Untuk sekolah formal seperti MI, MTs ataupun MA sepenuhnya mengandalkan dana BOS, padahal tidak semua sekolah memiliki jumlah siswa atau murid yang banyak seperti halnya di MI Maja yang jumlah siswa setiap kelasnya hanya 6 orang, sementara biaya operasional sama seperti halnya dengan sekolah yang jumlah muridnya banyak.
Di sekolah-sekolah madrasah inipun guru-gurunya kebanyakan honorer yang gajinya hanya Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per bulan.
“Namun ya itu sekolah-sekolah berbasis agama ini tetap bisa berjalan, karena guru-gurunya punya moto ‘Iklas Beramal’ . Namun tentu mereka juga sebenarnya butuh imbalan,” ungkap Aef.
Baca Juga: Mengenal Tradisi King Ho Ping, Megantarkan Roh Leluhur
Dia mengaku sangat bersyukur manakala pemerintah Kabupaten Majalengka bersedia mengalokasikan anggaran untuk guru honorer seperti halnya honor yang diberikan kepada guru dibawah naungan Dinas Pendidikan, serta bentuk bantuan lainnya ke sekolah-sekolah MI, atau MD yang menjadi binaan Kemenang.
“Guru honorer yang sudah mendapatkan sertifikasi setiap bulannya bsia mendapat Rp 1.500.000, namun honrer yang belum mendapat sertifikasi honornya hanya sekitar Rp 250.000 dengan beban kerja yang sama,” ungkap Aef.
Jumlah guru madrasah sendiri kini terus berkurang, jumlah yang menjalani pensiun tidak berbanding lurus dengan pengangkatan guru. Tak heran jika di sekolah-sekolah kini banyak guru honorer untuk tugas mengajar.***