Akibatnya sangat fatal, sebanyak 131 orang meregang nyawa, 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat. Harga yang sangat mahal untuk sebuah pertandingan sepakbola.
Kita harus jujur, salah satu pemicu dari 'pembataian' tersebut karena adanya tembakan gas air mata yang tujuan awalnya untuk mengurai kerumunan massa, tapi malah berujung fatal. Korban yang meninggal disebabkan oleh asfiksia alias kadar oksigen di dalam tubuh berkurang.
Baca Juga: Novak Djokovic Memimpikan Saat Pensiunnya Kelak seperti Perpisahan Emosional Roger Federer
Faktor lainnya termasuk infrastruktur Stadion Kanjuruhan yang tidak layak untuk menggelar pertandingan besar, tidak cukup bayak pintu akses untuk keluar jika terjadi kericuhan di dalam stadion.
Seharunsya kita banyak belajar dari penerapan sistem keselamatan pada pesawat terbang. Skema evakuasi di dunia penerbangan merupakan salah satu yang terbaik. Prosedur penerbangan mewajibkan para pramugari untuk menginformasikan kepada penumpang soal pintu akses keluar jika dalam kondisi darurat.
Tentu saja, hal tersebut harus diimbangi dengan jumlah pintu masuk atau akses keluar yang memadai. Setidaknya untuk pesawat ukuran menengah terdapat empat pintu utama dan empat pintu darurat untuk mengevakuasi 189 penumpang.
Baca Juga: Demi Menyukseskan Piala Dunia 2022, Qatar Menerapkan Wajib Militer kepada Warga Sipil
Hal sederhana tersebut dapat diterapkan di semua stadion di Indonesia ketika menghadapi kondisi darurat.
Saat jumpat pers di Kota Malang pada Kamis, 6 Oktober 2022, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa PT Liga Indonesia Baru selaku penyelenggara tidak melakukan verifikasi terhadap Stadion Kanjuruhan.
Verifikasi terakhir dilakukan pada 2020, sejumlah catatan utamanya terkait keselamatan para penonton. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) juga menyatakan bahwa stadion-stadion di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar FIFA.