan serta air minum, sehingga saat istirahat murid bisa makan nasi.

“Kelas I, perilakunya benar-benar sangat butuh bimbingan agar perilaku mereka bisa disiplin. Misal setelah makan tidak mengoleskan tangan kotornya ke dinding tembok hingga menjadi lukisan tak beraturan, namun mencuci tangannya, serta tidak mengelap tangan dengan keset.” katanya.

Baca Juga: Kini Ada Bantuan Kuota Internet untuk Pembelajaran Jarak Jauh

Berbeda dengan guru SD Gandasari, Kecamatan Kasokandel Rina Suprihatin yang demikian mengkhawatirkan murid atau gurunya terapapar virus.

Mengingat di wilayahnya sudah ada yang terpapar serta sebagian orang tua murid sering bepergian.

Belajar daring memang kurang epektif, namun untuk keselamatan dan kesehatan murid serta guru juga masyarakat tentu daring bisa menjadi pilihan.

Baca Juga: Sarapan Pagi Bikin Turun Berat Badan, Cek Faktanya!

Hal yang sama juga disampikan Ida Nuraida yang rumahnya berada di Pusat kota dan siswanya berasal dari sejumlah daerah. Belajar daring jika mungkin lebih dipilih untuk keselamatan.

“Jaga jarak sepulang atau saat berangkat sekolah bagi siswa sulit diatur, mengenakan masker juga sulit,” katanya.***

 

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler