Pengrajin Gamelan di Majalengka Menjerit karena Minim Peminat, Musim Covid-19 Benar-benar Sepi

- 15 Maret 2021, 15:33 WIB
 Masa pandemi Covid-19 membuat pengrajin gamelan di Majalengka menjerit karena sepi peminat.
Masa pandemi Covid-19 membuat pengrajin gamelan di Majalengka menjerit karena sepi peminat. /ZonaPriangan/Rachmat Iskandar/

“Musim Covid-19 benar-benar sepi,” katanya

Arsita biasa membuat gamelan untuk obrog-obrog, silat, jaipong, sandiwara, wayang kulit, degung, atau ngamelan untuk wayang golek. Itu dilakukannya sejak tahun 1975. Apa yang dilakukannya berawal sejak dirinya menjadi nayaga (penabuh gamelan).

Baca Juga: Sinetron 'Ikatan Cinta': Apa Kabar Roy dan Benarkah Elsa Temui Karmanya Sendiri?

Ketika itu menjadi seniman atau penabuh gamelan penghasilanya tidak cukup jelas, baru mendapatkan uang manakala ada panggung, itupun kebagiannya kecil karena grup seni dibayar kecil.

Atas dasar tersebut dia kemudian memilih keluar dari grup seni tempatnya tinggal dan beralih profesi menjadi tukang servis gamelan, hingga lama kelamaan membuat gamelan sendiri. Kakek Arsita, Kamsijan juga menjadi pengrajin gamelan.

“Sekolah-sekolah yang peduli dengan kesenian sunda juga banyak yang membeli. Kebanyakan Sekolah Dasar yang membeli gamelan, ada yang degung ada juga untuk upacara adat. Tapi sejak Covid dari sekolah pun tak ada pembeli.

Baca Juga: 7 Cara Hidup Sehat, Cepat Turunkan Kolesterol dan Efektif Mengontrol Diabetes

Satu set gamelan dibanderol seharga Rp28 juta hingga Rp30 juta tergantung bahan yang digunakan. Terutama untuk gong ada seniman yang menghendaki bahannya dari baja.

Kebanyakan seniman gongnya terbuat dari besi. Hanya sebagian kecil saja yang meminta alat seni untuk perkusi berbahan perunggu karena harganya yang cukup mahal.

Baca Juga: Akhirnya Pohon Jati Pereket di Kertajati Dicabut, Ditonton Warga yang Takjub Karena Jati Tak Berakar

Halaman:

Editor: Didih Hudaya ZP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah