AS Tolak Semua klaim Kedaulatan China di Atas Laut Natuna Utara

29 Januari 2021, 21:21 WIB
Foto ilustrasi kapal Perang /Pixabay/Thomas H.

ZONA PRIANGAN - Amerika Serikat (AS) terus meningkatkan tekanan kepada China yang mengklaim sejumlah wilayah untuk memperluas wilayah maritimnya, khususnya di Laut Natuna Utara.

Tekanan berupa penolakan tersebut dilontarkan setelah Menlu AS Anthony Blinken berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin, salah satu negara ASEAN yang bersengketa dengan China, pada Rabu 27 Januari 2021.

Anthony mengatakan China telah melanggar hukum internasional soal sengketa Laut Natuna Utara.

Baca Juga: China Tegaskan, Taiwan Merdeka Berarti Perang, Kapal Induk AS Sudah Berada di Laut Natuna Utara

Di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara yang tergabung di ASEAN mendapatkan tekanan dari China untuk mengakuinya.

Sebelumnya AS telah lama menjalin kerja sama pertahanan bersama Filipina.

Jalinan kerja sama tersebut kemungkinan akan kembali diperkuat untuk melawan klaim China di Laut Natuna Utara.

Baca Juga: Inilah Beberapa Alasan, Para Ilmuwan Menyimpulkan Varian Baru Virus Corona di Inggris Bisa Lebih Mematikan

"Menteri Blinken berjanji untuk membela negara Asia Tenggara dalam menghadapi tekanan RRC (Republik Rakyat China)," kata Kementerian Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan resmi.

"Menteri Blinken menekankan pentingnya Kesepakatan Pertahanan Bersama untuk mengamankan kedua negara," ujar mereka dalam pernyataan tersebut.

"Dan penggunaannya jelas untuk (melawan) serangan bersenjata terhadap tentara Filipina, kapal publik, atau pesawat di atas Pasifik, termasuk Laut Natuna Utara," tulis Kementerian Luar Negeri AS.

Baca Juga: Token Listrik dan Penjualan Pulsa Kini Kena Pajak, Berikut Penjelasannya

Jaminan Menlu AS Anthony Blinken dilontarkan setelah Menlu Filipina Teodoro Locsin mengatakan negaranya telah mengirimkan nota protes kepada China pada Rabu 27 Januari 2021.

Nota diplomatik itu berkaitan dengan undang-undang China yang mengizinkan kapal pengawas pantai untuk menembak kapal asing di Laut Natuna Utara.

Semua kapal selain dari China yang melintasi nine dash line di Laut Natuna Utara, termasuk negara-negara Asia Tenggara, dianggap sebagai 'ancaman perang' dan layak untuk ditenggelamkan.

Baca Juga: Viral di Twitter, Surat Blunder dari Eiger Sentil Youtuber, Fiersa: Padahal Modalin Videonya Juga Enggak

Aturan ini baru saja disahkan China pada Jumat 22 Januari 2021 untuk membiarkan pengawas pantai melakukan 'semua tindakan yang dibutuhkan' untuk menghentikan atau mencegah ancaman kapal asing.

China juga memberi hak penghancuran infrastruktur kepada pengawas pantai atas bangunan-bangunan yang didirikan di pulau-pulau karang Laut Natuna Utara.

Sebagaimana diberitakan PR-Pangandaran.com sebelumnya dalam artikel China Bisa Tenggelamkan Kapal-Kapal ASEAN di Laut Natuna Utara, AS Beri Jaminan Keamanan

Baca Juga: Ini 9 Sifat Sepatu yang Mengajarkan Manusia Jalin Kebersamaan Meraih Sukses

RRC mengklaim hampir seluruh wilayah perairan di Laut Natuna Utara, termasuk beberapa kepulauan karang di dalamnya.

Laut Natuna Utara dikenal sebagai salah satu jalur perdagangan terbesar di dunia dan memiliki kaya sumber daya energi, termasuk minyak dan gas.

Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Indonesia memiliki klaim yang bersinggungan dengan nine dash line China.

Baca Juga: 9 Idola K-Pop Ini Sangat Mencintai Kucing, Adakah Idola Kalian?

AS menuding China mengambil kesempatan dengan adanya pandemi Covid-19 sebagai distraksi dari isu Laut Natuna Utara.

Oleh karena itu, beberapa waktu lalu AS mengirimkan kapal induknya untuk mengampanyekan 'kebebasan lautan' di Laut Natuna Utara.

Tindakan AS membuat China naik pitam. Usai menemukan cadangan minyak dan gas di Laut Natuna Utara, mereka menggelar latihan perang di dekat Teluk Tonkin.

Baca Juga: Saat Berkebun, Ibu-ibu Harus Hati-hati Karena Ada 7 Pohon Beracun dan Mematikan

Aksi kedua negara adidaya itu membuat anggota ASEAN khawatir. Juru Bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin 25 Januari 2021 mendesak semua pihak untuk menurunkan tensi dan jangan memperparah ketegangan di Laut Natuna Utara.*** (Mahbub Ridhoo Maulaa/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Yudhi Prasetiyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler