Perusahaan China Akan Bangun Smelter, Kelola Tambang Tembaga di Halmahera

23 Januari 2021, 16:47 WIB
ILUSTRASI lokasi penambangan.* /Pixabay /Vined


ZONA PRIANGAN - Perusahaan China, Tsingshan Steel akan membangun fasilitas pengolahan tambang (smelter) di Halmahera.

Tsingshan Steel bersedia menanamkan investasi USD 1,8 miliar, menjadikan smelter di Teluk Weda di Halmahera terbesar di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Penanaman Modal, Luhut Panjaitan mengatakan, Tsingshan Steel didatangkan untuk percepatan pembangunan smelter.

Baca Juga: Tidak Kalah dari Mbak You, Ramalan The Simpsons Jadi Nyata, Kamala Haris Jadi Wapres AS

Menurut Luhut, sudah ada kesepatakan antara pemerintah Indonesia dengan Tsingshan Steel dalam merencanakan smelter di Halmahera.

Dikutip dari Asia Times 29 November 2020, kesepakatan pembangunan smelter itu akan ditandatangani sebelum Mare 2021.

"Kami senang dengan kesepakatan tersebut," kata Luhut.

Baca Juga: Mbak You Sempat Melihat Kanjeng Roro Kidul, Wajahnya Sangat Cantik

Pada praktiknya nanti, Tsingshan Steel China akan membangun smelter untuk mengolah hasil tembaga.

Sebagaimana diberitakan jurnalpresisi.com sebelumnya dalam artikel "Luhut Binsar Panjaitan Sepakat Perusahaan China Bangun Smelter di Halmahera".

Sebelumnya, raksasa pertambangan Freeport Indonesia (PTFI) mengusulkan smelter tembaga baru, namun berlarut-larut hingga kini.

Baca Juga: Setelah Menikah dengan Siluman Ular, Paranormal Mbak You Merasa Kesepian

Sebenarnya saat ini ada pilihan memperluas pabrik peleburan tembaga Mitsubishi di Gresik, Jawa Timur.

Namun pembangunan peleburan baru akan menelan biaya yang jauh lebih mahal di kawasan industri terdekat.

Pilihan lainnya adalah mengalihkan seluruh proyek ke Halmahera sebagai bagian dari pusat peleburan terintegrasi.

Baca Juga: Mbak You Pastikan Kebenaran Menikah dengan Ular Siluman Kiai Slamet dan Punya Saksi

Luhut Panjaitan serta sumber lain yang mengetahui kesepakatan tersebut, sama- sama mengatakan bahwa Tsingshan telah setuju, untuk menyelesaikan smelter dalam waktu 18 bulan.

Mitsubishi dan Freeport menandatangani perjanjian pada 13 November untuk menambah 300.000 ton ke kapasitas satu juta ton fasilitas saat ini.

Freeport masih siap, walaupun masih enggan untuk membangun smelter baru jika kesepakatan Tsingshan gagal.

Baca Juga: Suami Mbak You Ternyata Seekor Siluman Ular Bernama Kiai Slamet

Perusahaan juga berkomitmen untuk pembangunan kilang logam mulia di lokasi yang sama sekarang setelah izin ekspornya telah berakhir.

Ekspor mencakup lendir anoda, sedimen yang kaya akan emas, perak, selenium dan telurium yang tersisa dari proses peleburan.

Kebingungan masalah smelter selama dua tahun terakhir akibat birokrat senior dan politisi tampaknya berbeda di mana seharusnya lokasinya.

Baca Juga: UFO Tampakan Diri Sebanyak 10.015 Kali, Terekam CCTV Selama 40 Detik di Langit California

Walaupun, kesepakatan Tsingshan telah disepakati, namun masih harus membutuhkan persetujuan pemerintah.

Menteri Pertambangan dan Energi Arifin Tasrif masih terus membahas masalah ini.

“Yang penting bagi pemerintah, pengolahan konsentrat tembaga itu berlangsung di dalam negeri,” ujar Arifin tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Baca Juga: Kebangkitan Komunis Menguat, Mulai Tercium Masuk Dalam Urusan Militer

Luhut telah menjadi pendukung utama perpindahan smelter ke Halmahera yang kaya nikel.

Hal itu membuat Freeport dan komunitas pertambangan Indonesia sama sekali tidak sadar pada Juni lalu dengan mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo telah menyetujui rencana tersebut.

Dia juga penggerak utama di balik industri kendaraan listrik yang direncanakan, dengan produsen mobil Korea Selatan Hyundai.

Baca Juga: Cina Ingin Jadi Tuhan, Menguasai Langit dan Bisa Menentukan Cuaca di Dunia

Hyundai sebagai investor awal USD 1,5 miliar dan LG Chemical tertarik untuk membangun pabrik baterai lithium di lokasi yang sama di dekat Jakarta.

Tsingshan juga berencana untuk menyelesaikan pabrik baterai lithium di Weda Bay pada tahun 2023.

Pabrik peleburan tembaga baru akan menyediakan asam sulfat yang dibutuhkan untuk memproduksi feronikel kualitas rendah untuk pasar baja tahan karat dan juga untuk memulihkan kobalt dari baterai lithium bekas.

Baca Juga: Pesawat Pembom Xian H-6 China Mengudara, Kalimantan Bisa Jadi Sasaran Tembak dalam Sekejap

Indonesia memiliki 80% elemen yang dibutuhkan untuk produksi baterai litium, termasuk kobalt, mangan, aluminium, bahkan elemen tanah jarang.

Tapi di cakrawala juga adalah pabrik daur ulang di Halmahera yang pada akhirnya dapat menghilangkan kebutuhan mineral baru dalam proses produksi.

Tembaga Freeport akan menjadi sumber kabel dan suku cadang lainnya untuk industri mobil listrik rumahan yang dibayangkan oleh Luhut Panjaitan.

Baca Juga: Pesawat Bawah Laut Cina Ditemukan Nelayan, Lakukan Operasi Rahasia di Perairan Indonesia

Menurut salah satu perkiraan ahli, kendaraan listrik baterai menggunakan tembaga sebanyak 83 kilogram, dibandingkan dengan 23 kilogram untuk mesin pembakaran internal.

Layanan investasi Seeking Alpha mengatakan baru-baru ini bahwa perusahaan induk anak perusahaan Indonesia, Freeport McMoRan Copper & Gold (FCX), memiliki peluang unik di dunia.

Peluang itu terkait harga tembaga yang tinggi untuk dimanfaatkan sebagai kendaraan listrik yang terus meningkat.

Baca Juga: 5 Azab Menanti Orang yang Tidak Mau Bayar Utang, Nomor 4 Sangat Mengerikan

Jika hal itu terus berjalan, kesepakatan dengan Tsingshan akan menyelamatkan pemerintah Indonesia dan FCX ​​sekitar USD 3 miliar.

Sebagai pemilik mayoritas baru PTFI, pemerintah sudah harus membayar setengah dari biaya ekspansi bawah tanah.

Indonesia memiliki tambang Grasberg di Dataran Tinggi Tengah Papua, cadangan emas terbesar dunia dan tambang tembaga terbesar kedua.

Baca Juga: Ada Tujuh Perkara yang Bisa Menerangi Kegelapan Alam Kubur, Umat Muslim Perlu Tahu

Tambang Grasberg sebagai salah satu operasi penambangan paling menguntungkan di dunia.

Hal itu, berkat simpanan emasnya yang kaya dan berkontribusi sekitar sepertiga dari total portofolio FCX, yang mencakup tambang tembaga di AS dan Chili.

Tidak seperti nikel, pemurnian tembaga adalah bisnis yang terkenal marjinal ketika proses akhir pengubahan konsentrat menjadi katoda tembaga hanya menambahkan 5% dari nilai keseluruhan.***(Hendro Prayitno/jurnalpresisi.com)

Editor: Parama Ghaly

Sumber: Jurnal Presisi

Tags

Terkini

Terpopuler