Pemimpin tim dari Rusia ini, Evgeny Chuvilin mengatakan kepada Vice bahwa walaupun akumulasi gas bisa berlangsung bertahun-tahun, bisa juga terjadi secara cepat akibat perubahan dalam sifat fisik permafrost, termasuk akibat perubahan iklim.
Para ilmuwan mencoba memahami interaksi letak permukaan akibat peningkatan suhu dan dengan akumulasi gas di kawasan dalam ini.
Baca Juga: The Shaft, Misteri Lubang Dekat Gunung Gambier Australia yang Meminta Korban 4 Nyawa Penyelam
Saat ini, tim tengah mempelajari C17 sebuah kawah baru yang muncul dua bulan setelah sebuah ledakan di Semenanjung Yamal, Siberia pada musim panas 2020.
Daratan yang membeku permanen atau permafrost bisa mengalami kerusakan jika mencair, dan inilah yang terjadi akibat perubahan iklim pada lapisan beku ini.
Ketika mencair, lapisan ini melepaskan gas rumah kaca dan permukaannya menjadi tidak stabil seperti yang terjadi di Siberia.
Ditemukan bahwa terbentuknya gas metana inilah yang bertanggung jawab berbagai ledakan es di seluruh Siberia.
Ketika pencairan dimulai, permafrost menjadi lemah, karena tidak bisa menopang meningkatnya tekanan metana dari kedalaman.***