ZONA PRIANGAN - Belum lama ini beredar wacana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) di kemasan plastik yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan aditif BPA.
Hal ini menuai keberatan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) yang menurut mereka kebijakan yang akan dikeluarkan BPOM tersebut terkesan secara diam-diam.
Dalam wacana kebijakan berbau diskriminatif itu, BPOM diduga akan mewajibkan kemasan galon Polikarbonat (PC) yang mengandung BPA untuk mencantumkan keterangan “Bebas BPA dan turunannya” atau “Lolos batas BPA” atau kata semakna.
Ketua Umum Inaplas, Edi Rivai, mengatakan bahwa pencantuman label itu jelas-jelas akan menambah biaya produksi bagi industri.
“Dengan pelabelan itu tentunya akan menambah biaya produksi. Saat ini, di produksi kemasan galon PC itu kan sudah diberikan kode recycle material kode 7,” katanya.
Industri plastik, lanjut Edi, merupakan sektor manufaktur yang dinilai masih memiliki peluang pasar cukup besar. Produk yang dihasilkan dari sektor tersebut sangat vital, karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk beragam industri lain dari hulu sampai hilir.
"Data Kemenperin menyebutkan Indonesia membutuhkan bahan baku plastik hingga 7 juta ton per tahun, sedangkan yang bisa disuplai dari dalam negeri baru 2,3 juta ton," ungkapnya.