Aktivis PMII Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020

23 Juli 2020, 04:20 WIB
AKTIVIS perempuan pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Kabupaten Indramayu mengaku kecewa RUU PKS ditarik dari prolegnas prioritas 2020.*/HERI SUTARMA /

ZONA PRIANGAN - Aktivis perempuan pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Kabupaten Indramayu mengaku kecewa dengan ditariknya rancangan undang-undang (RUU) penghapusan kekerasan seksual (PKS) dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020 oleh DPR RI.

Sedangkan penarikan RUU PKS dari Prolegnas prioritas 2020 itu atas keputusan Komisi VIII DPR RI pada 30 Juni 2020 lalu.

Ketua gerakan perempuan korps PMII putri (Kopri) cabang Kabupaten Indramayu Ristiani kecewa terhadap keputusan itu yang berarti akan terus berlangsungnya kekerasan seksual di masyarakat.

Baca Juga: Inilah Para Pemenang Hadiah Nobel 2019, Kategori Perdamaian Diraih Abiy Ahmed

Di samping itu kekecewaan yang sangat mendalam juga dirasakan setiap kalangan yang mendukung penuh RUU PKS.

"Payung hukum yang menjadi harapan rakyat dan tentunya sangat berbasis korban ini harusnya menjadi pembahasan yang serius, karena ini berbicara kemanusiaan, bukan kepentingan kelompok," katanya Ristiani.

Ia pun meragukan Komisi VIII DPR RI dalam memperjuangkan RUU PKS. Pasalnya dengan dikeluarkannya RUU PKS dari prolegnas prioritas 2020, akan semakin banyak kasus kekerasan seksual dan turunannya akibat tak kunjung dibahasnya RUU PKS hingga menjadi UU PKS.

Baca Juga: Cekcok Setelah Mabuk Bersama, Seorang Suami Cekik Isterinya Hingga Tewas

Dijelaskan Ristiani, khususnya di Indramayu, data perceraian sepanjang 2019 mencapai 9.822 kasus.

Dari jumlah tersebut, pengajuan yang diputuskan oleh hakim pengadilan agama sudah mencapai 9.801 kasus.

Belum lagi angka perceraian yang terhitung Januari hingga Juni 2020 yaitu tercatat 2.500 kasus.

Baca Juga: Google Akan Mencegah Handset Android RAM 2GB Menjalankan Android 11

Menurutnya, suatu hal mengejutkan angka perceraian yang meningkat di Kabupaten Indramayu di masa pandemi.

"Faktor terkuat adalah ekonomi, perselingkuhan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), judi, mabuk-mabukan dan suami tidak bertanggung jawab. Begitu juga dengan TKW yang keberadaannya menempati faktor yang signifikan juga," ungkapnya.

Ia juga menyebutkan data kasus pelecehan seksual dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu yaitu sebanyak 31 kasus yang terdata Januari–September 2019.

Baca Juga: Sungai Ciwayang, Destinasi Wisata yang Mulai Ramai

Kasusnya bermacam-macam dari KDRT, perdagangan manunsia, pelecehan seksual, pencabulan, penelantaran, depresi dan anak bermasalah hukum.

"Yang paling mendominasi adalah kasus perdagangan manusia yaitu mencapai angka 11 kasus, 10 kasus menimpa anak-anak, 1 kasus menimpa korban berusia 18 tahun. Dan ini belum tercatat kasus yang tidak melapor kepada DP3A," katanya.

Data tersebut, lanjutnya, menggambarkan kondisi di Kabupaten Indramayu sedang dalam keadaan darurat payung hukum yang berbasis korban. Tak hanya yang menimpa perempuan, korban laki-laki pun sama.

Baca Juga: Jangan Remehkan Bawang Merah dan Rengginang, Banjar Siapkan Ekspor

"Saya Kopri PC PMII Indramayu mendesak kepada DPRD Kabupaten Indramayu untuk mendorong DPR RI untuk segera membahas kembali RUU PKS dengan memasukan kembali dalam prolegnas," harapnya.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler