Dua Desa di Kaki Gunung Ciremai Sempat Mencekam, Tiap Pagi Warga Temukan Ceceran Darah

- 29 Desember 2020, 05:06 WIB
FOTO ilustrasi kawanan srigala.*
FOTO ilustrasi kawanan srigala.* /Pixabay/

ZONA PRIANGAN - Warga di lereng Gunung Ciremai, Kuningan selama Desember ini diresahkan dengan ceceran darah.

Setelah ditelusuri, ceceran darah setiap pagi itu, berasal dari hewan ternak mereka yang mati mendadak.

Khususnya di Desa Ciangir dan Desa Cipondok, kambing peliharaan warga tiba-tiba ditemukan mati di pagi hari dan ada bekas gigitan.

Baca Juga: Tiga Relawan Meninggal setelah Menerima Vaksin Covid-19, Dokter: Korban Tewas Tersambar Petir

Sempat mencekam dan warga menduga ada makhluk gaib yang menginginkan ternak peliharaan mereka.

Namun setelah diteliti lebih seksama, ternyata kematian hewan ternak akibat serangan ajag (anjing hutan) yang turun dari Gunung Ciremai.

Warga akhirnya melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwenang. Hasilnya ada agenda perburuan ajag yang melibatkan polisi dan Perbakin.

Baca Juga: Kaum Pria Pasti Malu Menderita Penyakit Ini tapi Cobalah Ramuan Daun Pandan untuk Mengatasinya

Namun program perburuan ajag tersebut mendapat sorotan dari pemerhati lingkungan Taufik Fathoni.

Menurut Taufik, perburuan ajag bukan langkah yang bijak. Di satu sisi, hewan tersebut betul meresahkan warga.

Namun perlu diingat juga, ajag termasuk hewan yang harus dilindungi. Yang jadi pertanyaan mengapa ajag sampai turun dari gunung.

Baca Juga: Tubuh Tiba-tiba Ada Memar, Hati-hati Anda Berarti Sudah Terserang Penyakit Mematikan Ini

"Apakah habitat ajag sudah dirusak. Apakah ajag mulai terusik di lingkungannya sehingga turun gunung," ujar Taufik.

Padahal, sebagaimana dilansir dari dishut.jabar.go.id, ajag atau Cuon alpinus termasuk salah satu jenis binatang langka di Indonesia.

Populasinya semakin menurun dan terancam kepunahan. Diperkirakan populasinya di seluruh dunia hanya sekitar 2.500 ekor.

Baca Juga: Tiga Relawan Meninggal setelah Menerima Vaksin Covid-19, Dokter: Korban Tewas Tersambar Petir

Pada 2004, IUCN Redlist memasukan ajag dalam status konservasi endangered (terancam punah). Begitu juga dengan CITES, memasukkan ajag dalam daftar Apendix II.

"Hemat saya, mestinya dicari tahu dulu, apa yang menyebabkan kawanan ajag itu sampai menyerang hewan ternak di pemukiman warga," ucap Taufik.

Baru kemudian dicarikan solusi untuk mengatasinya. Bukannya langsung diburu lalu dibunuh.

Baca Juga: Remaja Ketahuan Gunakan Narkoba, Bisa Dikenali dengan Beberapa Jenis Bau Badannya

Mengingat, ajag betapa pun adalah bagian dari ekosistem yang turut berperan dalam menjaga kelestarian alam.

Ajag itu sebetulnya tidak setiap saat menyerang ternak. Dalam kondisi tertentu saja anjing hutan itu memasuki pemukiman penduduk.

Jadi, "kondisi" yang menyebabkan ajag turun gunung itulah yang harusnya dicari tahu.

Baca Juga: Ibu-ibu Jangan Minta Cerai, Sesungguhnya Suami Bisa Dijadikan Tameng dari Api Neraka

Sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya, tanpa harus membunuh binatang yang memang sudah langka itu.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x