Ada Istilah Populasi Domba di Jatitujuh dan Kertajati Lebih Banyak dari Manusia

- 8 Januari 2021, 06:39 WIB
Penggembala domba menggiring ternaknya untuk mandi di sungai, di kawasan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati, beberapa hari lalu.*
Penggembala domba menggiring ternaknya untuk mandi di sungai, di kawasan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati, beberapa hari lalu.* /Rachmat Iskanda ZP/

ZONA PRIANGAN - Sebagian masyarakat desa di Kecamatan Jatitujuh dan Kertajati, Majalengka memiliki pencaharian dari beternak domba angon.

Tradisi turu temurun itu lebih dikenal dengan sebutan domba kacang.

Saking banyaknya domba di sebuah desa, ada yang menyebut jumlah domba lebih banyak dari jumlah penduduk itu sendiri.

Baca Juga: Terungkap, Jepang Jajah Indonesia Bukan Karena Rempah-rempah atau Emas tapi Incar Pohon Ini

Seorang peternak Didin dan Yati warga Blok Kawaur, Desa Kertajati, Kecamatan Kertajati misalnya dia memiliki hingga 80 ekor domba.

Awalnya mereka mengaku memiliki domba 6 ekor hasil maparon, (beternak milik orang lain).

Setelah beberapa bulan, domba yang dipeliharanya semakin banyak hingga akhirnya domba milik majikannya dikembalikan.

Baca Juga: Hanya di Negara Ini Penduduknya Beragama Islam 100 Persen, Bukan Arab Saudi Loh!

Setiap pagi pukul 10.00 WIB selepas kerja di kebun atau sawah, Didin mulai mepelas domba-dombanya yang ada di kandang.

Lokasi penggembalaan berada di padang rumput di sekitar Bandara Kertajati yang kebetulan saat musim hujan rumput sangat mudah.

Di saat tengah hari, dia memandikan dombanya dengan menggiring semua domba untuk masuk ke sebuah sungai kecil.

Baca Juga: Tubuh Tiba-tiba Ada Memar, Hati-hati Anda Berarti Sudah Terserang Penyakit Mematikan Ini

Ternaknya kemudian melintasi sungai dengan kedalaman 1 meter, yang katanya untuk mendinginkan tubuh ternak.

Setelah itu domba kembali naik ke padang rumput untuk makan.

Menggembala domba dilakukannya hingga pukul 16.00 WIB atau lebih, tergantung jarak penggembalaan dan kondisi rumput.

Baca Juga: Kalau Istri Menyuruh Tidur, Tolong Suami Menurut, Takdir Cuma Allah SWT yang Tahu

“Kalau tengah musim garap lahan, pukul 06.00 WIB pergi ke sawah atau ke kebun dulu, baru pukul 10.00 WIB menggembala," kata Yanti yang membantu suaminya menggiring ternak ke pemandian di sungai.

Kalau tidak sedang menggarap lahan, menggembala domba bisa lebih pagi lagi.

Dari domba peliharaanya Didin dan Yanti bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Baca Juga: 5 Azab Menanti Orang yang Tidak Mau Bayar Utang, Nomor 4 Sangat Mengerikan

Bahkan untuk biaya sekolah anaknya yang paling besar kini sudah duduk dibangku SMK pun dari hasil menggembali kambing.

“Kadang tiap bulan menjual domba untuk kebutuhan di rumah,” kata Yanti.

Kondisi yang sama juga dilakukan Wahyu dan Wardaya warga Desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh.

Baca Juga: Mementingkan Istri Ternyata Termasuk Durhaka Kepada Orangtua, Ini Azabnya!

Setiap pagi mereka menggembala puluhan dombanya ke padang rumput atau ke perkebunan tebu.

Kebetulan rumah Wahyu berdekatan dengan lokasi perkebunan tebu dan pihak PTPN membebaskan masyarakat untuk menggembala selama tidak menganggu tanaman.

Setiap pagi hingga senja hari ratusan domba milik beberapa peternak berkumpul di penggembalaan.

Baca Juga: Pohon Porang Sekarang Punya Nilai Jual, Begini Cara Terbaik Mengembangbiakannya

Sorenya saat pulang domba yang semula menyatu langsung memisahkan diri berkumpul dengan keluarganya masing-masing.

Seolah mereka tahu keluarganya sendiri walaupun tidak diberi tanda apapun.

Demikian juga dengan pemiliknya sangat hapal dengan ternaknya sendiri walau jumlahnya tidak sedikit.

Baca Juga: Cina Ingin Jadi Tuhan, Menguasai Langit dan Bisa Menentukan Cuaca di Dunia

Kepala Desa Jatiraga, Kecamatan Jatitujuh, Carsidik mengungkapkan, ada 5 desa di wilayahnya yang masyarakatnya memiliki pencaharian beternak.

Mereka menggembala domba kacang selain bertani, yakni Desa Jatiraga, Babadjurang, Pilangsari, Sumber Kulon dan Sumber Wetan.

Menurutnya, semua ternak domba di wilayahnya digembalakan ke padang rumput atau di kebun tebu.

Baca Juga: Tiga Relawan Meninggal setelah Menerima Vaksin Covid-19, Dokter: Korban Tewas Tersambar Petir

Tidak ada yang berada di kandang kecuali malam hari. Sehingga pemilik tidak perlu menyabit rumput.

“Pagi digembalakan dan sore pulang,” katanya.

Dari domba tersebut masyarakatnya bisa memenuhi kebutuhan sekunder bahkan tersier.

Pemilik bisa setiap bulan menjual beberapa ekor domba untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Baca Juga: Cina Ingin Mengatur Cuaca Dunia, Kini Giliran Korea Selatan Ciptakan Matahari Buatan

Di Desa Babadjurang malah dikatakan, dibanding jumlah penduduknya lebih banyak domba peliharaan.

Seorang peternah ada yang memiliki domba hingga mendekati 100 ekor.

Tak heran jika pagi atau sore hari domba gembalaan berbaris di jalan raya hingga sulit bagi pengendara untuk melintas.

Baca Juga: Nyeri Sendi atau Rematik Bisa Dicegah Asal Rajin Mengonsumsi Buah Ini

Menurut Kepala Desa Babadjurang Ahmad Basyar, para peternak di saat musim kemarau bisa menggembala ternaknya hingga belasan kilometer.

Sekarang ini musim penghujan jadi rumput mudah. Kalau musim kemarau rumput kering sehingga menggembala bisa lebih dari 10 km.

"Pulang pergi domba dan penggembala berjalan lebih dari 20 km,” kata Ahmad Basyar.

Baca Juga: Tubuh Tiba-tiba Ada Memar, Hati-hati Anda Berarti Sudah Terserang Penyakit Mematikan Ini

Namun itu biasa dilakukan penggembala. Mereka tak pernah mengeluh capek walaupun berjalan jauh.

Ketika menggembala hanya bekal air dan nasi alakadarnya untuk makan di penggembalaan.

Karena ternak di wilayahnya digembalakan, maka tekstur daging ternak tersebut berbeda, lebih kenyal dan berisi.

Baca Juga: Kaum Pria Pasti Malu Menderita Penyakit Ini tapi Cobalah Ramuan Daun Pandan untuk Mengatasinya

Hanya karena dombanya rata-rata berukuran kecil atau disebut domba kacang, hargapun lebih murah dibanding domba lain.

Harganya berkisar antara Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000 per ekor, kecuali menjelang lebaran bisa mencapai Rp 2.000.000 per ekor.

“Domba gunung mah di manja, parab di kandang, makanya tekstur dagingnya beda. Kalau domba kami di gembala lebih berisi,” kata Carsidik.

Baca Juga: Perhiasan Emas yang Dimiliki Ibu-ibu Gampang Bertambah, Ini Rahasianya

Mereka tidak mengetahui kapan dan siapa yang pertama kali beternak domba kacang.

Mereka tahu sejak puluhan tahun warga sudah beternak domba.

Kedepan Carsidik dan Ahmad Basyar berencana membuat kandang sebuah areal agar tersentralisasi dan mudah menggembalakan.

Baca Juga: Ada 10 Dosa yang Bisa Menghambat Rezeki, Nomor 7 Sering Dilakukan Ibu-ibu

Lahannya bisa menggunakan lahan HGU milik PG Jatitjuh.

Sudah ada komunikasi dengan pihak PG, untuk membuat kandnag tersebut.

"Satu peternak bisa membuat kandang lebih besar dibanding yang mereka miliki sekarang sehingga sesuai dengan kapasitas ternak yang dimiliki,” kata Ahmad Basyar.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x