Pengajar Tidak Dapat Honor Sepeserpun, Ketua Komisi IV DPRD Majalengka Berharap Perbup Segera Dibuat

- 23 Agustus 2022, 19:54 WIB
Ilustrasi Guru mengajar dua kelas berbeda dalam satu ruangan yang disekat lemari dan tripleks .
Ilustrasi Guru mengajar dua kelas berbeda dalam satu ruangan yang disekat lemari dan tripleks . /Pikiran Rakyat / Bambang Arifianto

ZONA PRIANGAN - Komisi IV DPRD Kabupaten Majalengka dorong penerbitan Peraturan Bupati sebagai penjabaran dari Perda No 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pendidikan terutama pasal poin 34 dan 35 yang memuat perihal Diniyah Takmiliyah.

Ketua Komisi IV DPRD Majalengka Jen Hanurajasa TR, penerbitan Perda sudah cukup lama dibuat namun hingga saat ini belum efektif dilaksanakan mengingat Peraturan Bupati yang belum dibuat. Padahal salah satu poin terpenting dalam Perda pendidikan diantaranya adalah menyangkut pendidikan Diniyah non formal dan pendidikan Diniyah Takmiliyah yang hingga saat ini belum mendapat pengakuan atau pasilitas dari Pemerintah Daerah.

Penyelenggaraan pendidikan tersebut selama ini sepenuhnya mengandalkan relawan yang fasilitatornya atau guru ngajinya demikian juga dengan biaya operasional penyelenggaraannya sepenuhnya relawan.

Baca Juga: Pemerhati Politik: Puan Maharani Mewakili Perempuan di Pilpres 2024

Disisi lain menurut Zen,Pemerintah Kabupaten Majalengka menyebut peduli terhjadap keagamaan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat, SDM yang baik, moral yang baik, hingga muncul prorgam magrin mengaji, mengaji sebelum belajar dan sebagainya.

“Program-program ini belum berjalan,” kata Jen.

Diniyah Takmiliyah yang memberikan pelajaran agama terhadap anak-anak di masyarakat, terutama dibiarkan dengan penyelenggaraan operasional yang memprihatinkan.

Pada pasal 42 dan 43 poin 34 dan 35 disebutkan, “Pendidikan Diniyah non formal adalah pendidikan keagmaan Islam yang diselenggarakan dalam bentuk Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT), pendidikan Al Qur’an, Majelis Taklim, atau bentuk lain yang sejenis, baik di luar maupun di dalam pesantren pada jalur pendidikan non formal”

Baca Juga: 237 Warga Binaan di Majalengka Mendapatkan Remisi, 5 Orang Langsung Bebas

Poin 35 disebutkan “Diniyah takmiliyah yang selanjutnya disebut MDT adalah lembaga pendidikan keagmaan Islam adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam pada jalur pendidikan non formal yang diselenggarakan secara terstuktur dan berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan pendidikan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar,menengah dan tinggi”

Menurut Jen Hanurajasa, agar penyelenggaraan pendidikan MDT tersebut bisa berjalan efektif dan menunjukan keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan agama Islam dan masyarakat maka perlu diterbitkan Perbup sebagai penjabaran Perda yang didalamnya secara luas menjelaskan MDT hingga keberpihakan anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan Diniyah Takmiliyah tersebut.

Sekarang ini pengajar tidak ada yang mendapatkan honor sepeserpun, penyelenggaraan operasional sepenuhnya dibebankan pada orang tua yang setorannya juga tidak jelas karena ada yang memberi ada juga yang tidak.

Baca Juga: Ribuan Masker Digantung Sambut HUT RI, Warga: Semua orang sudah jenuh dengan kondisi Covid-19

“Pada MDT ini peran Pemda nol, padahal idealnya BOP dibantu pemda. DPRD sendiri sulit meminta pemgalokasian anggaran karena Perbup tidak ada,” katanya.

Pengajuan perbup bisa dilakukan Kesra yang ada di Setda yang menangani keagamaan atau mungkin Kementrian Agama, hanya persoalannya Kementrian Agama stuktur kelembagaanya tidak di bawah pemda sehingga kecil keungkinan bisa mengajukan Perbup.

Perlunya intervensi terhadap sekolah agama yanga da dibawah naungan Kementrian Agama, karena mereka adalah anak didik warga Majalengka yang juga perlu mendapat perhatian pemerintah daerah

Kepala Seksie Pendidikan Madrasah Kementrian Agama Kabupaten Majalengka Aef Saefulloh membenarkan belum adanya bantuan Pemerintah Daerah.

Sekolah-sekolah berbasis pendidikan agama Islam atau madrasah biaya operasionalnya menjadi beban penyelenggara.

Baca Juga: Karnaval Kue Merah Putih Sambut Perayaan HUT RI di Majalengka

Untuk sekolah formal seperti MI, MTs ataupun MA sepenuhnya mengandalkan dana BOS, padahal tidak semua sekolah memiliki jumlah siswa atau murid yang banyak seperti halnya di MI Maja yang jumlah siswa setiap kelasnya hanya 6 orang, sementara biaya operasional sama seperti halnya dengan sekolah yang jumlah muridnya banyak.

Di sekolah-sekolah madrasah inipun guru-gurunya kebanyakan honorer yang gajinya hanya Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per bulan.

“Namun ya itu sekolah-sekolah berbasis agama ini tetap bisa berjalan, karena guru-gurunya punya moto ‘Iklas Beramal’ . Namun tentu mereka juga sebenarnya butuh imbalan,” ungkap Aef.

Baca Juga: Mengenal Tradisi King Ho Ping, Megantarkan Roh Leluhur

Dia mengaku sangat bersyukur manakala pemerintah Kabupaten Majalengka bersedia mengalokasikan anggaran untuk guru honorer seperti halnya honor yang diberikan kepada guru dibawah naungan Dinas Pendidikan, serta bentuk bantuan lainnya ke sekolah-sekolah MI, atau MD yang menjadi binaan Kemenang.

“Guru honorer yang sudah mendapatkan sertifikasi setiap bulannya bsia mendapat Rp 1.500.000, namun honrer yang belum mendapat sertifikasi honornya hanya sekitar Rp 250.000 dengan beban kerja yang sama,” ungkap Aef.

Jumlah guru madrasah sendiri kini terus berkurang, jumlah yang menjalani pensiun tidak berbanding lurus dengan pengangkatan guru. Tak heran jika di sekolah-sekolah kini banyak guru honorer untuk tugas mengajar.***

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x