VHDEI Merawat dan Melestarikan Sejarah Motor Legenda

1 Agustus 2020, 12:05 WIB
Harley-Davidson klasik, biasanya bukan untuk pemakaian harian, dalam sebulan paling dipakai sekali atau dua kali.*/DIDIH HUDAYA /

ZONA PRIANGAN - Berdasarkan sejarah keberadaannya, motor berkategori legenda asal Milwaukee, Amerika Serikat, Harley-Davidson (H-D) telah hadir selama 117 tahun sejak dibuat pertama kalinya tahun 1903.

Kini sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk berbagai macam keperluan, sedangkan di Indonesia, diperkirakan masuk pada tahun 1920-an saat zaman kolonial, serta kemudian beredar terbatas untuk kebutuhan militer.

Harley-Davidson yang awal masuk ke Indonesia, diantaranya adalah jenis HD WLA Army. Unit Harley-Davidson itu dibawa oleh Belanda untuk kendaraan operasional di perkebunan.

Baca Juga: Harley-Davidson Iron 1200 Moge Tangguh dari Keluarga Sportster

Motor ini bukan tunggangan kalangan pribumi, melainkan kepala kebun berkebangsaan Belanda yang disebut Ordeming, yang lantas lebih familiar disebut sebagai Demang.

Pada kondisi kekinian, ketika zaman yang cenderung serba digital, hadir komunitas VHDEI (Vintage Harley-Davidson Enthusiast Indonesia), digagas diantaranya oleh Boyke Soerianata, Saulus Lacaden dan Indrodjojo Kusumonegoro dan yang lainnya.

Saulus dan Boyke adalah pencinta atau penggila Harley-Davidson asal Bandung, namun Boyke kini berdomisili di Amerika Serikat dan bekerja di Harley-Davidson Motors Company (HDMC).

Baca Juga: Harley-Davidson MT350, Merasakan Sensasi Berkendara dengan H-D Versi Militer

“VHDEI awalnya dari komunikasi di tingkat interaksi perorangan di media social, namun kini pada perjalanannya, anggota sudah mencapai lebih kurang 200 personel aktif yang juga kerap bertemu di darat, kategori klasik kini adalah unit motor keluaran 1927-1984,” kata Saulus Lacaden.

Kiprah spektakuler VHDEI, adalah ketika dua tahun lalu, sukses menggelar “Indonesia Heritage Motorcycles” di kompleks Candi Prambanan, Jawa Tengah dan berhasil mengumpulkan 295 Harley-Davidson berkategori klasik.*/Dok. VHDEI

Salah satu kiprah spektakuler mereka, adalah ketika dua tahun lalu, sukses menggelar Indonesia Heritage Motorcycles di kompleks Candi Prambanan, Jawa Tengah dan berhasil mengumpulkan 295 Harley-Davidson berkategori klasik.

Lima diantaranya adalah Harley-Davidson 1918 dari Solo, HD 1928 dan 1930 keduanya dari Bandung, serta dua unit HD keluaran tahun 1942 dari Surabaya dan Jakarta,” kata Saulus Lacaden.

Baca Juga: Di Max Off-road 4x4 Specialist, Seni Restorasi dan Modifikasi Menemukan Bentuk Terbaiknya

Melestarikan keberadaan unit motor tua seperti apa yang dilakukan VHDEI, adalah sebuah upaya yang pantas diapresiasi, walaupun suka-duka serta romantikanya juga menyertai kiprah dalam hal mengurus motor tua.

“Secara teknis, problem yang kerap muncul biasanya ada pada bagian girboks dan sistem pengereman,” ungkap Saulus.

Mengatasinya, kata Saulus lagi, biasanya adalah saling tukar informasi, memberitahu teman-teman yang memerlukan atau beberapa diantaranya inden spare part ke luar negeri, walaupun barang pesanan relatif lama datangnya.

Baca Juga: Ford GPW Military Jeep 1944, Menikmati Sensasi Kendaraan Peninggalan Perang

Masa penantian biasanya membuat mereka merasa gregetan menunggu bagian suku cadang yang dipesan.

“Sedangkan untuk rem, sudah bisa diakali sendiri, diantaranya membuat kampas baru untuk mengganti bagian pirodonya. Namun secara umum, setiap model dari HD Klasik masing-masing beda masalahnya,” imbuhnya.

Melestarikan keberadaan unit motor tua seperti apa yang dilakukan komunitas VHDEI, adalah sebuah upaya yang pantas diapresiasi.*/Dok. VHDEI

Perbaikan kecil biasanya ditangani sendiri atau dibantu teman, sedangkan masalah tergolong besar mengenai mesin, biasanya panggil mekanik yang terkadang juga teman mereka sendiri.

Baca Juga: Bugatti Baby II, Mobil ‘Mainan’ Seharga Hampir Rp 1 Miliar

Tidak ada anggaran khusus untuk pemeliharaan, paling biasanya ganti oli yang cepat aus terbakar itupun tergantung kepada pemakaian.

“HD klasik biasanya bukan untuk pemakaian harian, dalam sebulan paling dipakai sekali atau dua kali,” kata Saulus, seraya mengatakan, bahwa HD klasik tren tahun 1980-1990 an banyak tampil dalam balutan modifikasi custom.

Namun kini tren kembali ke performa standar original yang lebih artistik.

HD tua enaknya diajak menikmati jalanan tanpa harus digeber dengan putaran gas maksimal.

Baca Juga: Norton Breitling Sport Edisi Terbatas, Diproduksi 77 Unit.

Kadang problem di sistem pengereman juga menjadi penyebab mengapa pengguna HD tua tak mau membesut gas terlalu tinggi.

Dalam istilah Saulus, bisa saja motor tua itu saat melaju dan butuh mengerem, saat direm hari Senin, berhenti baru hari Kamis.

“Saya sendiri lama menggunakan tipe WLA 1951, dengan coil yang diganti inden dari luar, karena sebelumnya oli terus menurun pada carter sehingga problemnya susah saat harus menghidupkan,” jelasnya.

Untuk itu, dalam sebulan sekali kita jalankan atau kita riding pendek, supaya oli bisa beredar melumasi bagian penting mesin, “karena jika jarang dihidupkan apalagi HD yang dibantu oleh accu akan lemah, akan susah hidup pastinya,” pungkas Saulus.***

Editor: Didih Hudaya ZP

Tags

Terkini

Terpopuler