Warga Desa Lumbu Masih Menurut Pesan Sesepuh, Tidak Berani Tebang Pohon Bambu Sembarang Waktu

1 Agustus 2020, 08:45 WIB
ANGKLUNG produksi warga Desa Lumbu sudah dikenal sejumlah wisatawan.*/PARAMA GHALY /

ZONA PRIANGAN - Sedikit saja yang tahu di Kabupaten Kuningan ternyata ada sentra kerajinan angklung, tepatnya di Desa Lumbu Kecamatan Cigugur.

Di sana telah berdiri Sanggar Angklung Lumbu.

Walau belum setenar Saung Angklung MangUdjo di Padasuka, Bandung, Sanggar Angklung Lumbu mulai merintis ekonomi kreatif dengan mengedepankan produksi yang berkualitas.

Baca Juga: Sebelum Sukses, Tujuh Penyanyi Ini Pernah Manggung dan Terima Uang Saweran

Bahkan, sanggar tersebut tidak melulu fokus pada angklung, tapi juga menghasilkan suling, calung, dan arumba yang terjamin kualitasnya.

Aktivitas produksi Sanggar Angklung Lumbu sebenarnya tidak terlalu dipusingkan dengan bahan baku.

Sebab, di lingkungan Desa Lumbu banyak terdapat pohon bambu yang memenuhi syarat untuk dijadikan angklung.

Baca Juga: Pasien Covid-19 Depresi, Pilih Akhiri Hidup dengan Loncat dari Gedung Bertingkat

Cuma para perajin angklung di Desa Lumbu tidak mau main tebang bambu sembarang waktu.

Mereka masih memegang tradisi leluhur dan hanya berani menebang bambu pas musim nijih (musimtanam) antara Bulan Februari hinggaJuni.

Pendiri Sanggar Angklung Lumbu, Pendi mengatakan, bambu-bambu yang tumbuh di Desa Lumbu kualitasnya sudah menjadi jaminan untuk bahan baku angklung.

Baca Juga: Waduk Jatigede, Kesurupan Massal dan Kuburan yang Ditenggelamkan

Bambu hitamnya bagus untuk bagian ruang, sedangkan bambu suratnya cocok untuk tangkai.

Namun para perajin kadang tidak bisa melakukan penyimpanan (menyetok) bambu dalam jumlah banyak.

Sebagian besar perajin paling menebang bambu hanya sekali dalam setahun, bertepatan dengan musim tanam saja.

Baca Juga: Jelang Final FA Cup : Arsenal Vs Chelsea Malam ini Sabtu 1 Agustus 2020 Live RCTI Pukul 23.00 WIB

Di luar musim tanam, perajin enggan menebang bambu karena hasil yang didapat kurang bagus.

Bambu-bambu yang ditebang selain di musim tanam, dipastikan kualitasnya bakal jelek.

"Tidak hanya kualitas suaranya kurang bagus, tapi juga secara fisik gampang rusak. Paling lama bertahan hanya lima bulan,” jelas Pendi.

Baca Juga: Andalkan Aransemen Gitar Akustik, Jacqueline Bawakan Lagu Kangen

Perajin angklung di Desa Lumbu mempercayai, bambu yang ditebang di luar musim tanam banyak mengandung hama.

Kearifan local lainnya yang masih dijaga, yakni mereka tidak menebang bambu pada hari pasaran Legi.

Penebangan bambu pun lebih banyak dilakukan di pagi hari. Setelah ditebang, bamboo harus dikeringkan selama satu tahun.

PERAJIN angklung di Desa Lumbu belajar secara otodidak.*/PARAMA GHALY

Baca Juga: Sepuluh Orang Meninggal Setelah Minum Sanitiser dengan Air

Dengan memperhatikan hal-hal itu, perajin angklung Lumbu berkeyakinan angklung yang dihasilkannya berkualitas.

Pendi mengungkapkan, sekali melakukan penebangan paling menghasilkan bambu dalam dua mobil. Kalau dihitung mungkin ada sekitar 200 batang bambu.

Jumlah bambu tersebut diperuntukan produksi selama satu tahun.Permasalahannya, saat datang pesanan angklung dalam jumlah banyak, sementara stok bambu sudah habis.

Baca Juga: 150 Warga Kampung Saparako Jajaway Terima Paket Sembako

Permintaan pesanan kadang harus ditunda, karena perajin tidak berani menebang bambu di sembarang waktu.

“Perajin pun tidak bisa menebang bambu dalam jumlah banyak pada waktu yang pas. Itu terkait dengan permodalan yang dimiliki. Pas musim tebang, modal tidak ada. Sebaliknya pas dapat modal, namun bukan waktunya untuk menebang bambu,” tutur Pendi.

Sebenarnya, para perajin angklung di Desa Lumbu cukup mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kuningan.

Baca Juga: DPRD Pangandaran Pilih Sapi Jantan Untuk Hewan Kurban, Ini Alasannya

Dalam hal promosi dan pemasaran, perajin angklung di sana sudah merasakan peran pemerintah.

Namun, para perajin masih berharap bisa mendapatkan permodalan, terutama pas musim tebang bambu.

Dengan memiliki modal yang besar, tentunya para perajin bisa melakukan penebangan sekaligus menyetok bamboo dalam jumlah banyak.

Baca Juga: Penampilan Panitia Kurban Mirip Petugas Medis, Warga Tak Boleh Mendekat

Pesanan angklung produksi perajin Desa Lumbu, sebagian besar datang dari Wilayah 3 Cirebon.

Terutama instansi-instansi pemerintah dan sekolah, sudah percaya dengan angklung buatan perajin Desa Lumbu.

Bahkan angklung Desa Lumbu sudah merambah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi. Pesanan dalam jumlah banyak dan paling jauh, yakni Pekanbaru dan Batam.

Baca Juga: Rumahnya Ludes, Penderita Stroke Tewas Terbakar

Sedangkan wisatawan yang datang langsung ke Sanggar Angklung Lumbu, biasanya membeli per satuan.

Harga angklung per satuan yang biasa dijual ke wisatawan antara Rp 40.000,00 hingga Rp 75.000,00. Itu tergantung ukuran besar dan kecilnya angklung.

"Biasanya wisatawan yang dating ke sini membeli angklung untuk kenang-kenangan, bukan untuk dimainkan mengiringi lagu,” ujar Pendi, sambil menambahkan kalau untuk pesanan sekolah biasanya satu set (31 angklung) dijual dengan harga Rp 1,5juta.

Baca Juga: Polresta Bandung Sembelih 18 Ekor Sapi dan 39 Kambing, Distribusi Daging Door to Door

Pendi mengaku, para perajin angklung Desa Lumbu belajar secara otodidak. Mulai dari pemilihan bambu yang lurus dan ruasnya panjang, memotong dan merangkai bambu, hingga menyetem suara tanpa mengikuti pelatihan.

Secara turun temurun, para perajin hanya memperhatikan para pendahulunya. Warga Desa Lumbu mulai menggeluti kerajinan angklung setelah dikenalkan oleh Bapak Daeng Sutikna dan Bapak Jaya.

Semula warga Desa Lumbu hanya iseng membuat angklung dan untuk kepentingan sendiri.

Baca Juga: Polisi dan TNI Razia Masker di Kawasan Jatibarang

Namun mulai tahun 2005 mereka kemudian mendirikan sanggar dan memproduksi angklun gdalam skala besar.

Kini angklung produksi perajin Desa Lumbu pun mulai dikenal di sejumlah daerah, karena sering dikunjungi wisatawan.

Para perajin angklung Desa Lumbu pun bangga, dengan mempertahankan kearifan lokal, mereka bisa menghasilkan angklung yang memenuhi kualitas suara dan fisik angklung yang prima.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler