Sebabkan Stunting dan Gizi Buruk, YAICI dan IBI Jabar Edukasi Masyarakat tentang Bahaya Konsumsi Kental Manis

- 12 Agustus 2022, 19:23 WIB
Sebabkan stunting dan gizi buruk, YAICI dan IBI Jabar edukasi masyarakat tentang bahaya konsumsi kental manis.
Sebabkan stunting dan gizi buruk, YAICI dan IBI Jabar edukasi masyarakat tentang bahaya konsumsi kental manis. /ZonaPriangan.com/Yurri Erfansyah/

ZONA PRIANGAN – Berbagai persoalan malnutrisi di Indonesia khususnya pada anak-anak saat ini masih terus dihadapi.

Hal yang menjadi salah satu penyebab gizi buruk dan stunting pada balita adalah kental manis yang diberikan pada anak sebagai pengganti susu.

Dalam hal ini, bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan dengan peran penting di masyarakat. Tidak hanya bertugas sebagai pendamping persalinan, bidan juga memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak.

Baca Juga: Bahaya Susu Kental Manis yang di Seduh, Pakar: Tingkatkan Risiko Diabetes, Obesitas, Gizi Buruk dan Stunting

Karenanya kemampuan bidan terkait literasi gizi dan kesehatan keluarga harus senantiasa ditingkatkan.

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat (kiri), berbincang dengan Wakil Ketua IBI Jawa Barat, Nina Farida Ariani, di Bandung, belum lama ini.
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat (kiri), berbincang dengan Wakil Ketua IBI Jawa Barat, Nina Farida Ariani, di Bandung, belum lama ini.


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan pasal 46 menjelaskan bahwa tugas bidan meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak, reproduksi perempuan, dan keluarga berencana.

Oleh karena itu, bidan berperan penting dalam mencegah gizi buruk dan stunting.

Baca Juga: Masih Banyak yang Gunakan Susu Kental Manis dengan Diseduh, Inilah Cara Penggunaan SKM yang Benar

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat, mengatakan dalam rangka mendukung pencapaian target penurunan stunting, YAICI bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat memberikan pembekalan untuk meningkatkan literasi gizi bidan.

"Program edukasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat, baik dalam bentuk edukasi gizi maupun membantu merubah perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi," katanya kepada media di Bandung, Rabu, 10 Agustus 2022.

Lebih lanjut Arif menjelaskan, dari hasil observasi YAICI ke berbagai daerah, ditemukan lebih 60% para ibu masih memberikan kental manis kepada sang anak sebagai pengganti susu.

Baca Juga: 142 Cerita Edukasi Gizi dan Fakta Kental Manis Karya Guru PAUD Siap Dibukukan YAICI dan Himpaudi

"Contohnya di Kabupaten Bekasi, dari 192 responden, 156 anak mengkonsumsi kental manis. Sementara yang tidak konsumsi 36%. Sedangkan di Kota Bekasi, dari 231 responden, 146 anak mengkonsumi kental manis. Jadi dari 423 responden, 301 atau 71% konsumsi kental manis," paparnya.

Selain itu, lanjut Arif, menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14%.

"Selain itu menurut Riskesdas 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%," ujarnya.

Baca Juga: Lewat Kaleng Susu, Asah Kreativitas Tenaga Pendidik untuk Mendorong Tumbuh Kembang dan Kreativitas Anak

Sementara target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

"Kita Indonesia, sejak jaman Belanda sudah salah persepsi, dimana kental manis dianggap minuman bergizi, padahal ini salah. Bahkan kami yang pertama menggebrak susu kental manis (SKM) pada 2018 lalu," ucapnya.

"Coba lihat sekarang, sudah tidak ada lagi iklan SKM di media cetak, tv, online dan sebagainya. Bedanya di persepsi, sebagai susu, padahal SKM itu adalah sirup beraroma susu, sangat tinggi kadar gula lebih 50 persen," tambah Arif.

Baca Juga: Ayah yang Sayang Keluarga, Membeli Susu Cokelat buat Anak-anaknya Diganjar Hadiah Rp14,247 Miliar

Terkait hal itu, pihaknya menggandeng Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat guna meminimalisir dan mengedukasi masyarakat agar para ibu tidak memberikan kental manis kepada balitanya.

"Dari 61 negara yang di survey, Indonesia berada di posisi 60, sangat rendah. Pernah menemukan anak usia 12 tahun terkena diabetes karena gula tinggi, karena itu kami menggandeng IBI Jabar, agar bidan yang dulunya menginformasikan kental manis itu susu baik bagi kesehatan, dapat mengedukasi kader kadernya. Ada 29 daerah yang berhasil kami edukasi," ungkapnya.

Selain itu, YAICI juga bekerjasama dengan guru-guru paud serta berbagai organisasi terkait lainnya tentang literasi gizi untuk anak.

Baca Juga: Hari Susu Sedunia 2021, Ketahui Lebih Jauh tentang 'Revolusi Putih' dan Verghese Kurien

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua IBI Jawa Barat, Nina Farida Ariani, mengungkapkan bahwa stunting merupakan program yang cukup lama. Dengan peralihan leading sektor, baru dua tahun dilimpahkan ke BKKB.

"Jadi IBI tidak hanya satu sasaran saja, namun 1000 hari kehidupan sejak hamil, bahkan sejak remaja, IBI ikut mensosialisasikan bahaya stunting. Bagaimana generasi yang akan datang? Jika ibunya baik, sehat, tentunya anak juga baik dan sehat," katanya.

Menurut Nina, saat ini milenial banyak yang salah kaprah, terutama tentang menyikapi soal diet.

Baca Juga: Anak Tidak Cocok Susu Sapi, Miliki Risiko Kurang Zat Besi, Natasha Rizky: Beri Nutrisi Alternatif yang Tepat

"Remaja putri sekarang notebene banyak yang diet, dimana tidak sesuai, karena makanan tidak mengandung gizi seimbang," tuturnya.

Disamping itu, sosilisasi pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada balita juga masih rendah.

"Berikan ASI sesering mungkin, jika air susunya sedikit, artinya ada jaringan-jaringan yang tersumbat. Karena itulah, selain hubungan emosi antara ibu dan anak, dengan memberikan ASI sesering mungkin, tentunya ada rangsangan, sehingga ASI menjadi lancar," jelasnya.

Sementara itu Arif menambahkan, YAICI sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk.

Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan.

"Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak dibawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya," pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x