Pangdam III Siliwangi Resmikan Jembatan Gantung yang Menghubungkan Majalengka–Sumedang

- 11 Maret 2021, 20:04 WIB
Jembatan Siliwangi III HUM 54 di  Desa Babakan Anyar, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka dan Desa Palabuhan.
Jembatan Siliwangi III HUM 54 di Desa Babakan Anyar, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka dan Desa Palabuhan. /Zonapriangan/Rachmat Iskandar ZP

ZONA PRIANGAN - Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto, resmikan pembangunan jembatan gantung sepanjang 140 meter dengan lebar 1 meter yang membentang di atas Sungai Cimanuk yang menghubungkan dua wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang, Kamis 11 maret 2021.

Jembatan tersebut dinamai “Jembatan Siliwangi III HUM 54” yang ditulis diatas pintu tiang jembatan dari setiap ujung, baik darai arah Majalengka maupun Sumedang.

Selain tertulis nama jembatan, juga ada tulisan yang harus diperhatikan penyeberang jembatan.

Baca Juga: Pasukan TNI Hadang Tank Merkava Milik Israel di Lebanon

Bahwa menyeberangi jembatan dilakukan secara bergantian, maksimal dilintasi tiga orang secara bersamaan demi keamanan pengguna jembatan.

Jembatan gantung yang berada di antara Blok Babakan Sinom, Desa Babakan Anyar, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka dan Desa Palabuhan, Sumedang ini dibangun oleh Kodam III Siliwangi selama kurang lebih 14 hari.

“Tahun ini ada tiga jembatan yang dibangun dengan kontruksi yang sama, yang pertama di Buahdua, Kabupaten Sumedang, ada di Garut dan ke tiga di atas jembatan Cilutung yang menghubungkan dua kabupaten Majalengka dan Sumedang,” ungkap Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta' Kamis 11 Maret 2021: Andin dan Al Menikmati Masa Bahagia, Konflik dengan Nino Kian Meruncing!

Disampaikan Nugroho, pembangunan jembatan gantung untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan transportasi darat serta memperpendek jarak tempuh kedua wilayah serta membantu perekonomian masyarakat.

Banyak masyarakat Majalengka yang memiliki lahan pertanian di wilayah Desa Palabuhan sebaliknya masyarakat Desa Palabuhan dan Kebon Cau yang berada di wilayah Sumedang biasa menjual pertaniannya ke Kadipaten karena jarak tempuh lebih dekat dibanding harus ke Sumedang.

“Ini membantu masyarakat desa ke kota,” ungkapnya.

Baca Juga: Cari Tahu 5 Penyebab Gairah Seks Wanita Berkurang dan Tidak Bergairah

Jembatan tersebut menurut arsitektur jembatan Tedi Ixidiana yang sekaligus komandan Vertical Rescue Indonesia bisa menerima beban seberat 1 ton karena bentangan yang cukup panjang.

Dan jembatan bisa bertahan kurang lebih 10 tahun tergantung tingkat pemeliharaan yang dilakukan masyarakat.

Terutama mengganti kayu yang menjadi alas jembatan karena yang biasanya sering rusak adalah alas kayu.

Baca Juga: Mengenal Sosok Defy Eviyana Sebagai Pengganti Amanda Manoppo di Sinetron Ikatan Cinta

“Ada 119 jembatan gantung yang sudah di bangun, 5 diantaranya ditindaklanjuti oleh pemerintah setempat dan diganti dengan jembatan permanen.

Kelima jembatan yang diganti secara permanen ini adalah di Sumedang, Cirebon ada dua, dan di Sukabumi.” ungkap Tedi.

Menurutnya, jembatan gantung yang dibangunnya bisa dipindah ke wilayah lain karena bisa dibongkar pasang, namun tetap bertahan baik.

Baca Juga: Kucing Bisa Mati Keracunan Akibat Tanaman Hias, Kenali Beberapa Pohon Beracun

Kepala Desa Babakan Anyar, Kecamatan Kadipaten Budi Wahyu Darmadi mengatakan warga Kebon Cau dan Palabuhan ketika ke Pasar Kadipaten dengan adanya jembatan gantung berarti memperpendek jarak tempuh sejauh 6 km.

Karena biasanya kedua warga tersebut ketika ke pasar harus melintasi Tomo dan Cijelag sejauh 8 km.

Keuntungan lain adanya jembatan tersebut masyarakat di wilayahnya akan semakin ramai, karena ada lalu lintas orang dan barang.

Kemungkinan juga akan ada transportasi darat ke wilayah tersebut.

Baca Juga: Ferdinand Sinaga Akhirnya Muncul di Stadion GBLA, Jalani Latihan Perdananya bersama Tim Persib Bandung

“Kemarin ketika belum ada jembatan ongkos angkut perorang mencapai Rp 15.000, pulang pergi bisa Rp 30.000. Jadi bagi masyarakat yang berjualan daun pisang bisa habis untuk ongkos, dengan adanya jembatan seperti sekarang tentu ongkos akan lebih murah,” kata Budi.

Pelabuhan

Sementara itu seorang warga Desa Babakan Anyar Sutasim (91) mengatakan, Blok Babakan Sinom dulunya adalah pelabuhan besar yang biasa menjadi tempat Belanda bertransaksi gula dan garam serta rempah-rempah untuk diangkut ke Jakarta melalui jalur perairan Cimamuk ke Laut Jawa.

Gula yang diproduksi pabrik di Kadipaten diangkut melalui jalur perairan Cimanuk menggunakan kapal kecil kemudian dibawa ke Laut Jawa.

Baca Juga: Tanaman Hias Aglonema Tissue Berdaun Putih yang Cantik

Sebaliknya garam dan ikan asin dikirim ke Kadipaten, pelaku usahanya adalah Tionghoa.

Di wilayah tersebut juga ada pasar yang menjadi pusat transaksi dengan cara barter, suasana ramai mulai pukul 12.00 WIB hingga pagi hari.

“Wilayah ini biasa disebut Pelabuhan, kebun sebelah timur adalah Pasanggrahan, ada juga Blok Gudang Gula karena memang dulunya gudang gula sebelum diangkut kapal.

Baca Juga: Hiu Aneh, Mengeluarkan Cahaya Biru-Hijau dalam Kegelapan

Dulunya wilayah ini adalah pemukiman warga namun karena sering banjir akibat luapan Cimanuk, semua pindah dan desapun berganti nama menjadi Desa Babakan Anyar,” kata Sutasim.

Hingga Tahun 2.000 perahu penyeberanganpun masih ada karena masyarakat dua wilayah Sumedang dan Majalengka terutama Blok Babakan Anyar dan Kebon Cau serta Palabuhan masih menggunakan transportasi air.

Namun pemilik perahu meninggal, sejak itu transportasi air berhenti. Yang ada hanya perahu penyedot pasir yang biasa lalu lalang mengambil pasir air.***

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x