Sanghyang Kenit Cocok untuk Munggahan, Ingat Wisatawan Jangan Memegang Batu Stalaktit dan Stalagmit

22 Maret 2021, 17:04 WIB
Bermain rakit bambu merupakan salah satu kegiatan yang bisa dilakukan di kawasan Sanghyang Kenit Rajamandala Kab. Bandung Barat.* /zonapriangan.com /Parama Ghaly

ZONA PRIANGAN - Objek wisata Sanghyang Kenit Desa Rajamandala Kabupaten Bandung Barat kini jadi destinasi favorit wisatawan.

Menjelang Bulan Ramadan, Sanghyang Kenit dijadikan tempat untuk menggelar munggahan sejumlah warga Bandung dan sekitarnya.

Tidak heran jika jumlah kunjungan ke Sanghyang Kenit mendekati akhir Maret 2021 terus meningkat, utamanya mereka yang menggelar munggahan.

Baca Juga: Ada Diskon Hingga 90 Persen Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Tebing Breksi Masih Menyimpan Hal Ghaib, Jangan Berbuat Tak Senonoh agar Terhindar Petaka

Sanghyang Kenit memang cocok untuk menggelar tradisi munggahan (makan bersama) sejumlah komunitas, mulai kelompok sepeda hingga senam.

Mereka yang malas membawa perbekalan makanan, tidak perlu khawatir karena di sana banyak warung yang menjajakan kuliner tradisional.

Selain bisa menggelar tradisi munggahan, banyak aktivitas yang bisa dinikmati wisatawan di kawasan Sanghyang Kenit.

Baca Juga: Bukit Jamur, Banyak Wisatawan yang Penasaran Ingin Bergaya di Kaki Gunung Patuha Itu

Baca Juga: Kuliner di Waduk Cirata Serba Dadakan, Pembeli pun Harus Menunggu Ayam Disembelih

Wisatawan bisa berendam di aliran Sungai Citarum, bermain rakit bambu, tubing, hingga rafting.

Untu kegiatan rafting memang ditentukan oleh debit air aliran Sungai Citarum dan baru bisa dilakukan jika alirannya deras.

Banyak spot foto yang bisa dimanfaatkan wisatawan di sepanjang aliran Sungai Citarum, dengan latar belakang batu-batu yang unik.

Baca Juga: Kemping di Tepian Waduk Jatiluhur, Wisata yang Menyenangkan

Baca Juga: Waduk Jatigede, Kesurupan Massal dan Kuburan yang Ditenggelamkan

Gua Sanghyang Kenit.* Parama Ghaly

Jika wisatawan ingin sedikit kegiatan yang menantang, maka bisa melakukan susur gua.

Cuma untuk masuk ke Gua Sanghyang Kenit, setiap wisatawan dikenakan tiket kembali sebesar Rp25 ribu.

Tiket itu berbeda dengan ketika wisatawan yang baru masuk dikenakan pungutan Rp10 ribu.

Baca Juga: Sudah Merasakan Goyangan hingga Menjerit-jerit, Kok Bayarnya Cuma Rp 2.000,00

Baca Juga: Hutan Mati Tidak Seseram yang Dibayangkan

Setiap wisatawan yang mengikuti kegiatan susur gua dibatasi jumlahnya maksimal lima orang untuk setiap trip.

Ada tiga pemandu yang mengawal kegiatan susur Gua Sanghyang Kenit, masing-masing mengambil posisi depan, tengah dan belakang.

Selama perjalanan susur Gua Sanghyang Kenit, para pemandu menjelaskan sejarah dan beberapa bagian batuan yang unik.

Baca Juga: Cerita Munjul Bangke dan Misteri Cikurubuk Sekitar Waduk Darma Kuningan

Baca Juga: Saat Kolam Dikuras, Ikan Dewa di Cibulan Menghilang, Misteri Itu Belum Terpecahkan

Seorang pemandu, Dadan mengatakan, panjang Gua Sanghyang Kenit mencapi 150 meter dengan rute perjalanan membentuk huruf U.

"Gua Sanghyang Kenit ini sebenarnya nyambung ke Gua Tikoro. Namun perjalan ke Gua Tikoro lebih ekstrim lagi," ujar Dadan.

Bahkan untuk memasuki Gua Tikoro, wisatawan dikenakan biaya yang lebih mahal lagi, karena perjalanannya bisa memakan waktu lebih lama.

Baca Juga: Perjanjian Linggarjati, Belanda Ngotot Ingin Menguasai Bangunan Bekas Gubuk Janda Jasitem

Baca Juga: Unik, Jumlah Kawanan Kera di Taman Kalijaga Tidak Pernah Berubah

Dadan mengingatkan wisatawan yang memasuki Gua Sanghyang Kenit dilarang memegang batu stalaktit dan stalakmit.

Sebab telapak tangan manusia mengandung zat garam yang bisa mematikan pertumbuhan batu stalaktit dan stalakmit.

Beberapa batu stalaktit dan stalakmit di Gua Sanghyang Kenit sudah ada yang mati karena sering dipegang wisatawan.

Baca Juga: Wisatawan Perlu Tahu, di 4 Pantai Ini Diberlakukan Larangan Merokok

Baca Juga: Di Pantai Ini Banyak Monyet, Wisatawan Dilarang Mempertontonkan Aurat

Dadan menyesalkan hal itu karena untuk tumbuh 1cm saja, batu stalaktit dan stalakmit butuh waktu 10 tahun.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler