Terkait Wacana BPOM Akan Labeli Kemasan Pangan Mengandung BPA, Inaplas Menyatakan Keberatannya

- 26 September 2021, 23:17 WIB
Ilustrasi botol plastik. Terkait wacana BPOM akan labeli kemasan pangan mengandung BPA, Inaplas menyatakan keberatannya.
Ilustrasi botol plastik. Terkait wacana BPOM akan labeli kemasan pangan mengandung BPA, Inaplas menyatakan keberatannya. /Pixabay/Pasja1000/

ZONA PRIANGAN - Belum lama ini beredar wacana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) di kemasan plastik yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan aditif BPA.

Hal ini menuai keberatan dari Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) yang menurut mereka kebijakan yang akan dikeluarkan BPOM tersebut terkesan secara diam-diam.

Dalam wacana kebijakan berbau diskriminatif itu, BPOM diduga akan mewajibkan kemasan galon Polikarbonat (PC) yang mengandung BPA untuk mencantumkan keterangan “Bebas BPA dan turunannya” atau “Lolos batas BPA” atau kata semakna.

Baca Juga: FIFA Akan Konsultasikan dengan FA Nasional Terkait Rencana Piala Dunia Dua Tahunan Pada 30 September 2021

Ketua Umum Inaplas, Edi Rivai, mengatakan bahwa pencantuman label itu jelas-jelas akan menambah biaya produksi bagi industri.

“Dengan pelabelan itu tentunya akan menambah biaya produksi. Saat ini, di produksi kemasan galon PC itu kan sudah diberikan kode recycle material kode 7,” katanya.

Industri plastik, lanjut Edi, merupakan sektor manufaktur yang dinilai masih memiliki peluang pasar cukup besar. Produk yang dihasilkan dari sektor tersebut sangat vital, karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk beragam industri lain dari hulu sampai hilir.

Baca Juga: AS Akan Beri Kompensasi Bagi Pejabat yang Terkena 'Sindrom Havana', Ada Bisikan yang Buat Mereka Seperti Gila

"Data Kemenperin menyebutkan Indonesia membutuhkan bahan baku plastik hingga 7 juta ton per tahun, sedangkan yang bisa disuplai dari dalam negeri baru 2,3 juta ton," ungkapnya.

Menurut Edi, dalam setiap produksi kemasan plastik, pasti digunakan aneka zat aditif yang memiliki konsekuensi jika tertelan. Jika zat aditif dalam pembuatan produk plastik polikarbonat menggunakan bisphenol A, jenis plastik lain seperti Polyethilene Terephtalat (PET) dalam proses pembuatannya juga menggunakan zat aditif Acetyldehide (Alkanal) yang juga diduga bersifat karsinogenik (bisa menyebabkan kanker) jika terkonsumsi dalam jumlah sangat besar.

"Kemenperin dan BPOM mengizinkan penggunaan PC dan PET sebagai kemasan air minum," ujarnya.

Baca Juga: Robert Lewandowski Raih Sepatu Emas Eropa, Samakan Dirinya dengan Wine Terbaik yang Kualitasnya Terus Membaik

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman, mengatakan masih menunggu BPOM terkait kabar mengenai wacana pelabelan yang berbau diskriminatif tersebut.

“Karenanya, saya berharap BPOM secepatnya mengundang GAPMMI untuk membahas wacana kebijakan tersebut,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, juga mempertanyakan adanya wacana tentang rencana BPOM yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) kemasan plastik yang mengandung BPA itu.

Baca Juga: Penghormatan Terakhir Bagi Sang Legenda Jimmy Greaves, Chelsea Menang Telak dari Rivalnya Tottenham Hotspur

“Yang saya herankan, kenapa kita sering terlalu cepat mewacanakan suatu kebijakan tanpa terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dan komprehensif berbagai aspek yang akan terdampak,” ucapnya.

Edy memaparkan, seharusnya BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu. Misalnya, BPOM harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini, adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan.

"Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum BPOM mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA itu. Dalam situasi pandemi, dimana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?” katanya.

Baca Juga: Mantan Pesepakbola Inggris Jimmy Greaves Ternyata Pernah Miliki Penyakit Parah Sehingga Tidak Bisa Bicara

Dia juga menyoroti dampak yang akan ditimbulkan kebijakan itu nanti nya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit dan terhadap psikologis konsumen.

"Bagaimana dampaknya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana dengandampak psikologis masyarakat yang selama ini mengkonsumsi kemasan guna ulang?” ucapnya.

Seharusnya, lanjut Edy, BPOM perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat.

Baca Juga: Pulang Hadiri Sidang PBB di New York, V BTS Jadi Sorotan Media Mulai dari Topi Mahal Hingga Jari Kaki Tampan

"Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain," katanya.

Wacana terkait desakan soal label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung BPA ini mulai dimunculkan sejak tahun lalu dan pertama kali dilontarkan oleh organisasi yang menyebut diri mereka sebagai Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL).

Desakan ini juga bersamaan dengan munculnya air kemasan galon sekali pakai berbahan PET di pasar saat ini dijual secara masif.

Baca Juga: Daebak! Jaehyun NCT Jadi Selebriti Pertama yang Siarkan Runway Show Prada di Milan Fashion Week,Intip Kisahnya

Menghindari keresahan konsumen atas perlakukan JPKL ini, BPOM mengadakan pertemuan dengan mengundang sejumlah pihak untuk membahasnya. Hasilnya, BPOM mengeluarkan rilis pada 29 Juni 2021 lalu yang dimuat pada situs resminya untuk mengklarifikasi apa yang disampaikan JPKL.

Rilis BPOM itu berbunyi, “Sehubungan dengan adanya isu seputar Bisfenol A (BPA) dalam kemasan galon Polikarbonat (PC) yang berkembang, bersama ini Badan POM memberikan penjelasan, di antaranya BPA berbahaya bagi kesehatan apabila terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi oleh tubuh ; batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg) sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan; hasil sampling dan pengujian laboratorium terhadap kemasan galon AMDK jenis polikarbonat yang dilakukan pada Tahun 2021, menunjukkan adanya migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj. Nilai ini jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan Badan POM, yaitu sebesar 0,6 bpj. Selain itu, Badan POM juga melakukan pengujian cemaran BPA dalam produk AMDK. Hasil uji laboratorium (dengan batas deteksi pengujian sebesar 0,01 bpj) menunjukkan cemaran BPA dalam AMDK tidak terdeteksi.”

Kemenperin juga menegaskan bahwa air kemasan galon baik yang berbahan PET maupun PC aman untuk digunakan oleh industri.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah