Pengrajin Gamelan di Majalengka Menjerit karena Minim Peminat, Musim Covid-19 Benar-benar Sepi

- 15 Maret 2021, 15:33 WIB
 Masa pandemi Covid-19 membuat pengrajin gamelan di Majalengka menjerit karena sepi peminat.
Masa pandemi Covid-19 membuat pengrajin gamelan di Majalengka menjerit karena sepi peminat. /ZonaPriangan/Rachmat Iskandar/

ZONA PRIANGAN - Pengrajin gamelan Arsita Artowijoyo di Blok Iser, Desa Leuwimunding, Kabupaten Majalengka mengeluh hampir setahun usahanya lesu, tidak ada seorangpun atau grup seni manapun yang membeli gamelan buatannya.

Pupuhaan gong besar dan kecil berderet di depan rumahnya, demikian juga dengan bahan baku gong, bonang dan saron yaitu drum, menumpuk di depan rumah menjadi pembatas pekarangan dengan pekarangan orang lain.

Sebagian gong di pasang di depan rumahnya dan dinding tembok pagar serta gerbang, sekaligus untuk meberi tanda bahwa rumah tersebut adalah milik seorang pengrajin gamelan.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta', Senin 15 Maret 2021: Andin Menyelidik, Elsa Panik dan Merencanakan Kejahatan Baru

Beberapa gamelan lain seperti bonang, telah tersusun rapi teras rumahnya lengkap dengan tongkat pendek untuk menabuh. Pengunjung yang datang bisa langsung mencobanya atau mencoba gong yang telah dipasang.

“Sepii sekarang, hampir setahun tidak ada yang membeli gamelan satupun. Jangankan satu set satu buah gong saja tidak ada,” kata Arsita.

Padahal menurutnya, biasanya dalam setahun bisa laku dua atau tiga set gamelan, atau setidaknya ada yang memperbaiki gamelan baik kendang, gong atau jenis lainnya.

Baca Juga: Hadiahkan Al Fatihah untuk Diri Sendiri, Ini Cara Mengamalkannya dan Rasakan Manfaat serta Keutamaannya

Beberapa bulan menjelang bulan Ramadhan pun biasanya ada yang memperbaiki gamelan bahkan membeli untuk bekal pagelaran obrog-obrog saat menjelang sahur di bulan puasa, ada juga yang tukar tambah dengan barang baru.

“Musim Covid-19 benar-benar sepi,” katanya

Arsita biasa membuat gamelan untuk obrog-obrog, silat, jaipong, sandiwara, wayang kulit, degung, atau ngamelan untuk wayang golek. Itu dilakukannya sejak tahun 1975. Apa yang dilakukannya berawal sejak dirinya menjadi nayaga (penabuh gamelan).

Baca Juga: Sinetron 'Ikatan Cinta': Apa Kabar Roy dan Benarkah Elsa Temui Karmanya Sendiri?

Ketika itu menjadi seniman atau penabuh gamelan penghasilanya tidak cukup jelas, baru mendapatkan uang manakala ada panggung, itupun kebagiannya kecil karena grup seni dibayar kecil.

Atas dasar tersebut dia kemudian memilih keluar dari grup seni tempatnya tinggal dan beralih profesi menjadi tukang servis gamelan, hingga lama kelamaan membuat gamelan sendiri. Kakek Arsita, Kamsijan juga menjadi pengrajin gamelan.

“Sekolah-sekolah yang peduli dengan kesenian sunda juga banyak yang membeli. Kebanyakan Sekolah Dasar yang membeli gamelan, ada yang degung ada juga untuk upacara adat. Tapi sejak Covid dari sekolah pun tak ada pembeli.

Baca Juga: 7 Cara Hidup Sehat, Cepat Turunkan Kolesterol dan Efektif Mengontrol Diabetes

Satu set gamelan dibanderol seharga Rp28 juta hingga Rp30 juta tergantung bahan yang digunakan. Terutama untuk gong ada seniman yang menghendaki bahannya dari baja.

Kebanyakan seniman gongnya terbuat dari besi. Hanya sebagian kecil saja yang meminta alat seni untuk perkusi berbahan perunggu karena harganya yang cukup mahal.

Baca Juga: Akhirnya Pohon Jati Pereket di Kertajati Dicabut, Ditonton Warga yang Takjub Karena Jati Tak Berakar

Sekarang karena gamelan tidak laku, untuk menyambung hidupnya Arsita berupaya servis alat-alat pertanian seperti traktor, mesin perontok jagung atau padi dan sejenisnya.

Dengan begitu dia masih tetap bertahan hidup sambil tetap mengerjakan kerajinan yang selama ini ditekuninya.***

Editor: Didih Hudaya ZP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah