Badan POM Didesak Lakukan Labeling BPA Free, Komnas Perlindungan Anak: Lindungi Kesehatan Anak-anak

7 Oktober 2021, 23:15 WIB
Badan POM didesak lakukan labeling BPA free, Komnas Perlindungan Anak: Lindungi kesehatan anak-anak. /Pixabay/Conger Design/

ZONA PRIANGAN – Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, menyoroti dengan tajam penggunaan bahan kimia Bisphenol-A atau yang dikenal BPA secara masif dalam pembuatan plastik.

Menurut Arist, Komnas PA sangat peduli akan perlindungan anak-anak dari bahaya penggunaan bahan kimia BPA bagi kesehatan anak-anak.

"Komnas PA dalam beberapa bulan ini melakukan sosialisasi terhadap penggunaan BPA dalam produksi plastik," paparnya.

Baca Juga: Inilah Sepeda Motor Satu Roda Paling Cepat di Dunia, Menggunakan Tenaga Listrik

Arist melanjutkan, masih banyak masyarakat yang belum paham terkait dengan produk-produk plastik dan dampaknya bagi kesehatan.

Paparan tersebut disampaikan dalam diskusi dengan tema "Urgensi Label BPA Bagi Kesehatan" yang digelar secara daring melalui zoom conference, Selasa, 5 Oktober 2021.

Arist meminta agar pemerintah selaku regulator segera membuat aturan yang tegas untuk pelabelan produk free BPA.

Baca Juga: Insinyur Mesir Merancang Robot Penghasil Air untuk Digunakan di Planet Mars

"Kami minta agar Badan POM dan Kementerian Kesehatan membuat aturan yang jelas, terkait informasi BPA ini dalam sebuah produk," paparnya.

Dia mempertanyakan produk plastik yang beredar di pasar menyertakan free BPA, apakah dilakukan oleh pabrik atau sudah melalui uji klinis di Badan POM. Pemasangan label Free BPA harus dilakukan regulator.

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Nol Sampah Indonesia, Wawan Some, menurutnya, penggunaan bahan kimia BPA bisa berdampak serius terhadap kesehatan.

Baca Juga: Mohamed Salah Tengah dalam Performa Terbaiknya, Bersiap Membela Mesir untuk Meraih Posisi Puncak

"Dalam kondisi panas, struktur kimia yang ada dalam plastik tersebut akan lepas dan bercampur dengan makanan atau minuman yang menjadi isi dari kemasan plastik, dan jika di konsumsi sangat berbahaya," jelasnya.

Wawan mengatakan, bahan makanan yang berlemak juga semakin meningkatkan resiko terjadinya paparan BPA.

Selain itu, Wawan juga mengkritisi regulator yang tidak jelas dalam mengatur jenis-jenis plastik yang digunakan oleh masyarakat. Misalnya terkait makna angka-angka yang ada di dalam produk plastik dalam bentuk botol yang sekali pakai.

Baca Juga: Cristiano Ronaldo dan Khabib Nurmagomedov Berhadapan dalam Duel Persahabatan

"Ada berbagai macam jenis plastik dari mulai angka 1 sampai 7, angka 1 misalnya seperi air kemasan, soft drink dan sebagainya, itu adalah produk sekali pakai," katanya.

Namun banyak masyarakat yang tidak paham, karena bentuk botolnya bagus dipakai lebih dari satu kali.

“Ketika dipakai lebih dari satu kali, maka zat kimia didalamnya ikut larut dalam air,” tuturnya.

Baca Juga: Ubur-ubur Portugis Sangat Berbahya dalam Keadaan Mati Bisa Membunuh Manusia, Kini Muncul di Pantai Inggris

Wawan pun meminta agar edukasi terkait bahan kimia berbahaya juga dibarengi dengan melakukan kontrol pada proses produksinya, sehingga bisa meminimalisir penggunaan bahan pastik berbahaya tersebut.

Sementara itu Arist juga meminta agar negara tidak boleh kalah dengan industri. Karena ancaman bahanya BPA bukan saja bagi anak-anak, namun juga bagi masa depan bangsa.

"Di luar negeri BPA sudah dinyatakan sebagai bahan berbahaya yang dilarang penggunaanya," ungkapnya.

Baca Juga: Si Pirang 21 Tahun Bahagia Pacaran dengan Pria yang Pantas Menjadi Bapaknya, Nicole: Semua Keperluan Terpenuhi

Urgensi pelarangan BPA di Indonesia, jelas Arist, sudah sangat mendesak.

"Hasil eksekusi kami terhadap berbagai penelitian di lapangan, regulator diperlukan kehadirannya dalam mengontrol produk plastik berbahan kimia berbahaya," ucapnya. 

Terkait misalnya penggunaan galon guna ulang, yang meluas di tengah masyarakat. Pemerintah harus membuat label peringatan kepada konsumen. Karena galon isi ulang terbuat dari polikarbonat yang mengandung  BPA. Sementara banyak ibu-ibu membuat susu untuk anak-anak dari air yang berasal dari galon isi ulang.

Baca Juga: Hadapi China, Pertahanan Taiwan Dirombak Total, Gedung Pencakar Langit dan Jembatan Jadi Alat Perang

“Peringatan produk seperti halnya di produk rokok, di produk plastik juga harus ada seperti itu,” tegasnya.

Berdasarkan studi yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa paparan manusia terhadap BPA cukup luas. Data statistik Kanada yang dilakukan pada 2007 – 2009 ditemukan sekitar 91 persen orang berusia 6 sampai 79 tahun dalam urinnya terdeteksi mengandung BPA.

Sedangkan di survei di Amerika Serikat pada 2003 – 2004 mendeteksi adanya BPA sebesar 93 persen dari 2.517 sampel urin orang Amerika yang berusia lebih dari 7 tahun.

Baca Juga: AstraZeneca Menanti Persetujuan FDA untuk Penggunaan Darurat Obat Antibodi Covid-19

Populasi yang beresiko terhadap paparan BPA adalah bayi, karena tubuh mereka sedang berkembang dan sistem detoksifikasi di dalam hati juga belum sempurna. 

Pada 2010 Kanada menjadi negara pertama di dunia yang menyatakan BPA sebagai zat toksik yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan dan lingkungan.

Uni Eropa telah menotifikasikan pelarangan penggunaan BPA dalam pembuatan botol susu bayi dari plastik mulai Maret 2011.

Pada bulan Juni 2011, import dan penjualan botol bayi yang mengandung BPA juga akan dilarang.***

Editor: Yurri Erfansyah

Tags

Terkini

Terpopuler