Sinergi dengan para pihak, jelas Aurik, termasuk dengan pesaing menjadi salah satu strategi kerjasama yang memungkinkan untuk dikembangkan, dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing yang kemudian dikenal dengan istilah co-opetition, sebagai singkatan dari cooperation (kerjasama) dan competition (persaingan).
Baca Juga: Kasus Pertama di Dunia, Seorang Bayi Lahir dengan Memiliki Tiga Alat Kelamin
Baca Juga: Guru Lupa Mengakhiri Panggilan Zoom dengan Siswa, Keluarga Siswa Mendengar Perkataan Kasar dan Rasis
Baca Juga: Hasil Rekonstruksi Sejarawan, Beginilah Penampakan Wajah Firaun yang Paling Akurat
"Tantangan organisasi selanjutnya adalah revolusi generasi dengan masuknya Generasi Z atau Milenial," ujarnya.
Generasi ini, jelas Aurik, dibesarkan dalam lingkungan yang terbiasa dengan digitalisasi. Sementara, organisasi masih didominasi oleh generasi Y dan Z yang memiliki karakter berbeda dengan generasi Z.
"Kondisi tersebut memunculkan iklim yang tidak sehat bagi pertumbuhan organisasi. Generasi Z cenderung mengharapkan lingkungan kerja yang dinamis dan fleksibel dibandingkan dengan generasi sebelumnya (X dan Y)," ungkapnya.
Aspek manusia menjadi ujung tombak menciptakan organisasi yang lincah. Selanjutnya, pada tahap awal, organisasi harus memahami arsitektur organisasi yang mampu menjawab tantangan tersebut. Organisasi yang fokus terhadap marlet menjadi tumpuan untuk bertumbuh (growth strategy).
Menurut Aurik, strategi bertumbuh juga mensyaratkan bentuk organisasi fleksibel dalam mengambil keputusan pada unit-unit kerja yang ada. Desentralisasi, pendelegasian, akuntabilitas dan saling percaya menjadi butir-butir penting dalam mengembangkan strategi bertumbuh.
Baca Juga: Diharamkan Suami Istri Merekam Hubungan Intim, Ini 4 Penjelasannya