Petani Majalengka Keluhkan Limbah Sampah yang Mencemari Sawah

- 6 April 2021, 06:12 WIB
Petani Majalengka keluhkan limbah sampah yang mencemari lahan sawahnya.
Petani Majalengka keluhkan limbah sampah yang mencemari lahan sawahnya. /Zonapriangan.com/Rachmat Iskandar ZP

ZONA PRIANGAN - Petani di Blok Pangaritan, Desa Heuleut, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka mengeluhkan limbah sampah dari tempat Pembuangan Sampah Akhir di desa mereka, yang mengalir ke sawah dan berdampak pada penurun produksi hingga 75 persen.

Para petani minta Pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut agar panen mereka kembali normal atau membeli sawah yang terdampak limbah, agar petani tidak terus merugi.

Ketua Kelompok Tani Blok Pangaritan Usman disertai sejumlah petani Kasdi, Oman, Asih dan Anisah mengungkapkan, penurunan prosuksi gabah terjadi sejak dua tahun terakhir sejak sampah dibuang di kawasan kebun yang semula diperuntukan kawasan hijau terbuka dan taman.

Baca Juga: Hari Ketiga Pencarian Terhadap Korban Tenggelamnya KM Barokah Jaya di Perairan Indramayu Diperluas

Air limbah dari tumpukan sampah yang menggunung kemudian mengalir ke areal sawah milik para petani setempat.

Dampaknya tanaman tumbuh hijau, rumpun  juga tumbuh banyak, namun ketika berbunga tangkai padi langsung patah leher. Kalaupun tumbuh ternyata bulir hampa dan berwarna  hitam.

Anisah yang memiliki sawah di dua tempat di blok yang sama mengatakan, tahun-tahun sebelumnya dia biasa memperoleh 2,5 kw dari luas laha 125  bata   kini hanya memperoleh dua karung atau sebanyak 80 kg saja.

Baca Juga: Dianggap Ceroboh, Anggota Komisi II DPR RI Tegur Mendagri Tito Karnavian

“Dari satu tempat lainnya biasa diperoleh 12 karung sekarang hanya 4 karung. Pare teh hideung, teu herang, teras bubuk (padi berwarna hitam, tidak bening, ketika digling bubuk),” kata Anisah.

Hal yang sama disampaikan Kasdi (85) areal sawah seluas 500 bata yang baisanya diperoleh kurang lebih 3,5 ton kini hanya 2 ton pun kurang. Karena kondisi barang padi patah dan hampa, serta warga padi kehitaman, saat di giling biji banyak yang patah.

“Sekarang ini sewa sawah mahal Rp 7.000.000 hingga Rp 9.000.000 per tahun, sedangkan pendapatan kurang dari 2 ton, sementara pupuk mahal Rp 600.000, bibit juga mahal,” kata Kasdi.

Baca Juga: Abdallah Abdelgawad, Inilah Sosok yang Menginspirasi Meme Viral Saat Terusan Suez Macet

Ketua Kelompok Tani Usman mengungkapkan, penurunan produksi akibat limbah sampah tersebut hingga mencapai 75 persen.  Kondisi ini akibat banyaknya gabah yang hampa, kalaupun gabah bersisi bobotnya rendah. Jika biasanya satu karung gabah bersisi 45-46 kg, kini kurang daro 42 kg bahkan hanya 40 kg.

Selain itu warna padi kehitaman, ketika digiling beraspun kusam dan patah-patah lebih banyak menir dibanding beras.

“Jadi tangkap padi itu langsung patah leher, tidak banyak berisi. Ketika berisi sebagian dan warnanya hitam, wajar ketika di giling justru yang banyak menir karena gabahnya patah serta hampa,” ungkap Usman.

Baca Juga: Hebat, Siswa SMK di Jabar Ikut Ambil Bagian Memajukan Desa, Kadisdik Jabar: Dorong Pemulihan Ekonomi Desa

Paling parah menurutnya areal sawah yang jaraknya cukup dekat dengan pembuangan sampah. Air limbah langsung masuk ke lahan sawah petani.

Di bagian hilir air limbah berupaya dialirkan ke saluran atau warga menyebut gigili, namun nampaknya limbah tetap terserap ke sawah. Karena menurut Usman tamana berjarak hingga 20 meter dari gigili kondisinya sama seperti tanaman yang terkena limbah langsung, kondisi bulirnya hampa dan hitam, padahal daun dan rumpun cukup subur.

“Abah Uhit dan Pak haji Alek yang nyawahnya masing-masing satu bau (500 bata) mereka hanya dapat 2 tonan, harusnya kan minimal 3,5 ton bisa dapat. Sekarang semua rugi,” ungkap Usman.

Baca Juga: YouTuber Menemukan Tempat UFO Jatuh di Pulau Misterius yang Terpencil

Pihaknya bersama anggota kelompok tani pernah menyampaikan keluhan tersebut kepada pemerintah Desa, Penyuluh Pertanian dan Pengelola Sampah.

Pihak Penyuluh Pertanian telah mengambil sampel gabah dan tanah, namun petani belum memperoleh hasil penelitiannya.

“Penyuluh sudah datang mengambil sejumlah sampel, gabah dan tanah untuk diuji, tapi kami belum mengetahui apa hasil yang didapat dari pengujian tersebut,” kata Usman .

 Baca Juga: Google Maps Tangkap Gambar Mengerikan, Dua Sosok Pria dalam Kuburan yang Bergandengan Tangan

Kawasan Hijau

Para peyani menyebutkan, beberapa tahun lalu para petani mengijinkan perkebunan dekat TPA dibeli oleh pemerintah karena alasannya untuk kawasan hijau terbuka bukan untuk pembuangan sampah akhir.

Karena pembuangan sampah akan ditumpahkan kontainer ke sebelah timur yang arealnya dianggap masih cukup luas, namun nyatanya pembuangan sampah justru dilakukan di luar benteng TPA, akibatnya limbah cair dari tumpukan sampah mengalir ke areal sawah petani.

Oman, usman, Asih dan Anisah mempertanyakan janji k pemerintah yang menyebutkan kebun diluar kawasan benteng TPA untuk kawasan hujau yang akan ditanami pepohonan dan taman. Namun kini kawasan tersebut justru menjadi tempat menumpahkan sampah.***

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x