Insinyur Perkapalan Itu, Hanya Tamatan SD dan SMP

31 Juli 2020, 10:29 WIB
WARGA Pasekan dan Pagirikan sudah turun temurun menjadi insinyur perkapalan.*/SUPALI KASIM /

ZONA PRIANGAN - Warga Desa Pasekan dan Pagirikan Kec. Pasekan Indramayu Kabupaten Indramayu sudah lama dikenal sebagai insinyur pembuatan kapal.

Mereka memenuhi pemesanan para juragan nelayan yang menjalankan usaha penanangkapan ikan.

Namun pesanan itu tidak hanya dari Indramayu, banyak juga pesanan yang datang dari juragan nelayan dari Tegal dan Brebes Jawa Tengah.

Baca Juga: Tiket Indonesia Modification Expo (IMX) 2020 Hybrid, Mulai Diedarkan Secara Online

Uniknya lagi, walau warga Desa Pasekan dan Pagirikan mahir membuat kapal, namun tak satupun dari mereka yang berprofesi sebagai nelayan.

Mereka fokus sebagai pembuat kapal, sementara profesi nelayan lebih banyak dilakoni oleh warga Desa Karangsong, Paoman, atau Pabean Udik.

Warga Desa Karangsong, Paoman, atau Pabean Udik banyak yang menjadi nelayan dan juragan kapal dan memesan kapal kepada warga Desa Pasekan dan Pagirikan.

Baca Juga: Jadi Korban Asmara Daring hingga Mau Diajak ke Hotel, Puluhan Ibu Rumah Tangga Malu untuk Melapor

Geliat pembuatan kapal di Desa Pasekan dan Pagirikan hampir terjadi setiap hari, seolah tidak mengenal libur.

Meskipun dengan sebutan tanpa libur, ketika musim panen padi tiba mereka terjun ke sawah.

Tetapi proses pengerjaan kapal terus berlangsung. Panen tersebut dilakukan secara bergilir.

Baca Juga: Jersey Terbaik Klub Eropa Untuk Musim 2020-2021 (3/HABIS)

Artinya, profesi sebagai pembuat kapal itu beriringan pula dengan profesi sebagai petani.

Kapal penangkap ikan yang dibuat warga Desa Pasekan dan Pagirikan, mulai dari yang kecil hingga yang berbobot 50-an GT (gross tonnage).

Pembuatan kapal biasanya dikerjakan secara berkelompok, ada yang bertugas sebagai kepala, ada pula yang menjadi anggota.

Baca Juga: Perjanjian Linggarjati, Belanda Ngotot Ingin Menguasai Bangunan Bekas Gubuk Janda Jasitem

PEMBUATAN kapal penangkap ikan diselesaikan dalam jangka waktu tiga bulan.*/SUPALI KASIM

Rincian tugas masing-masing sudah berlangsung secara alamiah, saling mengerti.
Sejak pengerjaan lunas, yaitu kayu panjang di bawah yang menjadi dasar, hingga pengerjaan bagian-bagian berikutnya diselesaikan selama tiga bulan.

Aktivitas pembuatan kapal itu seperti menjadi pemandangan yang langka.

Di sepanjang bantaran sungai Prajagumiwang, pelataran yang luas, atau hamparan tanah lainnya terlihat proses pembuatan kapal.

Baca Juga: Menyapa Bintang Sinetron, Punya Kesempatan Raih Hadiah Ratusan Juta

Rata-rata dikerjakan antara 7-8 orang secara berkelompok.

Tampak pula puluhan kelompok itu seperti berjibaku untuk penyelesaian kapal, sebab pesanan berikutnya sudah menunggu.

Di antara kelompok itu ada yang bertindak selaku kepala tukang. Posisi ini berkorelasi pula dengan sebutan sebagai pemborong.

Baca Juga: Huawei MateBook D 14/15, Didukung Chip AMD Ryzen 4000

Kepala tukang adalah pemborong pengerjaan. Para tukang anggota dibayar oleh kepala atau pemborong tersebut secara harian. Kisarannya Rp 150 ribu/hari.

Rata-rata harga borongan berkisar Rp 150 juta.

Meski borongan, pemesan kapal biasanya setiap hari menyediakan sarapan pagi atau kue-kue, rokok, dan minuman untuk para tukang tersebut.

Baca Juga: Jersey Terbaik Klub Eropa Untuk Musim 2020-2021 (2)

Bahkan ada pula yang menjanjikan bonus tertentu jika pengerjaannya tepat waktu.

Calim, Duliman, Tasja, dan puluhan lainnya adalah para kepala tukang yang sudah belasan atau puluhan tahun mengeluti dunia pembuatan kapal.

Para anggotanya selalu saja ada yang baru. Hal ini menyiratkan regenerasi tukang yang terus-menerus secara alamiah.

Baca Juga: Peluncuran Produk Sony, Diperkirakan untuk Xperia 1 II

KAPAL penangkap ikan dibuat para insinyur yang lulusan SD dan SMP.*/SUPALI KASIM

Mereka adalah para ‘insinyur’ pembuatan kapal itu. Hampir seluruhnya berasal dari Desa Pasekan dan Pagirikan Kec Pasekan Indramayu, yang berjarak sekitar 1-2 km dari kawasan sungai tersebut.

Geliatnya tampak setiap hari, tanpa kenal libur ataupun musim hujan, kecuali Hari Raya dan Nadran.

Uniknya lagi, meskipun mereka piawai membuat kapal, mereka tetap tidak berkecimpung dalam dunia perikanan atau tertarik jadi nelayan.

Baca Juga: Huawei dan Qualcomm Menandatangani Perjanjian Lisensi IP

Warga Desa Pasekan dan Pagirikan layak menyandang sebutan insinyur atau arsitek atau perancang sekaligus pembuat kapal.

Tetapi, jika dilihat dari latar pendidikan formalnya ternyata jauh berbeda.
“Rata-rata berpendidikan rendah. SD atau SMP. Tetapi soal bagaimana membuat kapal, yang kemudian dihargai hingga lima miliaran rupiah itu, mereka sudah terbiasa,” ujar pengamat kemaritiman Indramayu, Dartono.

Selama ini terlihat tidak ada campur tangan insinyur perkapalan atau dari akademisi dan teknisi.

Baca Juga: Satu Keluarga Terpapar Covid-19, Bukan di Desa Cinunuk tapi di Desa Cibiru Wetan

Mereka murni berinovasi sendiri, atau hasil obrolan bersama juragan pemesan kapal. Dalam tiap periode tertentu selalu ada inovasi dalam pembuatan kapal.

Terlihat dari bentuk-bentuk bagian dasar kapal yang melebar, atau agak lancip, atau makin lancip.

Demikian pula pada bagian di atas geladaknya. Inovasi ini merupakan penyesuaian terhadap alam, baik adaptasi dengan lumpur muara ataupun angin, ombak, dan gelombang samudera.

Baca Juga: Teknik Kontrol Gas dan Pengereman Pengaruhi Keselamatan di Jalan

Inovasi juga merambah hingga wilayah teknologi, seperti adanya mesin penarik jaring, satelit, radio komunikasi, radar pemantau ikan, dan ruang pendingin.

Inovasi itu dimulai sejak dasawarsa 1990-an. Seorang tokoh nelayan, H. Cartisa, mengawali inovasi itu dengan pembuatan kapal yang dikerjakan di sungai yang jauh dari muara Karangsong.

Saat itu dianggap mengada-ada, karena dianggap akan sulit dan berat jika kapal ditarik ke laut.

Baca Juga: Terungkap, Misteri Kapal Hantu Penuh Mayat Terdampar di Jepang

Tapi ternyata teknologi penarikan kapal secara sederhana berupa roda-roda bisa ia terapkan.

Inovasi itu terus berkelanjutan. Berdasar pengamatan pada kapal-kapal penangkap ikan modern dari luar negeri, teknologi menjadi keharusan.

Mulai 2004 teknologi radio komunikasi mulai diterapkan. Hal itu diikuti teknologi lainnya. Tahun 2010 sudah lengkap, termasuk radar pemantau ikan.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Lantik Perwakilan Pamong Praja Muda IPDN Angkatan XXVII

Jadi, jika dulu jaring harus ditarik dengan tangan secara manual, kini sudah ada mesin tersendiri.

Dulu, kapal harus membawa es-es balok, kini sudah ada ruang pendingin ikan.
Demikian pula alat navigasi, radar pemantau ikan, radio komunikasi sudah dilengkapi semua.

Bahkan bentuk jaring tidak begitu saja diterima dari pabriknya di Cirebon.

Baca Juga: Penasaran dengan Samsung Galaxy M31s, Ini Spesifikasi dan Harganya

Ada permintaan tersendiri agar bentuk atau ikatannya sesuai kebutuhan penagkapan ikan. Hal itu kemudian bersama-sama dirancang.

Bagi para pembuat kapal, kompetensi membuat kapal itu berlangsung secara turun-temurun.

Mungkin pula terkait dengan sejarah adanya pelabuhan Cimanuk pada abad ke-16, yang menyiratkan korelasi dengan Kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Warga Jakarta Utara Dapat Hewan Kurban 1 Sapi dan 19 Domba

Sebab di wilayah Cimanuk tersebut merupakan batas wilayah kekuasaan antara Majapahit dengan Pajajaran.

Praktik yang terlihat kini para pembuat kapal itu ada dan terus-menerus melahirkan regenarasi.

Ilmu mereka diperoleh secara otodidak atau pengamatan terhadap apa yang ada di lingkungan desanya.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, PPAU Bantu APD ke RSAU dr. Hoediyono Lanud Suryadarma

Transfer ilmu semacam itu hingga kini terus berlangsung, tanpa adanya sentuhan para akademisi.

Luar biasa kan?***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler