Berkat Teknologi Rekayasa Mikroorganisme, Sampah Plastik Dapat Disulap Menjadi Penyedap Rasa Vanilla

22 Juni 2021, 15:10 WIB
pengolahan Sampah Plastik. /Pixabay.com/Anastasia Gepp

ZONA PRIANGAN - Sampah plastik, termasuk tas jinjing, minuman ringan atau botol air mineral, dan masih banyak yang lainnya dapat disulap menjadi penyedap rasa vanila berkat pengaplikasian bakteri rekayasa genetika. 
 
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University of Edinburgh, ada cara untuk mengubah sampah plastik menjadi vanillin yakni komponen rasa utama dari biji vanila dengan menggunakan bakteri E. coli. 
 
Temuan ini merupakan terobosan dalam upaya untuk perang melawan sampah plastik, yang merupakan masalah besar secara global.
 
Baca Juga: Refli Harun: Saya Mau Kampanye Tolak 3 Periode dan Tolak Jokpro for 2024!!
 
Vanillin banyak digunakan dalam industri makanan dan kosmetik. Ini juga digunakan untuk membuat produk farmasi dan pembersih bersama dengan herbisida.
 
Para ilmuwan di University of Edinburgh berfokus pada jenis plastik polietilen tereftalat (PET) yakni jenis plastik yang digunakan dalam kemasan produk sehari-hari seperti makanan, sampo, botol, dan banyak lagi.
 
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Green Chemistry, para ilmuwan mengatakan bahwa mereka telah mencapai 79 persen konversi menjadi vanilin dari molekul yang diturunkan dari plastik, asam tereftalat (TA). 
 
Baca Juga: Hotel dengan Layanan Boneka Seks Pertama di China Ditutup dan Disegel Polisi dengan Pelanggan Masih di Dalam
 
Laporan tersebut menyatakan bahwa ini adalah daur ulang biologis pertama dari limbah plastik pasca-konsumen menjadi vanillin dengan menggunakan teknologi rekayasa mikroorganisme.
 
"Ini adalah contoh pertama penggunaan sistem biologis untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi bahan kimia industri yang berharga dan memiliki implikasi yang sangat menarik bagi ekonomi sirkular," kata Joanna Sadler dari University of Edinburgh, dikutip ZonaPriangan.com dari NDTV, Selasa 22 Juni 2021.
 
"Para ilmuwan juga mencatat bahwa permintaan global untuk vanilin lebih dari 37.000 ton pada 2018.
 
Baca Juga: Ritus Tahunan Menyaksikan Matahari Terbit di atas Stonehenge dihentikan karena Timbulkan Kerumunan
 
Karena permintaannya jauh melebihi pasokan dari biji vanili (vanillin alami), metode untuk sintesisnya (vanillin sintetis) telah diselidiki secara luas," kata para ilmuwan.
 
Ketika berbicara tentang plastik, para ilmuwan mengatakan bahwa meskipun mereka memiliki aplikasi luas di seluruh masyarakat, pengelolaan yang buruk dari sumber daya yang berasal dari bahan bakar fosil ini menyebabkan polusi yang meluas.
 
Para peneliti menunjukkan bagaimana teknik ini bekerja dengan mengubah botol plastik menjadi vanillin dengan menambahkan bakteri E. coli ke dalam sampah plastik yang terdegradasi. 
 
Baca Juga: Situasi Pangan Buruk, Kim Jong Un Perintahkan Ribuan Ibu-Ibu Keluar Rumah untuk Pergi ke Sawah
 
Menurut laporan The Guardian, para peneliti menghangatkan kaldu mikroba hingga 37 derajat Celcius selama sehari, itu adalah kondisi yang sama untuk menyeduh bir. 
 
“Setelah optimasi proses, 79 persen konversi ke vanilin dari TA tercapai, peningkatan 157 kali lipat dari kondisi awal kami,” kata para ilmuwan dalam laporan Green Chemistry.
 
Stephen Wallace, juga dari University of Edinburgh, mengatakan kepada The Guardian bahwa pekerjaan mereka menantang persepsi plastik sebagai sampah yang bermasalah dan sebagai gantinya menunjukkan penggunaannya sebagai sumber karbon baru, di mana dapat dibuat menjadi produk bernilai tinggi.
 
Baca Juga: Polisi Tangkap 3 Anggota Geng Motor yang Aniaya Warga di Majalengka
 
Meskipun para peneliti mengatakan bahwa vanilin yang dihasilkan akan layak untuk dikonsumsi manusia, tapi masih memerlukan tes eksperimental lebih lanjut.***

 

Editor: Yudhi Prasetiyo

Sumber: NDTV

Tags

Terkini

Terpopuler