Musim Kemarau Panjang Membawa Berkah Bagi Perajin Keripik Gadung

- 22 September 2021, 08:00 WIB
Warga  di Blok Entang, Desa Batujaya, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka sedang memproduksi Keripik gadung.
Warga di Blok Entang, Desa Batujaya, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka sedang memproduksi Keripik gadung. /Zonapriangan.com/Rachmat Iskandar ZP

ZONA PRIANGAN - Musim kemarau panjang membawa berkah bagi perajin keripik gadung di Blok Entang, Desa Batujaya, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, karena bisa memproduksi keripik lebih banyak dan aman.

Lebih aman karena bisa menggali gadung untuk dibuat keripik, sedangkan pada musim penghujan gadung tidak bisa diproses karena katanya bisa beracun akibat terkena hujan serta umbi gadung ketika diproses menjadi keripik akan terasa keras.

Warga di wilayah tersebut juga sulit bertani karena tidak tersedianya air.

Baca Juga: Ingin Cerdas Menggunakan Media Sosial, Berikut Tips dan Kiat Agar Kita Aman dalam Memanfaatkannya

Kawasan hutan di bukit sebelah Selatan pemukiman nampak gundul dan kering kerontang.

Lembah di bawah bukit hanya nampak bekas sawah dengan jerami kering. Embung yang ada dibukitpun retak-retak hingga cukup lebar dan dalam. Warga di sana kebanyakan menjadi perajin bata dan berjualan.

Suhenti (42) diantara puluhan warga yang menjadi perajin keripik gadung, kemarau tahun ini dia bisa menambah penghasilan suaminya dengan menjadi perajin keripik. Dalam sehari dia bisa meproses 10 kg lebih umbi untuk dibuat keripik dengan harga jual sebesar Rp 30.000 per kg kondisi mentah.

Baca Juga: 7 Sayuran Ini Mengandung Antioksidan Paling Ampuh, Tambahkan Mereka ke Diet Anda

Pada pagi hari dia pergi ke bukit untuk mencari gadung di kawasan hutan yang gundul, yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Tak mencapai dua jam belasan kilo umbi gadung telah diperolehnya untuk dikupas dan sugu agar tipisnya rata dan lebih cepat.

Dia memprosesnya sendirian sambil menemani suaminya yang menjadi perajin kusen beton di sebuah tempat dekat rumahnya. Dia mengupas sendiri kemudian menyugunya dan melumurinya dengan debu. Setelah itu dijemur kemudian direndam air sambil dicuci bersih dan dikukus serta dijemur kembali.

“Prosesnya lima harian hingga menjadi keripik,” ungkap Suhenti.

Dia tidak menyebutkan secara pasti berapa banyak keripik yang diproduksinya setiap hari.

Karena menurutnya tidak pernah menghitung jumlah ataupun uang hasil penjualan. Yang dilakukannya memproduksi dan menjualnya, uangnya untuk kebutuhan anaknya sekolah serta kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: Mobil Terbang Pertama Asia Akan Muncul dari India Bernama Vinata yang Miliki Kecepatan 120 Km per Jam

Perajin lainnya Hasti (34) mengatakan dia memproduksi keripik gadung bersama suaminya. Setiap hari mencari gadung ke hutan dan memprosesnya bersama-sama karena kebetulan suaminya yang menjadi petani kini tidak bekerja karena sawahnya kering.

Dia memproduksi lebih banyak karena dilakukan berdua. Produksi yang dihasilkannya sebagian dijual keliling dan ke pasar tradisional dengan harga Rp 30.000 per kg.

“Ada juga pembeli yang datang ke rumah, sisanya dijual keliling setelah selesai kerja.” katanya.

Baca Juga: Operasi Patuh Lodaya Sambil Berbagi Sembako

Di kampungnya menurut Hasti dan Suhenti banyak ibu rumah tangga yang sama-sama memproduksi gadung memanfaatkan waktu musim kemarau.

Disaat tidak ada pekerjaan dan tidak bertani. Keripik gadung menurut mereka mudah dilakukan dan mudah dijual, uangnya bisa ditunggu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Makanya banyak warga di wilayahnya yang setiap tahun di musim kemarau menjadi perajin keripik.***

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x