Lelang Gula Selalu Rendah, Petani Tebu Terancam Rugi

4 Agustus 2020, 16:37 WIB
PEKERJA tebang tebu sebagian besar sudah berusia lanjut dan tidak ada regenerasi.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON /

ZONA PRIANGAN - Petani tebu mengeluhkan harga lelang gula yang selalu rendah.

Tahun ini hanya mencapai Rp 11.500 per kg padahal biaya produksi kini telah naik, baik ongkos tebang ditambah sulitnya cari pekerja yang tidak ada regenerasi.

“Beberapa hari lalu saya melelang sebagian gula angka penutupan hanya mencapai Rp 11.500per kg. Idealnya harga lelang bisa melebihi angka itu, setidaknya Rp 13.000 per kg karena harga eceran sudah lumayan tinggi lebih dari Rp 17.000 per kg,” kata seorang petani tebu asal Desa Kertawinangun, Kecamatan Kertajati, Suparman, Selasa 4 Agustus 2020.

Baca Juga: PHK Selama Pandemi Covid-19 Menimpa 13.000 Buruh, SPSI Tuntut Hak Normatif

Dia berharap pemerintah bisa melelang gula petani dengan harga yang layak agar bisa memberikan keuntungan dan melindungi para petani tebu.

Di samping itu harga gula di pasaran juga akan lebih bisa dikendalikan. “Harga lelang biasanya dibawah HPP,” katanya.

Permintaan naiknya harga lelang ini alasannya biaya produksi gula kini diperkirakan telah mencapai Rp 12.700-an.

Baca Juga: 257 Anggota Polres Subang Jalani Pemeriksaan Kesehatan

Komponen biaya yang naik di antaranya, ongkos kerja penebang dan menyiangi yang semakin mahal.

Pupuk dan obat juga demikian serta sewa lahan yang setiap tahun mengalami kenaikan.

Ditambah ongkos kendaraan juga mahal, terlebih jika kendaraan tidak bisa mengangkut hingga di tengah perkebunan akibatnya angkutan dari kebun hingga kendaraan harus diangkut menggunakan orang.

Baca Juga: Dukung Pengusaha Kecil, Pemkab Pangandaran Beli Alat Uji Laboratorium Makanan

“Upah tebang dan angkut telah mencapai Rp 11.000 per kw, dan pekerja juga sulit karena kan pekerja tebu tidak ada regenerasi,” ungkap Suparman.

Semua pekerja sudah tua,tidak ada yang meneruskan. Anak muda lebih suka mencari pekerjaan lain dari pada harus nebang tebu panas-panasan

Dia pun berharap pemerintah tetap mempertahankan pabrik gula jika mungkin bisa menambah kapasitas giling.

Baca Juga: Polisi Berbaik Hati, Selama Pandemi Covid-19, Lupa Perpanjang SIM atau STNK Tidak Ditilang

Karena persaoalan yang dihadapi petani juga akibat terbatasnya pabrik sehingga hampir semua hasil panen tebu dari wilayah III serta Sumedang dan Subang melakukan giling di PG Jatitujuh.

Karena pabrik yang terbatas, pada awal penebangan tahun 2020 ini, menurut Suparman, pernah hasil panen hingga tiga hari tidak bisa digiling.

Semua kendaraan pengangkut tebu menginap dua malam hingga berderet memanjang menunggu masuk ke pabrik.

Baca Juga: Peternak Bebek Makin Sedikit, Usaha Telur Asin Ibu Suryati Terancam

Sementara itu menyangkut rendemen tahun ini menurut Suparman berkisar antara 6,6 hingga 6,7.

Padahal kondisi tanaman tebu cukup bagus karena cuaca yang mendukung serta jenis tebu juga bagus.

Hal yang sama juga disampaikan Rohim petani lainnya, dia berharap petani tebu bisa lebih dilindungi dan budidaya tanaman tebu lebih di tingkatkan untuk mendukung swasembada gula.

Baca Juga: Konsumsi Sari Tebu dan Air Zam-zam, Sekretaris MUI Sembuh dari Covid-19

Sehingga ke depan pemerintah tidak perlu lagi mengimpor gula dari luar melainkan bisa terpenuhi dari petani lokal.

“Sekarang yang dibutuhkan adalah dukungan harga dan fasilitas pabrik dengan kapasitas mesin yang tinggi agar tebu bisa lebih cepat digiling. Dengan demikian kadar gula juga bisa tinggi karena begitu tebang langsung giling sehingga air banyak, tidak ditunggu kering,” ungkap Rohim.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler