Waspada! Paham Komunis Ancam Lagi Indonesia

- 9 Agustus 2020, 10:56 WIB
SEMINAR Terbuka Gerak Jabar dengan tema "Respon Jawa Barat Terhadap RUU BPIP" di Masjid Istiqomah, Kota Bandung, Sabtu, 8 Agustus 2020.*
SEMINAR Terbuka Gerak Jabar dengan tema "Respon Jawa Barat Terhadap RUU BPIP" di Masjid Istiqomah, Kota Bandung, Sabtu, 8 Agustus 2020.* /GHANI RAHMAT/ZONAPRIANGAN.COM/

ZONA PRIANGAN - Berbagai ormas Islam melancarkan protes terhadap pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan pengubahan menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP).

Jika ternyata substansinya mereduksi lima sila di Pancasila menjadi satu sila yang tercantum dalam Pasal 7, dan tidak dimasukannya TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI.

"Keberadaan Undang Undang HIP ini sebuah pilihan yang tidak mereka inginkan karena pada Pemilu 2019 PKI menargetkan 400 orang kader mereka dari semua pintu terutama dari partai mereka yang sama-sama dipahami sebagai penampung PKI," kata Ustadz Alfian Tandjung usai menjadi pembicara pada Seminar Terbuka Gerak Jabar dengan tema "Respon Jawa Barat Terhadap RUU BPIP" di Masjid Istiqomah, Kota Bandung, Sabtu, 8 Agustus 2020.

Baca Juga: Ini Daftar Harga Handphone Infinix, Vivo, dan Realme di BEC

Menurut Alfian, Undang-Undang HIP merupakan sebuah tiket untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara berhaluan komunis.

Sementara menurut alumni Lemhanas, Anton Permana, hal ini merupakan kudeta konstitusi.

"UU HIP pintu gerbang besar dimana mereka akan menganulir TAP MPRS No XXV/1966. Mereka otomatis akan membatalkan Undang Undang No 27 1999 pasal 107 ayat a sampai e demi merupakan sebuah perjalanan yang harus dihadapi cukup telaten dan kita harus meningkatkan mobilitas perlawanan kita," tegasnya.

Baca Juga: BharatBenz Memasuki Pasar Truk Bekas

Seperti diketahui, lanjut Anton, hasil dari gerakan pemberontakan PKI pada 1926 bukan untuk Indonesia merdeka tapi untuk menjadikan wilayah Indonesia sebagai komunis internasional.

"Bahkan, sejarah PKI tidak pernah mempunyai itikad baik untuk membangun negara ini. Misalnya pada 1948, Indonesia sedang menghadapi agresi militer Belanda II tapi PKI malah melakukan pemberontakan," ungkapnya.

Menurut Anton, mereka dengan keji mereka membunuh Gubernur Suryo dengan diseret sepanjang 10 km sampai hancur badannya.

Baca Juga: Komitmen PCNU, Merawat Tradisi Kebangsaan dan Kebhinekaan untuk Kemajuan Banjar

"Tentu, Indonesia tidak mau mengulangi kezamnya rezim komunis itu. Tahun 1965 merupakan proses aborsi di tengah jalan sehingga tujuan PKI tidak tercapai," paparnya.

Anton menjelaskan, untuk menjadi negara komunis, Indonesia sudah diketahui tiga kali kejadian kudeta. Sama halnya yang terjadi dengan Rusia dan China yang menjadi komunis setelah tiga kali kudeta.

"Kudeta saat ini sedang berlangsung di tanah air. Mereka (PKI) sedang menyiapkan hitam di atas putih. Maka, jika UU HIP disahkan berarti ia memiliki alasan tempat ibadah di tanah air sebagai kandang hewan," ungkapnya.

Baca Juga: Kawah Hujan Melancarkan Pernapasan, Bisakah Membunuh Virus Corona?

Kejadian serupa juga pernah terjadi di Anggola, ungkap Anton, dimana 90 persen mayoritas muslim tapi seluruh mesjid di sana tidak boleh dipakai ibadah karena mereka berhutang budi kepada partai komunis China.

"Kita terlambat, kondisi sekarang bukan seminar. Jadi harus persiapan, apa yang bisa kita lakukan misalnya melalui jalur legislatif," tegasnya

Adapun, Wasekjen MUI pusat, Ust. Dr. Nadjamuddin Ramly, M.Si mengaku pihaknya sudah mengeluarkan maklumat agar bertemu dengan Badan legislasi Nasional DPR RI, dan Fraksi DPR.

Baca Juga: Daftar Harga HP Xiaomi 9 Agustus 2020: Xiaomi Redmi Note 7, Note 8, Note 9, dan Poco F2

"Jadi perjuangan ini dengan cara-cara konstitusional yang dibuka lebar oleh UUD 45 dan seperangkat Undang-Undang setelahnya itu, seperti hak mengemukakan pendapat, hak berkumpul, hak unjuk rasa itu kan semua dikindungi Undang-Undang," jelasnya

Dia juga mengapresiasi elemen-elemen masyarakat Jawa Barat tetap menolak kebijakan ini.

"Jadi lupakan HIP. Meski belum ditarik oleh Prolognas tapi oleh Menkopolhukam yang mengantarkan Undang-Undang itu ke DPR," pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x