Terkuak, Masalah Penjualan Tanah dan Bangunan SD Jayamukti 2

5 Juli 2020, 19:03 WIB
ASDA I Pemkab Garut, Nurdin Yana.*/AEP HENDY/KABAR PRIANGAN /


ZONA PRIANGAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut terus melakukan penelusuran terkait akar permasalahan kasus penjualan tanah dan bangunan SDN Jayamukti 2 Kecamatan Cihurip.

Hasilnya, diketahui penjualan tanah dan bangunan SD dilakukan pihak pemerintah desa setempat untuk mencari tambahan biaya penyediaan lahan baru yang masih kurang.

"Kami sudah memanggil semua pihak yang ada kaitan dengan kasus penjualan bangunan dan lahan SDN Jayamukti 2 untuk dimintai keterangannya," ujar Asisten Daerah (Asda) I Sekretariat Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, Minggu 5 Juli 2020.

Baca Juga: Belum Punya Dana, KONI Subang Tetap Optimis Hadapi Porprov 2022

Kesimpulannya, pihak desa melakukan penjualan dikarenakan masih butuh biaya untuk penyediaan lahan di lokasi sekolah yang baru.

Dikatakannya, pihak Pemerintah Desa Jayamukti berani menjual lahan dan bangunan sekolah yang lama karena anggapannya sudah tak lagi digunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM).

Pelaksanaan KBM sendiri memang sudah cukup lama dipindahkan ke sekolah baru yang dibangun pada tahun 2018-2019 melalui dana alokasi khusus (DAK) pemerintah pusat

Bantuan DAK

Nurdin menyebutkan, dari hasil penelusuran juga diketahui jika kronologi penjualan tanah SDN Jayamukti 2 berawal ketika pihak sekolah mendapat bantuan DAK untuk pembangunan enam ruang lokal pada periode 2018-2019.

Baca Juga: Covid-19 Belum Selesai, Jawa Barat Diserang Kasus DBD

Dikarenakan lokasi awal sekolah yang berada di Kampung Sawah Kupa dianggap tak representatif karena rawan bencana, akhirnya diputuskan pembangunan enam ruang lokal kelas itu dipindahkan ke lokasi lain yang dianggap lebih aman

Sesuai aturan, tuturnya, salah satu syarat dalam pembagunan ruang kelas melalui DAK yakni adanya ketersediaan tanah oleh warga sekitar.

Untuk pembangunan enam ruang lokal kelas baru itu diperlukan tanah sekitar 1.123 meter persegi dengan harga sekitar Rp 168 juta.

"Lahan yang diperlukan untuk lokasi pembangunan enam unit kelas baru memang sudah tersedia akan tetapi saat itu dananya belum mencukupi. Karena ketidakfahaman terhadap aturan, maka saat itu pihak desa, komite, dan sekolah, sepakat untuk menjual tanah SD yang lama," katanya.

Baca Juga: SD Terdampak Tol Cisumdawu Selesai Dibangun, SDN Sukamulya Tunggu Giliran

Secara kebetulan, saat itu ada warga yang bersedia membelinya dengan harga Rp 80 juta.

Kemudian uang hasil penjualan digunakan untuk menutupi kekurangan biaya untuk penyediaan lahan yang baru.

Biaya patungan

Diungkapkan Nurdin, bangunan kelas SDN Jayamukti 2 dibangun pada tahun 1983 melalui program inpres.

Lahan yang digunakan saat itu dibeli dengan biaya dari patungan warga desa yang saat itu sangat mengharapkan di daerah mereka ada sekolahan.

Menurutnya, sesuai aturan, tanah yang telah dijadikan sekolah secara administratif statusnya menjadi aset pemerintah daerah. Karena telah disumbangkan ke pemerintah.

Baca Juga: Forkopimda Jabar Lakukan Touring Sekaligus Bagikan Bantuan Sosial

Demikian pula halnya dengan lahan dan bangunan SDN Jayamukti 2, apalagi oleh Pemkab Garut telah didaftarkan ke dalam buku inventaris.

Nurdin menyampaikan, pihak desa, komite, dan sekolah berpikir pragmatis dan masih punya anggapan lahan tersebut merupakan milik pemerintah desa sehingga kemudian menjialnya ke warga bernama Abdul Manaf. Abdul Manaf ini kemudian diketahui adalah anak dari warga yang dulu pemilik tanah tersebut.

Setelah beberapa bulan terjual, karena tak mau ada masalah, pihak pembeli menanyakan bentuk otentik hasil transaksi jual beli lahan tersebut.

Baca Juga: SMA/SMK Negeri di Banten Hanya Menampung 40 Persen Siswa SMP

"Namun saat itu pihak komite dan sekolah tak mau memberikan tanda tangan pada kwitansi transaksi itu dan akhirnya disepakati penandatanganan dilakukan oleh kepala desa," ucap Nurdin.

Lebih jauh Nurdin mengatakan kasus penjualan lahan dan bangunan sekolah itu murni akibat ketidakfahaman pihak desa, komite, dan sekolah terhadap aturan.

Tidak ada koordinasi

Di sisi lain Nurdin mengaku sangat menyayangkan tidak adanya koordinasi dari pihak desa, komite dan sekolah sebelum memutuskan untuk melakukan penjualan.

Baca Juga: Ridwan Kamil Ingatkan Kasus-kasus Impor

Padahal tandasnya, jika saja sebelumnya mereka konsultasi ke Korwil Pendidikan, tentu masalahnya tidak akan seperti sekarang ini.

Pihak Pemkab Garut bisa menghapus daftar kepemilikan aset dan kemudian menghibahkannya untuk kepentingan umum ketika ada permintaan.

Nurdin juga menyebutkan, dalam pertemuan yang dilakukan dengan pihak-pihak terkait juga terungkap jika saat ini pihak pembeli ingin membatalkan untuk membeli lahan tersebut.

Baca Juga: Husein, Anak Metal yang Coba Lempar Single Religi

Pihak pembeli juga memintan agar uang yang telah diberikannya untuk membeli lahan tersebut dikembalikan.

Keinginan pihak pembelinitu sendiri sudah disanggupi oleh pihak desa meskipun saat ini belum semuanya uanh itu bisa dikembalikan. Pemkab Garut akan ikut mengawal proses pengembalian uang dari pihak desa ke pihak pembeli.

"Terkait lahan bekas lokasi sekolah yang lama, rencanya akan dijadikan ruang terbuka hijau oleh Pemkab Garut. Tidak akam ada bangunan apapun di lokasi itu karena memang tidak aman atau rawan terhadap bencana alam," katanya.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler