ZONA PRIANGAN - Gara-gara tuduhan pelacur, Korea Selatan dan Korea Utara bersatu.
Ya Korea Selatan dan Korea Utara secara bersatu mengecam seorang profesor Universitas Harvard.
Sebelumnya Profesor J. Mark Ramseyer dari Universitas Harvard dalam makalah akademisnya menyebut, wanita Korea yang dijadikan budak seks tentara Jepang, sejatinya pelacur.
Baca Juga: Gara-gara Kondom Tertinggal di Vagina, Perselingkuhan Istri Terbongkar
Baca Juga: Gara-gara Doyan Berhubungan Intim Lima Kali Sehari, Mengantarkan Ibu Guru Ini Masuk Penjara
"Wanita Korea yang bekerja di rumah bordil militer Jepang itu, rela menandatangani kontrak sebagai pekerja seks," tulis Ramseyer.
Makalah Ramseyer telah meningkatkan perselisihan politik antara Jepang dan Korea.
Sebelum makalah Ramseyer terbit, Korea menuntut ganti rugi atas pelecehan yang dilakukan tentara Jepang.
Baca Juga: Terungkap, Jepang Jajah Indonesia Bukan Karena Rempah-rempah atau Emas tapi Incar Pohon Ini
Baca Juga: Tanam Pohon Porang Sangat Menguntungkan, China dan Jepang Siap Menampung
Sejauh ini Jepang menolak untuk memberikan ganti rugi, walau pengadilan Korea Selatan memvonis harus ada uang kompensasi terhadap korban.
Ratusan sarjana telah menandatangani surat yang mengutuk artikel Ramseyer, yang menyatukan Korea Utara dan Selatan memicu kemarahan.
Selasa lalu, DPRK Today yang dikelola negara Korea Utara menerbitkan sebuah artikel yang menyebut Ramseyer sebagai "pencuri uang menjijikkan" dan "sarjana palsu".
Baca Juga: Saat Telanjang, Cewek Ini Tidak Membutuhkan Baju, Cukup Menutup Tubuh dengan Rambut Panjangnya
Baca Juga: Mencukur Bulu Kemaluan dan Cabut Bulu Ketiak Jangan Lebih dari 40 Hari, Ini Penjelasannya
Ramseyer, seorang profesor studi hukum Jepang di Harvard Law School, menolak berkomentar.
Artikel Ramseyer, berjudul "Kontrak untuk seks dalam Perang Pasifik", diterbitkan secara online pada bulan Desember dan dijadwalkan muncul dalam International Review of Law and Economics edisi Maret.
Namun, masalah tersebut telah ditangguhkan, dan jurnal tersebut mengeluarkan "ekspresi keprihatinan" yang mengatakan bahwa artikel tersebut sedang diselidiki.
Baca Juga: Stop! Penggunaan Husnul Khatimah untuk Orang Meninggal, Itu Kebiasaan Tidak Tepat
Baca Juga: Hati-hati bagi Istri yang Suka Ngomel, Ternyata Bisa Menimbulkan Nasib Sial, Ini Penjelasannya
Lebih dari 1.000 ekonom telah menandatangani surat terpisah yang mengutuk artikel tersebut, mengatakan artikel itu menyalahgunakan teori ekonomi "sebagai kedok untuk melegitimasi kekejaman yang mengerikan".
Sekelompok sejarawan Jepang yang terpisah mengeluarkan artikel setebal 30 halaman yang menjelaskan mengapa artikel tersebut harus ditarik "atas dasar kesalahan akademis".
Di Harvard, ratusan mahasiswa menandatangani petisi yang menuntut permintaan maaf dari Ramseyer dan tanggapan universitas atas keluhan terhadapnya. Harvard Law School menolak berkomentar.
Baca Juga: Ketagihan Berhubungan Intim dengan Pria Beristri, Lantas Hamil, Nasib Perempuan Ini Berakhir Tragis
Baca Juga: Kejadian Aneh, Kolam Air Mendidih Tiba-tiba Muncul di Jalan, Seorang Siswi Terbakar
Di Korea Selatan, para aktivis mengecam Ramseyer dan menyerukan pengunduran dirinya dari Harvard, demikian dilaporkan ABC News.
Chung Young-ai, Menteri Kesetaraan gGnder dan Keluarga Korea Selatan, menyatakan kekecewaannya atas artikel tersebut minggu lalu.
"Ada upaya untuk mendistorsi (fakta tentang) masalah 'wanita penghibur' militer Jepang dan menodai kehormatan dan martabat para korban," kata Chung.
Baca Juga: UFO Kembali Muncul, Nyaris Menabrak Pesawat American Airlines, Pilot Sempat Panik
Baca Juga: Teori yang Aneh, Semua Akan Berubah Menjadi Kepiting Termasuk Manusia dan Alien
Lee Yong-soo, seorang warga Korea Selatan berusia 92 tahun dan yang selamat, menggambarkan pernyataan Ramseyer sebagai "menggelikan" dan menuntut agar dia meminta maaf.***