ZONA PRIANGAN - Menyoal tarif PCR yang dikeluhkan banyak orang kini diminta oleh Presiden Jokowoi harganya diturunkan hingga Rp300 ribu.
Namun ternyata berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahkan harga PCR bisa ditekan atau diturunkan lagi hingga Rp275 ribu.
Rocky Gerung yang dalam perbincangannya dengan wartawan senior Hersubeno Arief di YouTube Forum News Network - Rocky Gerung Official, 28 Oktober 2021 menyatakan tentang ironi dari tarif PCR ini.
Bahwa bisa dibayangkan kemarin-kemarin betapa di masa pandemi rakyat diperas dengan harga PCR yang tinggi selangit.
"Kalau dibandingkan harga ekonomisnya sebenarnya hanya Rp80 ribu, di India itu tarif PCR hanya Rp85 ribu. Jadi kalau mau gampang kita beli saja dari India dan dinaikkan dua kali lipat tetap lebih murah jadi Rp160 ribu," kata Rocky Gerung.
Jadi, lanjut Rocky Gerung, ini terjadi karena memang persoalannya adalah dibelakangnya ada permainan fee.
Para importir disponsori oleh kekuasaan untuk menampung PCR ini dan memang stoknya jadi banyak dan harus terdistribusi kalau tidak ingin bangkrut, padahal keuntungannya sudah berlebih.
"Jadi mesti ada audit betul-betul untuk memperlihatkan bahwa ini adalah perampokan. Kita rakyat dirampok oleh penyelenggara PCR dan perampokan itu disponsori oleh negara, itu dalilnya," imbuh Rocky.
Itu dalilnya kita sebut ini perampokan, karena dari awal negara tahu kalkulasinya bahwa PCR sebenarnya bisa seharga Rp275 ribu lewat penelitian BPKP. Mengapa saat ditetapkan Rp1,5 juta Pemerintah diam saja.
Baca Juga: Momen Mendebarkan, Saat Hiu Putih Besar Berupaya Menerobos Pintu Sangkar Kaca Seorang Penyelam
"Padahal harga Rp275 ribu jika dibandingkan dengan tarif di luar negeri juga terpaut jauh, mahal betul. Jadi, tetap mesti ada penelitian lebih jauh terhadap daftar para pemain PCR dan saya kira ICW juga sudah mulai bergerak untuk meneliti.
"Ada akuntansi yang buruk dalam hal ini dan terkesan ada penipuan dan itu bisa dijadikan pidana, karena mengambil keuntungan tak wajar pada saat rakyat mengalami penderitaan dan itu melanggar Undang-Undang Kesehatan," pungkasnya.***