Cina-AS Tetap Panas di 2021, Mulai dari TikTok, Covid-19 hingga Klaim Laut Natuna Utara

1 Januari 2021, 12:11 WIB
FOTO ilustrasi Cina menjadi negara terkuat di dunia kalahkan Amerika Serikat.* /Karolina Grabowska /Pexels

ZONA PRIANGAN - Selama 2020 menjalani masa-masa buruk dalam menjalin hubungan dengan beberapa negara tetangga.

Bahkan hubungan Cina dengan Amerika Serikat (AS) dan Australia boleh dibilang kurang mengesankan.

Hubungan buruk dimulai dari praktik perdagangan, politik, hingga yang paling memanas, yakni klaim sepanjang gari Laut Natuna Utara (LNU).

Baca Juga: Cina Ingin Mengatur Cuaca Dunia, Kini Giliran Korea Selatan Ciptakan Matahari Buatan

Memasuki tahun baru 2021, sejumlah prediksi menyebutkan, Cina tetap menghadapi friksi dengan sejumlah negara.

Salah satu yang menarik dicermati, hubungan dengan AS, dimana keduanya bakal tidak ada yang melunak.

Walaupun sudah ada alih kepemimpinan dari Donald Trump ke Joe Biden, AS tetap mengambil sikap keras, selama Cina belum mengubah sikap.

Baca Juga: Cina Ingin Jadi Tuhan, Menguasai Langit dan Bisa Menentukan Cuaca di Dunia

Hubungan AS dan Cina yang memburuk tidak lepas dari sorotan mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd.

Rudd sempat memperingatkan pada bulan Agustus bahwa dunia sedang menghadapi "prospek bukan hanya perang dingin baru, tetapi juga yang panas".

Sebenarnya AS dan Cina mengakhiri perang perdagangan dua tahun dengan menandatangani kesepakatan perdagangan Fase Satu.

Baca Juga: Telaga Sarangan, Banyak Wisatawan yang Berupaya Datang Pagi Hari, Ternyata Ini Alasannya

Tetapi hubungan dengan cepat anjlok di tengah pandemi Covid-19, dengan Trump berulang kali menyebut virus itu sebagai "virus Cina".

Trump menyalahkan penutupan awal Cina di Wuhan atas penyebaran penyakit secara global yang dianggap terlambat.

Pemimpin AS itu juga memotong dana ke WHO, menyalahkan badan kesehatan global atas apa yang disebutnya bias terhadap Cina.

Baca Juga: Jazirah Arab Kembali Menghangat, Yaman Tembak Jatuh Pesawat Mata-mata Arab Saudi

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dalam pidatonya Juli menyatakan bahwa 50 tahun keterlibatan dengan Partai Komunis Cina (PKC) telah gagal.

Dia mengatakan Washington dan sekutunya harus menggunakan "cara yang lebih kreatif dan tegas" untuk menekan "Frankenstein" Cina.

Sejak itu, kedua belah pihak telah mengusir jurnalis dan menutup konsulat lainnya.

Baca Juga: Erdogan Kecam 4 Negara Muslim Jalin Hubungan dengan Israel, Indonesia Target Berikutnya

Administrasi Trump juga bergerak di bidang teknologi, memerintahkan pelarangan pada aplikasi seluler Cina TikTok dan WeChat.

AS memaksa pemilik TikTok di Cina untuk menjual operasinya ke perusahaan AS - semuanya dengan alasan keamanan nasional.

Pemilihan calon Presiden Joe Biden, seorang Demokrat, menurut para analis dapat membantu meredakan ketegangan.

Baca Juga: Kashmir Kembali Bergejolak, Pemerintah New Delhi Tangkap Puluhan Aktivis

Tetapi sikap keras AS tampaknya tidak mungkin berubah mengingat dukungan bipartisan untuk langkah di Kongres AS.

“Trump mewakili bahaya langsung. Biden mewakili bahaya jangka panjang,” ujar Einar Tangen, seorang analis politik yang berbasis di Beijing mengatakan kepada Al Jazeera.

Tetapi pejabat Cina berharap bahwa, setidaknya di bidang ekonomi dan juga di bidang militer, tidak akan ada sikap agresif.

Baca Juga: Kaum Pria Pasti Malu Menderita Penyakit Ini tapi Cobalah Ramuan Daun Pandan untuk Mengatasinya

Meskipun Cina mengalami tahun yang sulit di panggung internasional, kata Tangen, para pejabat menghadapi tahun baru merasa jauh lebih percaya diri.***

Editor: Parama Ghaly

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler