Ribuan Buruh Tolak Pengesahan RUU Omnibus Law dan Impor Kain

28 Juli 2020, 13:09 WIB
RIBUAN buruh melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung Sate Kota Bandung, Selasa 28 Juli 2020.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA /

ZONA PRIANGAN - Para buruh yang tergabung Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC SPTSK SPSI) Kabupaten Bandung dan para SP lainnya tetap menyatakan penolakannya pada rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law.

Para buruh juga menyatakan penolakan impor kain dari luar negeri tersebut karena merugikan kaum pekerja di dalam negeri yang kehilangan pekerjaan.

"Adanya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law itu dikhawatirkan merampas hak normatif para buruh. Begitu juga dengan adanya impor kain yang masuk ke dalam negeri dapat merampas pekerjaan kaum buruh, akibatnya banyak di antara pekerja yang menganggur," kata Ketua PC SPTSK SPSI Kabupaten Bandung, Uben Yunara, Selasa 28 Juli 2020.

Baca Juga: Zilva Aninda Zevanya Digadang-gadang Akan Bersinar di Persib

Uben menegaskan, dengan adanya impor barang dari luar memperparah situasi kondisi ekonomi pabrik karena mereka kalah bersaing harga dengan barang dari luar.

"Bahkan ada barang selisihnya melebihi 50 persen," ucap Uben.

Sebagai bentuk reaksi penolakan Rancangan Undang-Undang yang akan disahkan menjadi Undang-Undang Omnibus Law dan penolakan impor barang tersebut, kata Uben, ribuan buruh melakukan aksi unjuk rasa ke Gedung Sate Kota Bandung hari ini.

Baca Juga: Terpapar Covid-19 saat Berjualan di Jakarta, Warga Paseh Sumedang Akhirnya Meninggal

Ribuan buruh itu berasal dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat, untuk melakukan aksi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang Omnibus Law.

"Setelah beberapa bulan ini pandemi Covid-19 yang berimbas pada terpuruknya sektor ekonomi, khususnya sektor industri mengakibatkan ribuan buruh terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan setiap hari ada saja para buruh yang menjadi korban PHK dari tempat kerjanya," kata Uben.

Uben mengatakan, dampak pandemi Covid-19, belasan ribu buruh sudah menjadi korban PHK.

Baca Juga: Organisasi Parfi Terbelah Tiga, Kubu Soultan Saladin Siapkan Kongres

"Hal inilah yang membuat kita harus berjuang, berpikir dan bekerja keras untuk membantu para buruh," ucap Uben.

Ia mengatakan, kondisi keterpurukan ekonomi yang dialami ribuan buruh Kabupaten Bandung itu, sudah disampaikan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung dan DPRD Kabupaten Bandung.

"Dengan harapan ada penyelesaian persoalan keterpurukan ekonomi yang dialami para buruh tersebut," ungkapnya.

Baca Juga: Gegara Ada Dua Lubang, Permasalahan Dibawa ke Ranah Hukum

Ia juga mengamati di lapangan, dalam kondisi saat ini masih banyak perusahaan yang membayar upah kerja sebesar 25 persen dari besaran upah minimum Kabupaten Bandung sebesar Rp 3.140.000 per bulan.

"Bahkan masih banyak perusahaan yang belum operasional. Paling tidak saat ini antara 25-50 persen perusahaan yang sudah kembali operasional," ujarnya.

Menurutnya, kondisi demikian sangat dirasakan oleh para buruh. Adapun perusahaan yang mem-PHK para buruhnya, pemberian hak-hak normatifnya pun belum jelas. Di antaranya pemberian uang pesangon.

Baca Juga: Jabatan Direktur Tak Menghalangi Hobi Naik Motor, Iwan: Risikonya Paling Kehujanan

"Termasuk para pekerja yang dirumahkan, sampai saat ini belum jelas kapan mereka kembali dipekerjakan," ucapnya.

Ia juga mengaku prihatin manakala ada perusahaan yang nekat mem-PHK atau merumahkan karyawannya dengan tidak memberikan hak-hak normatif. "Kami pun khawatir dampak ekonomi yang dialami para buruh menimbulkan terjadinya gejolak. Organisasi buruh juga tidak bisa menahan gojalak di kalangan masyarakat buruh," ujarnya.

Ia pun berharap bisa duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan yang dialami para buruh. Soalnya, tidak bisa diselesaikan dengan cara yang satu menyerang dan satunya lagi melawan.

Baca Juga: Cerita Munjul Bangke dan Misteri Cikurubuk Sekitar Waduk Darma Kuningan

"Ini harus dilajukan duduk bersama sebagai anak bangsa," tuturnya.

Uben Yunara pun mengungkapkan, untuk menyelesaikan persoalan perburuhan tidak bisa lagi meminta bantuan ke pemerintah pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja RI.

"Karena ini menyangkut persoalan lokal atau di daerah, yaitu antara pengusaha dan pekerja," katanya.

Baca Juga: Hati-hati Memasuki Kawasan Cadas Pangeran, Sering Terjadi Peristiwa Aneh Menimpa Pengendara

Dalam kondisi saat ini, imbuhnya, kondisi perusahaan dihadapan pada persoalan sulit. Para pekerja pun sama dan jauh lebih sulit lagi.

"Perhatian pemerintah sampai saat ini belum menyentuh kepada buruh. Pemerintah lebih memikirkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law, sebenarnya tidak ada artinya dengam kondisi dan situasi yang dirasakan para buruh," katanya.

Dalam kondisi saat ini, ia pun melihat kondisi ekonomi perusahaan semakin parah, begitu juga yang dialami para buruh semakin merana nasib ekonominya.

Baca Juga: Honda CBR250RR SP Quick Shifter Membuat Pengendara Lebih Ringan Mengoperasikan Kopling

Lebih lanjut Uben Yunara menyikapi dengan adanya rencana pengesahan peraturan Undang-Undang Omnibus Law. Dengan adanya rencana itu, katanya, para aktivis buruh berpikir apakah ini sebuah hukuman atau teguran. Pasalnya, para buruh tidak masuk atau ikut dalam politik praktis.

"Kalaupun ikut, para aktivis buruh itu ada di Partai Golkar, PDIP, PKS, Partai Demokrat dan partai lainnya. Akibatnya, kekuatan buruh tercerai berai. Yang seharusnya, misalnya dapat satu kursi di daerah pemilihan, akhirnya tidak dapat sama sekali," sebutnya.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler