ZONA PRIANGAN - Namanhya Archie. Dia pemuda Kherson berusia 19 tahun. Namun, Archie cukup berani memberontak terhadap tentara Rusia.
Namun, Archie dan pemuda Kherson lainnya tidak sekadar memberontak. Pada kesempatan tertentu di membunuh prajurit Kremlin.
Archie dan kawan-kawan sering juga melakukan kegiatan intelijen. Dia sering memberikan informasi penting untuk pejuang Kiev.
Dalam pengakuannya, Archie telah membunuh dua tentara Moskow. Dia menggunakan senjata pisau untuk menyerang penjajah.
"Operasi perlawanan terhadap tentara Rusia biasanya dilakukan malam hari. Pernah dalam semalam membunuh 10 tentara Rusia yang mabuk," ujar Archie kepada koresponden internasional senior CNN Sam Kiley.
Archie menuturkan, semula dia da kawan-kawan remajanya takut akan kehadiran pasukan Vladimir Putin pada Maret 2022.
Baca Juga: Pasukan Vladimir Putin Makin Terdesak, Mereka Cuma Bisa Bertahan di Lyman, Avdiivka dan Novopavlivka
Saking takutnya, dia sembunyi-sembunyi menggunakan bahasanya ibunya. Karena penjajah mewajibkan pendudukan berbicara bahasa Rusia.
Menurut Sam Kiley, Archie merupakan bagian dari para remaja Kherson yang main hakim sendiri. Tapi dia punya alasan kuat untuk melakukan pembunuhan.
Kiley melaporkan bagaimana Archie "baru berusia 19" ketika pasukan Rusia menginvasi Kherson pada bulan Maret, hanya beberapa hari setelah mereka turun ke Ukraina.
Pemuda itu mengatakan dia telah berkeliling kota pelabuhan dengan temannya "mengumpulkan intelijen" yang nantinya akan mereka sampaikan ke Angkatan Bersenjata Ukraina.
Archie berkata: “Setidaknya 10 orang Rusia dibantai setiap malam. Saya bukan satu-satunya di Kherson. Ada banyak pria atletis dan partisan.”
Penduduk Kherson bertahan di bawah pendudukan Rusia selama kira-kira delapan bulan ketika tentara Putin tiba dari Krimea, tulis Express.
Baca Juga: Dampak Ledakan HIMARS Mengerikan, Mayat Pasukan Vladimir Putin Bergelimpangan di Hangar Balakliia
Penduduk setempat menceritakan bagaimana mereka menghabiskan waktu berbulan-bulan bersembunyi di ruang bawah tanah mereka, takut menjadi sasaran pasukan Putin bahkan karena berani berbicara bahasa ibu mereka di depan umum.
Laporan menunjukkan tentara Rusia mengarak kota dalam keadaan mabuk, memperkosa dan memukuli warga Ukraina yang tidak bersalah dan meletakkan ranjau sebelum mundur dengan harapan akan membunuh tentara yang maju.
Menyusul pemindahan tentara dari kota, ribuan penduduk Kherson bersuka cita, mengibarkan bendera Ukraina di tiang alun-alun dan mengabaikan peringatan untuk tetap di dalam. Mereka merasa bebas setelah pasukan Vladimir Putin kabur dari Kherson.***