ZONA PRIANGAN - Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Bos Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin dalam posisi tidak aman.
Bom tidak hanya mengancam pasukan Moskow di Ukraina, tapi juga bom bisa meledak di Rusia yang dekat dengan pusat pemerintahan di Kremlin.
Ancaman sudah terbukti ketika terjadi ledakan di Kafe Street Food Bar #1, yang sebelumnya dimiliki oleh Yevgeny Prigozhin.
Ledakan bom itu telah membunuh blogger pro-Putin Vladlen Tatarsky. Tercatat sedikitnya 32 orang terluka, dengan 24 orang dibawa ke rumah sakit. Sepuluh orang dikatakan dalam kondisi serius.
Tentara Republik Nasional (NRA) mengaku bertanggung jawab atas serangan bom itu. Mereka menegaskan, serangan akan berlanjut untuk menghancurkan rezeim saat ini.
Seusai serangan bom, pihak berwenang Rusia menangkap Darya Trepova (26), yang disebut NRA tindakan itu salah tangkap dan hanya untuk mencari kambing hitam.
Sebelum serangan di kafe, NRA juga mengku bertanggung jawab atas pengeboman mobil yang menewaskan Darya Dugina, putri filsuf politik sayap kanan Rusia Alexander Dugin, pada Agustus tahun lalu.
Ilya Ponomarev, mantan politikus Rusia dan aktivis anti-Putin, bertindak sebagai juru bicara dan perwakilan kelompok partisan.
Dia mengatakan kepada Express.co.uk bahwa dia memiliki pengetahuan sebelumnya tentang serangan itu dan mengatakan ada harapan bahwa bos Grup Wagner Prigozhin juga akan hadir di acara tersebut. Express.co.uk tidak dapat memverifikasi klaimnya.
Baca Juga: Gunakan Rudal Javelin Tentara Ukraina Habisi Konvoi Tank Baja Vladimir Putin di Pertempuran Donetsk
Ponomarev menjelaskan bahwa partisan ingin menjelaskan kepada elit Kremlin yang menopang rezim Putin, bahwa mereka tidak bisa lagi menghindari konsekuensi pembunuhan.
Dia berkata: "Penonton adalah para elit: 'waspadalah, kamu tidak aman lagi, Putin tidak dapat melindungimu, kami ada di mana-mana'."
Mantan anggota parlemen Rusia, yang sekarang tinggal di Kiev, menambahkan: “Para partisan menentang sistem politik saat ini di Rusia dan ingin menghapusnya."
"Mereka tidak dapat bergabung dalam pertempuran di militer, tetapi mereka memegang garis depan di dalam Rusia," ungkapnya.
Dalam pernyataannya, NRA Saint Petersburg mengatakan, mereka mengatur dan melakukan serangan terhadap penjahat perang Tatarsky, yang bernama asli Maxim Fomin.
Mereka bersikeras bahwa mereka telah bertindak "secara otonom" dan tanpa bantuan dari dinas intelijen asing.
Para partisan mengakhiri pernyataan mereka dengan menyerukan kepada sesama warga Rusia untuk melawan Vladimir Putin dan rezimnya.***