Makam Besar Tan Sam Cay Kong Selalu Menarik Perhatian, Ternyata Punya Nama Muslim Mohammad Syafi’i

- 25 Juli 2020, 13:02 WIB
MAKAM Tan Sam Cay Kong  di Jln. Sukalila Utara Cirebon.*
MAKAM Tan Sam Cay Kong di Jln. Sukalila Utara Cirebon.* /

ZONA PRIANGAN - Jalan-jalan ke Cirebon pasti bakal mampir ke Pasar Pagi untuk membeli kuliner khas kota udang itu.

Saat berbelanja di Pasar Pagi, kadang kendaraan pengunjung terpaksa parkir di luar area pasar dan memanfaatkan badan Jalan Sukalila Utara.

Saat di Jalan Sukalila Utara itulah, banyak masyarakat luar Kota Cirebon yang penasaran ada makam dengan ukuran besar.

Baca Juga: Cerita Munjul Bangke dan Misteri Cikurubuk Sekitar Waduk Darma Kuningan

Kompleks pemakaman keluarga itu, letaknya sekitar 100 meter di belakang Pasar Pagi Cirebon.

Bukan hanya ukurannya saja yang besar, makam itu menarik perhatian karena sering banyak orang berkerumun di sana.

Apalagi waktu zaman perjudian marak, orang banyak berkumpul di sana untuk mendapatkan wangsit -- pemberian nomor -- untuk dipasang di undian judi.

Baca Juga: Cuma Soal Sepele di Meja Makan, Cinta Laura Dapat Teguran

Namun, seiring perjudian dilarang, orang yang mencari wangsit pun menghilang dari komplek makam besar itu.

Lantas makam siapakah itu, hingga mampu menyedot perhatian banyak orang?

Makam kuno yang dikeramatkan itu dikenal sebagai tempat dikuburnya Tan Sam Cay Kong.

Baca Juga: Kalau Tidak Mau Kena Tilang, Pahami Fungsi Ruang Henti Khusus

Menurut catatan sesepuh Tionghoa Cirebon, mendiang Iwan Satibi (Ie Tiong Bie), Tan Sam Cay adalah seorang muslim Tionghoa yang mempunyai nama Mohammad Syafi’i.

Di zaman Sunan Gunungjati tugasnya sebagai seorang bendaharawan keraton dan dianugerahi juga sebagai “Tumenggung Arya Dipa Wira Cula”.

Di daerah Sembung, tempat pemakaman para Sultan Cirebon saat itu berdiam seorang Tionghoa muslim lainnya, seorang penghulu Tan Eng Hoat dengan nama muslim Ifdil Hanafi.

Baca Juga: Kebagusan Itu Nama Seorang Putri Cantik yang Bunuh Diri, Kalau Ragunan Gelar untuk Tuan Tanah

Beliau ini merupakan seorang pengikut Sunan Gunung Jati dan diangkat menjadi raja muda dengan gelar Pangeran Adipati Wira Sanjaya dengan tempat tugas di Kadipaten (Majalengka).

Ia wafat pada tahun 1564 dalam peperangan melawan “orang kafir” di daerah Galuh (Garut). Ia dimakamkan di sebuah pulau di tengah telaga.

Pangeran Adipati Wira Sanjaya mempunyai seorang putri bernama Tan Hong Tien Nio yang dipersunting oleh Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Jabar Bergerak Bagikan Sembako untuk Tokoh Agama dan Veteran

Sewaktu pernikahannya, ujar Iwan Satibi, Sang putri diarak dari Sembung ke Astana Gunung Jati Cirebon.

Sebagai pengawalnya adalah seorang kemenakan sang Adipati, yaitu Tan Sam Cay.

Dari sinilah awal karier Tan Sam Cay di lingkungan istana Sunan Gunung Jati. Tugas sebagai bendaharawan kesultanan dilanjutkan setelah Sunan Gunung Jati wafat pada 1564.

Baca Juga: Lovren Dilepas ke Zenit, Liverpool Siapkan Pemain Muda di Lini Belakang

Setelah Sunan Gunung Jati wafat, maka Tan Sam Cay mulai melakukan penyimpangan dalam melaksanakan ajaran Islam.

Ia mulai melakukan sembahyang di kelenteng. Tindakan inilah yang membuat kalangan keraton Cirebon membencinya.

Demikian juga seorang penjaga makam keramat di Astana Gunung Jati pun turut membencinya.

Baca Juga: Kepala Dinas PU Banjar Diperiksa, KPK Belum Umumkan Tersangka

Sehingga sewaktu Tan Sam Cay ini meninggal, sang penjaga kubur yang juga seorang muslim Tionghoa bernama Mohammad Murjani (Kung Sun Pak) melarang dimakamkan di komplek Astana Gunung Jati.

Karena itu oleh keluarganya, Tan Sam Cay dimakamkan di pemakaman keluarga di daerah Sukalila yang terletak di sebelah barat Pasar Pagi (saat ini).

Tanah makam keluarga ini adalah sebagai hadiah dari Kesultanan Cirebon.

Baca Juga: Real Madrid Siap Lepas 7 Pemainnya

Karena letaknya di jantung Kota Cirebon, makam Tan Sam Cay pung jadi selalu menarik perhatian.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah