Inggris dan Pejabat PBB Mengutuk Hukuman Mati yang Dijatuhkan Pengadilan Rakyat Donetsk terhadap Warga Inggris

11 Juni 2022, 10:01 WIB
Warga Inggris Aiden Aslin, Shaun Pinner dan Maroko Brahim Saadoun ditangkap oleh pasukan Rusia selama konflik militer di Ukraina, di sebuah kurungan ruang sidang di lokasi yang diberikan sebagai Donetsk, Ukraina, dalam tangkapan layar yang dirilis 8 Juni 2022. /Supreme Court of Donetsk People's Republic/Handout via REUTERS TV

ZONA PRIANGAN - Inggris dan pejabat PBB pada Jumat, 10 Juni 2022 telah mengutuk otoritas proksi Rusia di Donbas karena dianggap melakukan pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa ketika memberikan vonis hukuman mati terhadap dia orang warga negara Inggris yang ditangkap di wilayah separatis ketika berperang untuk Ukraina.

Juru bicara Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan bahwa dia berbicara dengan Ukraina daripada dengan Rusia tentang situasi yang dihadapi Aiden Aslin dan Shaun Pinner yang divonis hukuman mati pada Kamis oleh Pengadilan di Republik Rakyat Donetsk (DPR) karena telah melakukan praktik sebagai tentara bayaran.

Sementara pihak keluarga Aslin mengatakan dia dan Pinner bukan lah tentara bayaran dan tidak pernah melakukan praktik sebagai tentara bayaran.

Baca Juga: Walikota Mariupol: Kolera dan Penyakit Lainnya Dapat Membunuh Ribuan Orang di Mariupol Ukraina

"Keduanya tinggal di Ukraina ketika pecah perang Rusia-Ukraina dan sebagai anggota angkatan bersenjata Ukraina harus diperlakukan dengan hormat sama seperti tawanan perang lainnya," kata keluarga Aslin dalam sebuah pernyataan, dikutip ZonaPriangan.com dari Reuters.

Menurut pejabat PBB, pengadilan yang dilakukan dalam keadaan seperti itu termasuk kejahatan perang.

Juru bicara Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan prioritas Inggris yakni dengan bekerja sama dengan pemerintah Ukraina untuk membebaskan tentara yang ditawan secepat mungkin.

Baca Juga: Kejutan untuk Pemancing Indiana yang Menemukan Mainan Wanita Dewasa 'Phallic' di dalam Perut Ikan Lele Biru

Inggris sendiri tidak melakukan pembicaraan dengan Rusia karena mereka tidak berinteraksi secara reguler dengan Kremlin.

"Kami tidak berinteraksi secara reguler dengan Rusia," kata juru bicara Perdana Menteri Boris Johnson.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss menyebut hukuman mati terhadap Aslin dan Pinner sebagai pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta' Sabtu 11 Juni 2022: Andin Menekuk Elsa dengan Telak, Barang Bukti Ricky Tak Hanya Rekaman CCTV

Kementerian luar negeri Rusia menilai reaksi Inggris terhadap hukuman mati terhadap dua warga negaranya itu sebagai reaksi yang "sering kali histeris", dan seharusnya mereka berurusan dengan pihak yang berwenang di Republik Rakyat Donetsk (DPR).

Inggris sendiri tidak mengakui Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan pemerintah Ukraina tidak memiliki kendali atas bagian timur Ukraina yang dikuasai oleh separatis.

Rusia telah mengerahkan senjata secara besar-besaran di wilayah timur Ukraina guna memperluas kekuasaan separatis sebagai bagian dari invasi ke Ukraina yang disebutnya sebagai operasi militer khusus.

Baca Juga: Pejuang Ukraina Ledakkan Pangkalan Tentara Bayaran Grup Wagner di Kadiivka, Sebanyak 300 Orang Tewas

Menurut Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, dua orang warga negara Inggris dan seorang warga Maroko bernama Brahim Saadoun dijatuhi hukuman mati karena telah melakukan kejahatan di wilayah negara yang telah memproklamirkan diri berpisah dengan Ukraina.

Diantara negara-negara anggota PBB, hanya Rusia yang mengakui seluruh provinsi Donetsk, yang sebagian besar masih di bawah kendali Ukraina, sebagai DPR independen. Wilayah ini diakui oleh dunia internasional sebagai bagian dari Ukraina.

Seorang pejabat senior Ukraina mengatakan bahwa Rusia memanfaatkan ketiga warga negara asing itu sebagai tawanan untuk menekan pihak Barat soal negosiasi damai.

Baca Juga: Invasi Rusia Bisa Berlanjut ke Negara Baltik, Ada Gagasan Tidak Mengakui Kemerdekaan Lituania

Pejabat PBB di Jenewa menyatakan keprihatinannya tentang tawanan tiga tiga warga negara asing di Donetsk.

"Menurut komando utama Ukraina, ketiga orang itu merupakan bagian dari angkatan bersenjata Ukraina dan jika itu masalahnya, mereka tidak boleh dianggap sebagai tentara bayaran," kata pejabat PBB.

"Pengadilan semacam itu terhadap tawanan perang merupakan kejahatan perang," pungkasnya.**

Editor: Didih Hudaya ZP

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler